Perwakilan Ombudsman RI DIY membahas Daftar Inventarisasi Masalah RUU Perubahan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Yogyakarta- Kepala Perwakilan Ombudsman RI DIY Budhi Masthuri menghadiri Focus Group Discussion Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan UU Perubahan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Kamis (28/1/2021) yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Daerah DIY.
Dalam diskusi yang dihadiri oleh Lembaga Ombudsman dan Kepolisian Daerah DIY ini Budhi Masthuri beberapa hal. Pertama adanya UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ini sangat progresif karena ada keinginan untuk melakukan penguatan-penguatan terhadap masyarakat yang berhadapan dengan institusi penyelenggara pelayanan publik dan juga memberikan penguatan kepada lembaga pengawasan yang terdapat dalam dalam UU tersebut. "Penguatan kepada Ombudsman misalnya dengan memberikan kewenangan ajudikasi khusus berkenaan komplain terkait pelayanan publik yang dirasa berpotensi menimbulkan kerugian materiil ,di sisi lain status keputusan produk Ombudsman bersifat final. Akan menjadi paradoks apabila Ombudsman diberikan kewenangan Ajudikasi Khusus dan membuat keputusan tentang ganti rugi, keputusan itu bisa menjadi produk yang tidak final karena berpotensi terdapat pengajuan keberatan di PTUN," ujarnya.
Kedua, kewenangan eksternal di UU tersebut harus lebih diperjelas.Ketiga,masyarakat masih sedikit yang mengetahui hak untuk melakukan pengawasan kepada penyelenggara layanan seperti membuat laporan. "Dalam prakteknya belum banyak instansi yang melibatkan masyarakat sebagaimana amanat Pasal 39, bahkan biasanya hanya bersifat konsultasi publik saja," lanjutnya.
Keempat, terkait dengan perbedaan definisi pelayanan publik di UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI dan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Secara singkat definisi pelayanan publik pada UU 37 Tahun 2008 Pelayanan publik diartikan pelayanan yang dilakukan oleh pejabat publik, sedangkan di UU 25 Tahun 2009 definisinya adalah pelayanan untuk publik. Sepanjang itu pelayanan kepada publik meskipun tanpa ada unsur pejabat publiknya itu merupakan pelayanan publik. Hal ini akan mempengaruhi praktek-praktek di lapangan terkait objek pengawasan oleh Ombudsman RI. "Contohnya, ada sekolah swasta yang sama sekali tidak menggunakan APBN/APBD , kalau di dalam konteks pelayanan publik menurut UU Ombudsman maka Ombudsman tidak berwenang melakukan pengawasan, tetapi dalam konteks pelayanan publik menurut UU Pelayanan Publik maka itu menjadi kewenangan Ombudsman," ia melanjutkan.
"Kemudian implementasi sanksi kepada petugas yang tidak menjalankan kewajibannya sudah dilaksanakan atau belum. Terakhir, penambahan ruang lingkup pelayanan publik sebagaimana pasal 5 menyatakan bahwa ruang lingkup pelayanan publik terdiri dari pelayanan publik barang, jasa, dan administratif perlu ditambahkan pelayanan "pemberian informasi," urainya.
Sementara Anggota DPD RI DIY, M Afnan Hadikusumo menyampaikan bahwa terdapat 4 (empat) permasalahan pelayanan publik yang mengakibatkan belum tercapainya kualitas pelayanan publik di Indonesia. Yang pertama, masih adanya kebiasaan dalam pelayanan publik yang dibungkus di dalam pameo "kalau bisa lama kenapa harus dipercepat", yang kedua belum terimplementasinya sistem merit yaitu menempatkan posisi yang tepat untuk orang yang tepat dalam konteks pelayanan publik, yang ketiga, Reward and Punishment , dan yang terakhir yaitu sistem pengaduan yang belum tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat.