Permasalahan Pelayanan Publik dan Peran Ombudsman Perwakilan Dalam Pendampingan Aparatur Sipil Negara
Pelayanan publik di Indonesia selalu berkaitan dengan tata kelola instansi pemerintah, baikitu pusat dan daerah serta badan usaha negara yang ditujukan untuk memudahkan pemenuhan hak-hak masyarakat sebagai warga negara (Izzati, 2020). Upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih termasuk penyelenggaraan pelayanan publik memerlukan unsur-unsur fundamental yang meliputi unsur profesionalisme dan akuntabilitas dari para penyelenggara pelayanan publik (Pambudi, 2022; Pope, 1999). Terabaikannya profesionalisme dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi pemerintahan akan berdampak pada menurunnya kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Profesionalisme di sini lebih ditujukan pada kemampuan aparatur untuk memberikan pelayanan yang baik, adil, dan inklusif dan bukan sekedar mencocokkan keahlian dengan penugasan (Martin, 2000). Oleh karena itu, aparatur dituntut memiliki kemampuan menerjemahkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat ke dalam kegiatan dan program pelayanan (Insani, 2020).
Masyarakat sebagai pengguna layanan publik tentunya mengharapkan untuk mendapatkan pelayanan yang mudah, cepat, tepat, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Melihat harapan tersebut, saat ini Instansi Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah bekerja keras untuk meningkatkan layanan dimaksud dengan berbagai cara. Salah satu aspek yang berperan penting dalam peningkatan Pelayanan Publik dimaksud adalah adanya Pegawai/Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mempunyai kualifikasi serta kompetensi yang mumpuni dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
Peran ASN memiliki dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih adil, merata, jujur, dan bertanggung jawab diawasi oleh lembaga pengawas (Pambudi, 2022; Rojikinnor, 2020). Penerapan tata kelola pemerintahan yang efektif dapat membuat kontribusi penting dalam memperbaiki kondisi ekonomi, serta menghindari krisis dan kegagalan serupa di masa depan (Daniri, 2005). Masyarakat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah salah satu pilar pelaku pelayanan publik yang diawasi oleh lembaga pengawas pelayanan publik, dimana salah satunya adalah Ombudsman Republik Indonesia.
Pengawasan pelayanan publik di Indonesia didukung oleh 2 regulasi penting, yaitu Undang-undang No. 25 Tahun 2009 dan Undang-undang No.37 Tahun 2008. Kedua regulasi ini saling melengkapi termasuk ada amanah tentang pembinaan menuju pelayanan publik yang lebih baik (Pambudi & Hidayat, 2022). Kualitas pelayanan dijadikan sebagai tolok ukur penyelenggaraan pelayanan dan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen penyelenggara kepada masyarakat yang bermutu, cepat, mudah dan terjangkau (GoI, 2009).
Pada saat kepercayaan rendah pada lembaga pemerintah dan publik, pemerintah diminta untuk memperbarui interaksi mereka dengan warga untuk membangun demokrasi yang efektif dan memastikan pertumbuhan yang inklusif. Oleh sebab itu, dibentuklah lembaga khusus yang keberadaannya sangat krusial bagi pembangunan pelayanan publik yang dilakukan pemerintah (pusat dan daerah) dan badan usaha milik negara (pusat dan daerah) yang kegiatannya didanai APBN dan APBD yaitu Ombudsman (GoI, 2008). Sebagai pengawas penyelenggara pelayanan publik, Ombudsman bertanggung jawab untuk mendukung tata pemerintahan yang baik dengan menerima laporan/keluhan dari warga negara atau penduduk Indonesia terkait dugaan pengendalian kecurangan oleh otoritas negara (Solechan, 2018). Keberadaan lembaga pengawas yang independen ini adalah keuntungan bagi masyarakat untuk berperan check and balances bagi pelayanan publik karena sisi akuntabilitas menjadi fokus utama yang penting dipertanggungjawabkan kepada publik (Imbaruddin et al., 2021; Gill et al., 2020). Penguatan Ombudsman dalam regulasi juga tertuang dalam Pasal 351 Undang-undang No.23 Tahun 2014 yang menyebutkan masyarakat berhak mengadukan pelayanan publik tidak hanya kepada kepala daerah dan DPRD-nya, tetapi juga kepada Ombudsman (GoI, 2014).
