• ,
  • - +

Artikel

Perlunya Integrasi Efektif Dalam Penanganan Pertambangan Ilegal
ARTIKEL • Rabu, 17/03/2021 • Ilham Abdala Halim
 
Perlunya Integrasi Efektif Dalam Penanganan Pertambangan Ilegal

Rabu, 10 Maret 2021 Ombudsman mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait pertambangan tanpa izin dan pertambangan rakyat. Kegiatan yang digagas oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi ini dilakukan terkait hasil kajian sistemik Ombudsman mengenai "Pengawasan Terintegrasi dalam Rangka Pencegahan dan Pertambangan Ilegal" yang telah disampaikan pada pertengahan tahun 2020 lalu.

Kajian sistemik dilakukan di beberapa lokasi pertambangan seperti di Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan dan Bali. Outputnya adalah saran kebijakan yang disampaikan kepada seluruh stakeholder yaitu Presiden RI, Menko Bidang Perekonomian, Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Kepolisian Republik Indonesia dan Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten. Banyaknya pihak yang diberikan sarana kebijakan oleh Ombudsman menggambarkan bahwa permasalahan tambang ilegal memang merupakan suatu yang kompleks. Idealnya perlu sinkronisasi, harmonisasi dan kolaborasi yang baik oleh semua pihak yang terlibat baik dari pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha. Namun kenyataanya masih jauh dari ideal. Jangankan koordinasi dengan masyarakat dan dunia usaha, diantara kementerian atau instansi pada sisi eksekutif saja masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) besar yang harus diselesaikan. Ego sektoral lebih menonjol dibanding koordinasi dan kolaborasi.

Oleh karena itu, FGD yang difasilitasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi tersebut merupakan kegiatan yang menyikapi saran korektif Ombudsman dalam konteks integrasi penanganan pertambangan ilegal. Salah satu saran korektif yang disampaikan adalah melakukan koordinasi, sinkronisasi data serta kebijakan dengan Menteri ESDM, Menteri LHK, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Kepala POLRI, Gubernur, dan Bupati/Walikota terkait tata kelola pertambangan mineral dan membentuk Tim Nasional dengan Kementerian/Lembaga terkait serta pemerintah provinsi dan kabupaten.

FGD tersebut dipimpin oleh Tubagus selaku Asisten Deputi Pertambangan Kemenko Maritim dan Investasi (Marves) dan dihadiri oleh Direktorat Pembinaan Program Minerba, Direktorat Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Deputi Penanganan Kejahatan Konvensional dan Kejahatan terhadap Kekayaan Negara Kemenko Polhukam, Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK, Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas, Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia dan UNDP.

Dalam pertemuan tersebut, Ombudsman RI menyampaikan pertambangan ilegal tidak boleh dipandang sebatas pertambangan tanpa izin (peti) oleh masyarakat karena berdasarkan hasil kajian Ombudsman RI pertambangan ilegal pun dilakukan oleh pemilik Izin Usaha Pertambangan seperti menambang tanpa IPPKH, menambang diluar wilayah IUPnya dan menambang di IUP yang sudah berakhir dan/atau Non-Clear and Clean. Untuk itu dalam penanganan masalah pertambangan ilegal menjadi mutlak diperlukan pelibatan semua instansi yang memiliki kewenangan dengan membentuk tim bersama.

Asisten Deputi Penanganan Kejahatan konvensional dan kejahatan terhadap kekayaan Negara Kemenko Polhukam menyatakan perlu untuk dibentuk Tim Gabungan Penanganan Peti karena banyak aparat pemerintah, Polri dan TNI yang terlibat di dalam peti. Beliau menyampaikan bahwa perlu pernyataan tegas dari Presiden kepada aparat pemerintah, TNI dan Polri untuk tidak terlibat dalam peti.

Penanganan pertambangan ilegal dan pertambangan rakyat menurut Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas sudah masuk masuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sektor Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan tahun 2022. Fokus pemerintah dalam hal ini adalah menertibkan peti dan memberikan IPR kepada masyarakat, serta mengenai dampak lingkungan terhadap aktivitas peti yang selama ini telah terjadi dan kedepan setelah diberikan IPR.

Terkait dengan dampak lingkungan dari aktivitas peti, Kasubdit Pemulihan Kerusakan Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses terbuka Ditjen Pengendalian Pencemaran dan kerusakan lingkungan Kementerian LHK menyampaikan bahwa biaya pemulihan lingkungan akibat peti sangat tinggi untuk itu dalam rangka pemulihannya, KLHK berharap dapat berkolaborasi dengan instansi pemerintah lain maupun pihak swasta.

Adapun Ditjen Minerba yang diwakili oleh Koordinator Penyiapan Program Minerba Ditjen Minerba Kementerian ESDM menyampaikan bahwa besaran potensi penerimaan negara dari aktivitas peti tidak banyak, namun yang perlu dipertimbangkan adalah penyerapan tenaga kerja dan roda perekonomian di dalamnya. Menurutnya pendapatan paling minimum seorang penambang rakyat adalah sebesar 49 juta rupiah/tahun. Hal ini diamini oleh Dewan Pimpinan Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI), menurutnya manfaat dari "legalisasi" pertambangan tanpa izin oleh masyarakat adalah membuka lapangan pekerjaan mencapai 3,5 juta orang.

Menurut Ombudsman RI langkah paling penting saat ini yang bisa dilakukan adalah menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai dengan kondisi eksisting pertambangan tanpa izin oleh masyarakat, karena terkait penetapan WRP tidak mengalami perubahan pada Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2020 sehingga tidak harus mengunggu peraturan pemerintahnya. Pada sesi akhir diskusi Tubagus menyampaikan bahwa hasil diskusi akan dibawa pada rapat terbatas dengan Presiden terkait Rancangan Peraturan Presiden Kebijakan Pemulihan Kerusakan Akibat Pertambangan.

Sebagai lembaga Negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa saran kebijakan korektif yang dihasilkan dari kajian sistemik dilaksanakan atau dilakukan oleh para pemangku kebijakan maupun Kementerian/Lembaga/Instansi terkait. Karena kalau tidak, maka integrasi penanganan pertambangan ilegal akan sulit untuk terwujud, bagaikan api jauh dari panggang.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...