• ,
  • - +

Artikel

Peringatan Hari Tani dan Peningkatan Pelayanan Sektor Pertanian
ARTIKEL • Senin, 30/09/2019 • Ratna Sari Dewi
 
Ratna Sari Dewi - Asisten Muda Keasistenan Resolusi dan Monitoring

Setiap tanggal 24 September diperingati sebagai hari tani nasional, namun peringatan ini semakin lama makin kehilangan makna. Peringatan tersebut pada awalnya merupakan momentum pembebasan petani dari ketertindasan. Bermula pada tahun 1960 sebagai penanda disahkannya UU Agraria. UU Agraria tersebut memberi kesempatan bagi para petani untuk memiliki tanah pertanian sendiri, membebaskan masyarakat dari menjadi pekerja di lahan-lahan orang lain (baca: sisa kolonial) dengan penghasilan yang sangat kecil.

Tan Malaka pernah menulis dalam bukunya 'Madilog', "Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan terlalu pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul, yang hanya memiliki cita-cita sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali".


Setidaknya ungkapan yang ditulis Tan Malaka tersebut, masih kita rasakan hari ini, betapa orang-orang yang telah menempuh pendidikan tinggi tidak berminat menjadi petani, bahkan juga sangat jarang yang bercita-cita mengembangkan pertanian. Fenomena di masyarakat, juga masih kita saksikan banyaknya masyarakat yang menjadi pekerja-pekerja di perkebunan lahan milik perusahaan-perusahaan besar. Pada sisi lain, pemerintah sepertinya belum menemukan cara terbaik untuk mengembangkan pertanian termasuk memberikan pelayanan di bidang pertanian. Hal ini setidaknya menandakan bahwa negara belum mampu menyejahterakan para petani dan belum mampu melakukan pengembangan teknologi terkini di bidang pertanian, walaupun kita semua sepakat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi "bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat", harus diimplementasikan di negara ini.

Jika kita sedikit mengintip sistem pertanian di negara tetangga, seperti di Singapura, saat ini dalam beberapa sumber disebutkan, mereka telah melakukan penerapan sistem pertanian modern berbasis teknologi, dari proses penyiraman dan pengawasan menggunakandrone, pengecekan kelembaban tanah dan serangan hama semua dilakukan dengan memanfaatkaninternet of thing (IOT). Selain itu, dalam rangka mewujudkan swasembada pangan, beragam teknologi telah digunakan di sektor pertanian, antara lain dalam budi daya sayur menggunakan pencahayaanLED untuk memaksimalkan hasil panen, budi daya ikan dengan menjaga ekosistem dari gangguan racun dan tumpahan minyak juga dipantau menggunakan sistem teknologi.

Pemanfaataninternet of thing (IOT) adalah memanfaatkan internet untuk koneksi berbagai komponen dengan kecepatan transfer data yang tinggi, misalnya saat tanaman mengalami serangan hama, maka akan laungsung tertangkap oleh sensor, kemudian internet langsung mengirim informasi tersebut kepada petani di lokasi dimaksud segera dapat tertangani.

Sementara di Indonesia, masalah pertanian masih berkutat pada akses permodalan dan pemasaran. Para petani di desa kesulitan melakukan pemasaran ke tempat yang lebih baik, sehingga hasilnya tidak cukup menguntungkan. Aspek permodalan juga menjadi momok bagi petani, terutama petani konvensional di desa.

Dalam beberapa sumber, termasuk data IndexMundi dan BPS, menyatakan bahwa Indonesia termasuk lima negara dengan pertanian terbaik di dunia, lima besar negara tersebut adalah:

1) Amerika Serikat, memiliki lahan pertanian seluas 4.058.625 kilometer persegi pada 2015, dengan mayoritas dari komoditas Jagung senilai 9 milliar dolar AS, kedelai dan dandum;

2) China, luas garapannya mencapai 5,278,330 kilometer persegi, unggul di sektor kapas, beras, kentang, dan banyak produk sayuran, juga termasuk ikan dan teh;

3) Australia, lahan pertaniannya mencapai 3,659,130 kilomenter persegi, mayoritas pemasukan devisanya dari tanaman pangan dan peternakan

4) Brasil, memiliki luas lahan pertanian sebesar 2,825,890 kilometer persegi, ekspornya antara lain; kedelai dan gula

5) Indonesia, jika kita mengacu pada data IndexMundi, Indonesia memiliki jumlah lahan pertanian sebesar 570 ribu kilometer persegi, ekspor produk pertanian bertambah lagi jumlahnya yakni 41,3 juta ton. Ekspor andalannya adalah sawit dan produk pertanian (manggis dan nanas termasuk yang sering diminati).