Penilaian kepatuhan penyelenggara negara terhadap regulasi pelayanan publik adalah bagian pencegahan administrasi yang menjadi peran penting Ombudsman dalam pembangunan (GoI, 2020; GoI, 2016). Selain itu juga ada penyelesaian laporan/aduan masyarakat yang secara profesional Permasalahan lapangan yang dialami Ombudsman dalam menjalankan tugasnya dalam proses pendampingan masyarakat dan aparatur adalah substansi penting untuk perencanaan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, baik bagi lembaga perencana maupun lembaga pengawas pelayanan publik itu sendiri.
Masalahnya adalah Ombudsman sebagai lembaga yang dibentuk negara untuk mengawasi pelayanan publik pada praktiknya dinilai memiliki tingkat pengenalan yang kurang optimal. Masyarakat dan ASN sebagai obyek yang seharusnya didampingi oleh Ombudsman terkait pelayanan publik belum mendapatkan informasi lebih terkait penyebab permasalahan belum dikenalnya lembaga ini secara umum. Analisis terkait permasalahan pelaksanaan tugas Ombudsman dilapangan maupun potensi adanya pengembangannya di masa depan dapat menjadi masukan berharga bagi perencanaan pembangunan terkait pengawasan pelayanan publik.
Peran dan popularitas Ombudsman, baik di pusat maupun daerah dalam pendampingan aparatur sipil negara dalam menjalankan pelayanan publiknya menjadi menarik diulas lebih dalam. Perencanaan pembangunan pelayanan publik harus memperhatikan kondisi kelembagaan Ombusman, permasalahan serta tingkat popularitasnya didaerah Melalui analisis big data di era modern saat ini, hal tersebut dapat dipotret termasuk juga permasalahan pengawasan pelayanan publik di daerah. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menguji tingkat pengenalan Ombudsman di daerah; 2) memotret permasalahan pelayanan publik dari sisi media di Indonesia; 3) melakukan analisis kinerja dan permasalahan pengawasan pelayanan publik yang dilakukan Ombudsman di lapangan. Berbasis 3 tujuan ini dapat diberikan rekomendasi terkait perbaikan pelayanan publik dari sisi penguatan kelembagaan serta penguatan aspek teknis pengawasan sebagai rekomendasi kebijakan perencanaan pembangunan di masa depan.
Banyak praktik cerdas, potret kerja pengawasan Ombudsman dari sisi media, maupun permasalahan di lapangan dapat dijadikan masukan bagi pembangunan pelayanan publik sebagai bagian dukungan pada prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD), literature review, dan bantuan tools Intelligence Media Analytics (IMA). Focus Group Discussion (FGD) dilakukan secara virtual dengan melibatkan 2 Kepala Keasistenan Utama Ombudsman Pusat dan 34 Kepala Kantor Perwakilan Ombudsman di 34 provinsi. Literature review akan menganalisis tentang kelembagaan, kebijakan dan regulasi terkait pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan Ombudsman, termasuk perannya dalam pendampingan aparatur sipil negara yang berlandaskan pada jurnal, regulasi terkait Ombudsman di Indonesia, serta dokumen perencanaan yang dimiliki Ombudsman RI sebelumnya. Permasalahan yang diulas sebagai masukan perencanaan pembangunan pelayanan publik dalam kerangka evaluasi pembangunan.
Selain itu, potret permasalahan pelayanan publik pada periode tahun 2021 memanfaatkan big data dengan bantuan tools Intelligence Media Analytics (IMA). Tools ini merupakan aplikasi yang dikelola oleh Indonesia Indicator yang menggunakan teknologi untuk menyerap potret pembangunan berbasis (Pambudi et al., 2022). Big Data adalah kumpulan data yang memiliki volume, keragaman dan variasi sangat besar yang dapat memberikan informasi bermanfaat berdasar sumber yang akurat (Chen et al., 2014; Boyd & Crawford, 2012), terutama untuk pengambilan keputusan bagi para pemangku kebijakan. Hal utama yang membedakan big data dengan kumpulan data konvensional terletak pada mekanisme pengolahannya, dimana kebutuhan sistem basis data relasional saat ini tidak mampu menangani kompleksitas big data secara optimal (Toba, 2015). Intelligence Media Analytics (IMA) merupakan pengembangan dari sistem Intelligence Media Management (IMM), yaitu sistem yang bekerja 24 jam secara real time, otomatis, dengan robot yang melakukan media monitoring dengan mengumpulkan konten pemberitaan pada media online, cetak, televisi, twitter, dan facebook. Media analisis melalui IMA ini memberikan kajian secara lengkap mulai dari influencers, top issues, sentimen, comparison, pemetaan pemberitaan dan penelusuran detail terhadap objek pemberitaan. Kegiatan analisis menggunakan IMA ini mengambil rentang waktu penelusuran pemberitaan antara Maret 2020 hingga Maret 2021.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Potret Tingkat Pengenalan Ombudsman berbasis Big Data Peran dan popularitas kantor perwakilan dapat dilihat dengan analisis big data. Analisis ini diperlukan bagi para perencana pembangunan untuk pertimbangan kebijakan anggaran dan teknis dalam mendorong perbaikan kualitas pelayanan publik berbasis potret kelembagaan yang ada (Pambudi et al., 2022). Berikut ini disajikan potret tingkat popularitas Kantor Perwakilan Ombudsman RI di 34 Provinsi di Indonesia berdasarkan banyaknya pemberitaan di media baik media online maupun media cetak. Dalam melihat Popularitas Kantor Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia dalam Pemberitaan dilakukan pada masing-masing provinsi dengan taksonomi kata "Ombudsman (Singkatan Nama Provinsi)" OR "Ombudsman (Nama Provinsi)" OR "ORI (Singkatan Nama Provinsi)" OR "Perwakilan Ombudsman".
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya merupakan Kantor Perwakilan dengan tingkat popularitas tertinggi sebesar 15,2 persen, kemudian diikuti dengan Ombudsman RI Perwakilan Banten dan Sumatera Barat masingmasing sebesar 10,28 persen dan 7,92 persen (Gambar 2).
Hal ini menunjukkan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya paling banyak diberitakan dalam media pada kurun waktu Maret 2020 hingga Maret 2021. Sejalan dengan hasil analisis tersebut mengindikasikan bahwa Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya telah banyak dikenal oleh masyarakat dalam menyelesaikan laporan pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik. Lebih jelas potret tingkat popularitas 10 (sepuluh) besar Kantor Perwakilan Ombudsman RI dari 34 kantor yang ada dalam pemberitaan dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Analisis Potret Permasalahan Pelayanan Publik dari sisi Media dalam Perspektif Big Data Situasi pandemi COVID-19 menyebabkan meningkatnya laporan pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Analisis pengaduan masyarakat berdasarkan substansi pengaduan dilakukan pada masing-masing provinsi dengan taksonomi kata ("Ombudsman" OR "Ombudsman Perwakilan") AND ("Nama Provinsi" OR "Singkatan Nama Provinsi") AND ("pelayanan publik" OR "keluhan" OR "masalah publik" OR "pengaduan masyarakat" OR "Bantuan Sosial" OR "Pendidikan" OR "PPDB" OR "Maladministrasi Pertanahan" OR "Maladministrasi Kependudukan"), kemudian dari detail pemberitaan pada tiap provinsi dikategorikan berdasarkan kelompok subtansi pengaduannya. Berdasarkan data yang dihimpun dari Intelligence Media Analytics (IMA) yang terhitung sejak pandemi COVID-19 (Maret 2020 - Maret 2021), laporan pengaduan masyarakat dilihat dari substansi pengaduan yang tertinggi adalah mengenai Bantuan Sosial sebesar 29,37 persen, kemudian diikuti dengan pengaduan terkait Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan masing-masing sebesar 20,57 persen dan 16,33 persen.
Sejalan dengan Laporan Tahunan Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2020 menjelaskan bahwa pengaduan masyarakat dilihat berdasarkan substansi pengaduan yang tertinggi yaitu mengenai Bantuan Sosial, selanjutnya adalah Ekonomi dan Keuangan, Transportasi, dan Pelayanan Kesehatan. Pengaduan masyarakat terkait Bantuan Sosial (Bansos) pada umumnya mengeluhkan mengenai: 1) Mekanisme penyaluran yang mencakup distribusi tidak merata, baik dalam hal waktu, sasaran/masyarakat penerima maupun wilayah distribusi; 2) Ketidakjelasan prosedur dan persyaratan untuk menerima bantuan; 3) Masyarakat yang kondisinya lebih darurat tidak terdaftar dalam penerima Bansos, dan terdaftar tetapi tidak menerima bantuan; 4) Tidak dapat menerima bantuan karena tidak memiliki KTP/KK dengan alamat sesuai domisilinya; dan 5) Adanya praktik pungutan liar (Pungli) yang berupa pemotongan jumlah Bansos dan adanya permintaan imbalan oleh petugas ketika mendaftar sebagai penerima bantuan. Akar permasalahan dari laporan pengaduan masyarakat terkait penyaluran Bansos disebabkan karena pemutakhiran data tidak dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial sejak 2015 sehingga data tidak ter-update dan penerima menjadi tidak tepat sasaran (Alinea.id, 2021).
Selanjutnya, terkait pengaduan mengenai Pendidikan pada umumnya mengeluhkan mengenai: 1) Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), baik berupa sistem online, zonasi wilayah, maupun praktik Pungli; 2) Penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS); serta 3) Penahanan ijazah yang disebabkan karena alasan tertentu. Selain itu, di beberapa wilayah seperti Nusa Tenggara Barat (NTB) juga terdapat pengaduan masyarakat pada sektor pendidikan yang didominasi dengan adanya kasus penggelapan bantuan Program Indonesia Pintar Bantuan Siswa Miskin (BSM) di sejumlah sekolah (Radar Lombok, 2020). Di wilayah Timur, terdapat beberapa keluhan masyarakat pada sektor pendidikan seperti penyediaan sarana internet dan fasilitas belajar, proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK.
Sementara itu, substansi pengaduan terkait Pelayanan Kesehatan sebagian besar mengeluhkan mengenai: 1) Lemahnya pendataan penerima vaksin terutama bagi tenaga kesehatan, sehingga terdapat oknum yang memanfaatkan celah untuk mendapatkan vaksin yang bukan haknya; 2) Mahalnya biaya rapid test yang dijadikan sebagai lahan bisnis oleh pihak tertentu; serta 3) Kurangnya informasi tentang alur pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan gejala mirip COVID19 dan/atau tindak lanjutnya, termasuk tentang tempat isolasi.
3. Analisis Permasalahan Pengawasan Ombudsman berbasis FGD dan Literature Review
Jika mendengar istilah "Pengaduan", kita pada umumnya mempersepsikan kata tersebut dengan sesuatu yang buruk atau negatif, bahkan ketika terdapat pengaduan dalam pelayanan publik, pemerintah sering kali justru melakukan counter attack terhadap masyarakat yang mengadu, padahal jika mengacu pada peraturan Perundangundangan, istilah pengaduan dalam pelayanan publik merupakan kata atau tindakan yang bersifat positif bahkan membangun. Definisi pengaduan terdapat dibanyak peraturan, salah satunya terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan, dalam Pasal 1 angka 8 dijelaskan bahwa Pengaduan adalah penyampaian keluhan yang disampaikan pengadu kepada pengelola pengaduan pelayanan publik atas pelayanan pelaksana yang tidak sesuai dengan standar pelayanan, atau pengabaian kewajiban dan/atau pelanggaran larangan oleh penyelenggara (GoI, 2013). Ombudsman RI sampai saat ini lebih dikenal masyarakat sebagai lembaga yang menyelesaikan aduan/keluhan pelayanan publik daripada sebagai lembaga preventif pengawasan yang mencegah tindakan-tindakan yang tidak sesuai kondisi yang seharusnya. Pengawasan Ombudsman pada akhirnya berupa rekomendasi yang diberikan oleh Ombudsman untuk pejabat publik dinilai melakukan maldministrasi penyelenggaraan pelayanan publik. Peran Ombudsman dalam mengawasi tata pemerintahan berhadapan dengan tingkat kesadaran publik, kepemimpinan, komitmen pajabat publik dalam pemerintahan, constitutional status, dan specialist assistance (Creutzfeldt & Kirkham, 2020; Taumoepeau, 2019).
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di daerah tersebar pada 34 Kantor Perwakilan di seluruh Indonesia. Peran Ombudsman RI di daerah adalah menangani keluhan masyarakat, menyangkut keputusan atau tindakan administrasi pemerintahan dan pelayanan umum, melindungi dari pelanggaran hak, penyalahgunaan kekuasaan, kesalahan, pengabaian, keputusan yang tidak adil dan kesalahan administratif. Berbasis FGD yang dilakukan pada bulan juni tahun 2021 bersama 2 Kepala Keasistenan Utama di Ombudsman RI Pusat dan 34 Kepala Kantor Perwakilan Ombudsman di daerah yang dilakukan secara virtual, didapatkan beragam informasi terkait permasalahan pengawasan yang menghabat kerja-kerja Ombudsman di lapangan, termasuk juga penyebab rendahnya tingkat pengenalan lembaga ini didaerah. Hasil FGD juga diperkuat dari berbagai sumber dalam literature review.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Ombudsman di daerah perlu bekerja sama dengan pemerintah setempat, masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya. Mereka juga perlu terus meningkatkan kapasitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas pengawasan mereka. Sementara itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia menjadi legal standing untuk Ombudsman membentuk networking ini. Pada pasal 7 huruf f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia disebutkan bahwa Ombudsman Republik Indonesia bertugas membangun jejaring. Pentingnya peran Ombudsman RI dalam peningkatan pelayanan publik menjadikan perlunya masyarakat untuk mengenal, mengetahui dan mempercayai Ombudsman RI sebagai lembaga yang bisa menangani keluhan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, Ombudsman juga melakukan pendampingan pada Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa contoh success story tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan hal-hal diatas, dapat dikatakan bahwa peran Ombudsman RI cukup signifikan bagi pendampingan aparatur sipil negara dalam pelayanan publik. Hal ini merupakan aspek pencegahan maladministrasi yang menjadi tugas Ombudsman sebagaimana yang diamanahkan dalam regulasi. Pendampingan dan pembinaan yang dilakukan Ombudsman adalah contoh nyata kehadiran lembaga ini yang tidak hanya dikenal dari sisi penyelesaian laporan keluhan/aduan masyarakat, tetapi juga langkah mengantisipasinya secara efektif dan efisien dengan keterbatasan yang ada. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa hal ini belum dapat dilakukan secara merata karena berbagai faktor. Berdasarkan diskusi dengan berbagai pihak, secara kelembagaan Ombudsman memiliki beberapa permasalahan yang dapat dijadikan masukan/pertimbangan kebijakan pengawasan pelayanan publik di masa depan, antara lain:
a) Sumber daya manusia masih belum terlalu memadai yang dilihat dari kurangnya jumlah pegawai teknis diperwakilan. Dalam melakukan pengawasan harus sumber daya manusia sangat diperlukan dalam melakukan audit dilapangan terkait kasus laporan pengaduan dari masyarakat untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
b) Sarana dan Prasarana kantor perwakilan yang masih terbatas dengan biaya sewa per tahun yang cukup terbatas dan minimnya biaya pemeliharaan di perwakilan.
c) Dukungan anggaran yang belum memadai dalam menjalankan tugas karena Kantor Perwakilan hanya ada di pusat kota sedangkan pengaduan dari masyarakat tersebar di beberapa daerah mulai yang mudah dijangkau hingga pelosok daerah yang sulit dijangkau.
Dalam pemberitaan media, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya paling banyak membahas mengenai penanganan masalah pandemi COVID-19 sebesar 22,23 persen, kemudian terkait vaksinasi COVID-19 (6,63 persen) dan protokol kesehatan (6,46 persen). Kinerja Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya dalam penanganan masalah COVID-19 salah satunya yaitu dengan meningkatkan kesadaran publik dengan membuat peta penyebaran COVID-19. Topik pemberitaan lainnya selama pandemi COVID-19 di Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya bisa dilihat pada Gambar 4.
SIMPULAN
Hasil analisis big data menunjukkan bahwa tingkat popularitas Ombudsman di daerah secara umum masih rendah. Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya merupakan Kantor Perwakilan dengan tingkat popularitas tertinggi sebesar 15,2 persen, kemudian diikuti dengan Ombudsman RI Perwakilan Banten dan Sumatera Barat masingmasing sebesar 10,28 persen dan 7,92 persen. Dalam pengkajian lebih dalam, popularitas Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya dalam analisis media secara big data didukung oleh posisinya di ibukota negara sehingga menjadi keistimewaan tersendiri jika dibandingkan kantor perwakilan lainnya. Masih kurangnya jumlah sumber daya manusia, anggaran dan sarana prasarana menjadi persoalan internal lembaga Ombudsman yang perlu menjadi perhatian serius dalam optimalisasi pengawasan dan pendampingan pelayanan publik, baik di Kementerian/Lembaga maupun di Pemerintah Daerah.
Secara ringkas permasalahan yang menghambat kerja Ombudsman dan rendahnya tingkat pengenalan lembaga ini di daerah adalah karena keterbatasan sumber daya, seperti anggaran dan tenaga kerja yang terbatas. Kewenangan yang terbatas dalam menindaklanjuti permasalahan serta tekanan dan campur tangan politik membuat tugas Ombudsman menjadi semakin berat. Hal yang perlu menjadi perhatian lainnya adalah terkait ketidakpatuhan pihak terkait, seperti lembaga pemerintah daerah dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang peran Ombudsman. Publik menilai lambatnya proses pengawasan dan implementasi rekomendasi merupakan pemicu kurang populernya lembaga ini di tingkat tapak. Dari sisi masyarakat yang menghambat proses perbaikan pelayanan publik adalah kurangnya keterlibatan aktif merka dalam melaporkan masalah kepada Ombudsman. Meskipun demikian, ada praktik cerdas Ombudsman yang dinilai berkesan bagi aparatur sipil negara adalah terkait berbagai pendampingan yang dilakukan lembaga ini dalam meningkatkan kapasitas dalam pelayanan publik.
SARAN
Berbasis analisis dan kesimpulan yang ada, beberapa rekomendasi yang dapat diberikan untuk perbaikan pengawasan pelayanan publik antara lain bahwa pendampingan kepada aparatur sipil negara terkait pelayanan publik perlu ditingkatkan dengan dukungan dana, sumber daya serta sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini menjadi penting sebagai kontribusi kehadiran negara dalam pelayanan piublik untuk kesejahteraan masyarakat. Selain pendampingan ASN, Ombudsman RI perlu memberi perhatian khusus pada isu maladministrasi Bansos dalam pengawasan pelayanan publik di masa pandemi sebagai respons bahwa isu ini paling banyak menjadi atensi publik. Penetapan skala prioritas isu-isu yang ditemukan berbasis big data untuk ditangani terlebih dahulu menjadi kunci efektivitas dan efisiensi kinerja Ombudsman RI yang berdampak langsung pada masyarakat. Pada skala instansi, penekanan respons cepat penanganan maladministrasi oleh Ombudsman RI agar dapat memberi perhatian lebih pada Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan di daerah.
Dalam mendorong agar pengaduan yang masuk ke Ombudsman RI di daerah semakin meningkat setiap tahun, lembaga ini direkomendasikan agar melakukan terobosan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi gawai seperti membuat aplikasi pengaduan berbasis android dan sejenisnya. Hal ini agar penyampaian laporan/pengaduan dari masyarakat secara mudah dan cepat dapat diwujudkan. Selain itu, perlu sosialisasi yang terus menerus agar masyarakat semakin mengenal Ombudsman. Disarankan Ombudsman RI perlu menjalin kerjasama dengan Kementerian Kominfo untuk mendorong pemenuhan kebutuhan akses internet dalam kaitannya untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah sekaligus meningkatkan popularitas lembaga Ombudsman di daerah agar lebih dikenal masyarakat. Rekomendasi lain yang juga penting dilakukan adalah pendampingan aparatur sipil negara perlu diperkuat dengan pemanfaatan media lokal, ORI Goes To Campus, ORI Goes To School hingga pembentukan komunitas Ombudsman RI di daerah.
Di samping itu, kegiatan seperti Pekan Yanlik (Pelayanan Publik), Expo Yanlik maupun membuka Mal Pelayanan Publik bisa menjadi magnet untuk menarik minat masyarakat, sehingga dapat terlibat langsung dengan kegiatan penyelenggara yanlik dan Ombudsman RI di daerah. Kegiatan tersebut dapat dikerjasamakan dengan Pemerintah Daerah, seperti yang telah dilakukan oleh Perwakilan Ombudsman RI dengan mengadakan kegiatan Expo Yanlik dan Pekan Yanlik. Solusi ini mencakup kerja sama dengan pemerintah, masyarakat, dan pihakpihak terkait, serta peningkatan kapasitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam tugas pengawasan Ombudsman. Sebagai rekomendasi terakhir, disarankan Ombudsman RI memperkuat regulasinya dalam mendukung tugas dan fungsinya di daerah. Independensi dan perkuatan peran Ombudsman dapat dilakukan dengan 2 cara yang disarankan, yaitu melalui a) Optimalisasi keterlibatannya dalam masukan revisi UU Pelayanan Publik maupun UU Ombudsman, khususnya pada aspek pencegahan; dan b) Pembuatan turunan UU Ombudsman RI yang sesuai dengan kebutuhan terkini dengan berpatokan pada perannya yang semakin besar dalam pencapaian prioritas nasional dalam Perpres RPJMN 2020 - 2024 maupun Perpres RKP. Penyelenggara pelayanan publik harus melakukan penyederhanaan persyaratan teknis administratif. Hal yang tidak dapat diabaikan juga adalah bahwa penyelenggara pelayanan publik dengan aparatur sipil didalamnya sebagai pelaksananya harus memperhatikan sisi kepatutan dan kepantasan. Ombudsman pada tatanan operasional dituntut memprioritaskan pendekatan persuasif dan "magistrature of influence" pada aparat penyelenggara layanan publik agar dapat memiliki kesadaran sendiri dapat menyelesaikan laporan masyarakat atas dugaan maladminsitrasi penyelenggaraan pelayanan publik di lingkungan kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, D & Crawford. K. (2012.) Critical Questions For Big Data. Information, Communication & Society, 15:5, 662-679, https://10.1080/1369118X.2012.678878
Chen, M., Mao, S., & Liu, Y. (2014). Big Data: A Survey. Mobile Networks and Applications, 19(2), 171- 209. https://10.1007/s11036-013-0489-0
Creutzfeldt, N., & Kirkham, R. (2020). Understanding how and when change occurs in the administrative justice system: the ombudsman/ tribunal partnership as a catalyst for reform? Journal of Social Welfare and Family Law, 1- 21. https://10.1080/09649069.2020.17519 31
Daniri MA (2005) Good corporate governance: konsep dan penerapannya dalam konteks Indonesia. ISBN 9799891841 9789799891846. Jakarta: Ray Indonesia
Gill, C., Mullen, T., & Vivian, N. (2020). The Managerial Ombudsman. The Modern Law Review, 83(4), 797- 830. https://10.1111/1468-2230.12523
GoI. (2020). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2020 - 2024). Jakarta: Pemerintah Indonesia (Government of Indonesia)
GoI. (2016). Peraturan Ombudsman RI Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Penilaian Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik. Jakarta: Pemerintah Indonesia (Government of Indonesia)
GoI. (2014). Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Pemerintah Indonesia (Government of Indonesia) GoI. (2013). Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan. Jakarta: Pemerintah Indonesia (Government of Indonesia)
GoI. (2009). Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Jakarta: Pemerintah Indonesia (Government of Indonesia)
GoI. (2008). Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Jakarta: Pemerintah Indonesia (Government of Indonesia)
Imbaruddin, A., Saeni, A.A., & Muttaqin (2021). The Role of Ombudsman in Improving Accountability of Government Public Services. Proceedings of the 2nd International Conference on Administration Science 2020 (ICAS 2020). Series:Advances in Social Science, Education and Humanities Research Volume 564, 195-197. https://doi.org/10.2991/assehr.k.210629.0 36
Insani, N. (2020). Apparatus Professionalism and Public Service Ethics. Journal La Sociale, 1(1), 25-28. https://doi.org/10.37899/journal-lasociale.v1i1.45
Izzati, N.F. (2020). Ombudsman Sebagai Lembaga Pengawas Pelayanan Publik Di Indonesia. SASI, 26(2), 176-187. https://doi.org/10.47268/sasi.v26i2.235
Martin, M. W. (2000). Meaningful work: Rethinking professional ethics. ISBN 9780195133257. New York: Oxford University Press.
Nalle, J. H. C., Yohanes, S., & Udju, H. R. (2023). Kedudukan Ombudsman Republik Indonesia dan Implikasi Rekomendasinya dalam Penegakan Hukum di Indonesia: Perspektif Hukum Tata Negara. COMSERVA, 3(1), 271- 279.https://doi.org/10.59141/comserva.v3i 1.768
Nurmala, S., & Sarirah, T. (2023). Peran kepribadian dan lokus-kendali terhadap perilaku inovatif individual: Studi pada pegawai Ombudsman Republik Indonesia. Jurnal Psikologi Sosial, 21(2), 144-156. https:// 10.7454/jps.2023.16
Pambudi, A. S., Putri, I. A. S., & Agnelia, D. P. (2022). Portrait of Public Service Issues and Recognition Rate of Ombudsman Representative Office in Big Data Perspective. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning, 6(3), 369 - 385. https://10.36574/jpp.v6i3.299
Pambudi, A. S., & Hidayat, R. (2022). Kinerja Pengawasan Pelayanan Publik dalam Prioritas Nasional. Bappenas Working Papers, 5(2), 270 - 289. https://10.47266/bwp.v5i2.131 Pambudi, A.S. (2022). Pengawasan dan Evaluasi Pelayanan Publik. ISBN: 978- 623-88302-1-3. Jakarta: Edukati Press. P.T. Edukati Inti Cemerlang
Pertiwi, P. K., & Wibowo, P. (2023). Government Reporting and Quality of Public Services: Are They Twins?. Journal of Accounting and Investment, 24(1), 1-24. https://10.18196/jai.v24i1.16193 Pope, J. (1999). Enhancing accountability and ethics in the public sector. Curbing Corruption: Toward a Model for Building National Integrity. Washington, DC: The World Bank, 105 -16.
Rojikinnor, R. (2020). Organizational commitment and professionalism of State Civil Apparatus to determine public satisfaction through good governance, public service quality and public empowerment. Journal of Social and Economic Development, 22(2), 401- 413. https://10.1007/s40847-020-00105-1
Solechan, S. (2018). Memahami Peran Ombudsman Sebagai Badan Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia. Administrative Law and Governance Journal, 1(1), 67- 89. https://10.14710/alj.v1i1.67-89
Taumoepeau, 'Aisea H. (2019). The Ombudsman and good governance: Tonga's experience. Asia Pacific Journal of Public Administration, 41(1), 33- 41. https://10.1080/23276665.2019.15896 98
Titania, M. Y. (2023). Kualitas Dan Kepatuhan Pelayanan Publik Oleh Pemerintah Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan), 7(1). http://10.58258/jisip.v7i1.4160
Toba, H. (2015). Big Data: Menuju Evolusi Era Informasi Selanjutnya. Conference Paper The 3rd Seminar Teknik Informatika dan Sistem Informasi (SETISI), Bandung: 9 April 2015. Hal. 1-6.
Zuegel, K., Cantera, E, & Bellantoni, A. (2018).
The role of Ombudsman Institutions in
Open Government. OECD Working
Papers on Public Governance, No. 29,
OECD Publishing, Paris.
https://10.1787/7353965f-en