Mencermati ekspor andalan Indonesia adalah sawit, maka saat ini juga dalam masalah besar, karena Uni Eropa akan menghentikan sama sekali pemakaian minyak sawit sebagai bahan bakar hayati pada tahun 2030, yang akan dimulai sejak 2024. Sebanyak 28 negara Uni Eropa sepakat memasukan minyak sawit sebagai kategori tidak berkelanjutan sehingga tidak bisa digunakan untuk biodiesel. Mereka menyoroti masalah deforestasi alias perusakan hutan akibat adanya budi daya sawit yang masif.

Penggiat lingkungan Eropa menyebut pembukaan lahan yang terjadi akibat perluasan perkebunan sawit menyebabkan gas rumah kaca tidak dapat dinetralisir. Kampanye melawan sawit digaungkan agar negara-negara berhutan tropis seperti Indonesia dan Malaysia berhenti eksploitasi lahan untuk sawit. Jika dilihat faktanya, betapa kesulitannya Indonesia menangani permasalahan berulang mengenai kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan sebagai daerah penghasil sawit, maka apa yang disampaikan negara-negara Uni Eropa tersebut sulit disangkal.

Mencermati kondisi ini, ekspor sawit Indonesia yang selama ini menjadi primadona, sepertinya akan mulai mengalami kemunduran, sehingga perlu dicari produk alternatif lainnya yang mampu bersaing di pasar global. Sementara itu, Indonesia juga kesulitan untuk unggul dari produk sayuran dan buah, karena negara-negara lain juga memiliki teknologi yang lebih canggih, artinya Indonesia sangat mungkin kesulitan bersaing di pasar global.

Dalam website Kementerian Pertanian, salah satunya terdapat informasi mengenaiGrand Design 2020-2024 untuk meningkatkan persaingan pasar global khususnya di bidang hortikultura, meliputi buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat harus komprehensif, perlu sarana prasarana pendukung seperti irigasi, jalan usaha tani, alat mesin pertanian, fasilitas pascapanen hingga pembiayaan dan pemasaran harus berpadu membentuk jejaring kerja yang harmonis, namun belum terdapat informasi mengenai pemanfaatan teknologi terbaru secara maksimal, sehingga masyarakat juga masih akan mengolah pertanian secara konvensional dan melakukan improvisasi berdasarkan pengalaman dengan segala keterbatasan.

Salah satu aspek yang dapat dikembangkan adalah teknologi di sektor pangan, antara lain meliputi beras, gula, garam, jagung dan gandum, karena sebagai negara beriklim tropis, Indonesia dapat mengembangkan sektor pangan, dengan resiko pergantian musim yang relatif kecil.

Ombudsman RI sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik, melalui siaran pers tanggal 4 Februari 2019 (website Ombudsman.go.id), Anggota Ombudsman RI, Alamsyah Saragih telah menyampaikan beberapa peringatan dini untuk ketersediaan dan pengambilan kebijakan terkait pangan, termasuk ekspor dan impor pangan, sebagai upaya cepat dalam mengantisipasi desakan kebutuhan pasar domestik yang dapat menyebabkan ketidaksiapan regulator. Penyampaian peringatan dini secara terbuka tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya maladministrasi berulang akibat intensitas perhatian oleh para pihak melemah, terutama di tahun-tahun politik, seperti tahun 2019 ini. Disebutkan bahwa penyampaian secara terbuka oleh Ombudsman RI semata-mata demi kepentingan publik. Lebih jauh dari itu, dapat dimaknai sewajarnya pemerintah danstakeholderterkait memastikan upaya yang terstruktur baik dari sisi regulasi maupun kebijakan untuk memajukan sektor pertanian di bidang pangan.

Hemat penulis, untuk mencapai kemajuan pertanian, pemerintah perlu melakukan langkah proaktif, baik di pusat dan daerah, jangan membiarkan petani, khususnya di desa berjalan sendiri mengusahakan pertaniannya secara konvensional. Pemerintah perlu memberikan perhatian lebih untuk sektor pertanian, dalam beberapa hal, antara lain; a) perkembangan teknologi bidang pertanian dan penggunaanya; b) pengelolaan yang dapat dibantu pemerintah; c) mekanisme pasar dan pemasaran (nasional dan internasional); d) pendidikan serta pelatihan bidang pertanian; serta e) informasi harga dan perkembangan kebijakan. Beberapa hal ini perlu dilakukan untuk mengembangkan sektor pertanian dan juga dapat menjadi strategi pencapaian kemajuan sektor pertanian.

Pelayanan bidang pertanian akan mempercepat kemajuan sektor pertanian, namun apabila aspek pelayanan diabaikan, maka sektor pertanian akan berjalan di tempat dan para petani akan mengelola pertanian tetap dengan cara konvensional yang tidak diminati oleh orang-orang muda. Sementara prospek pengembangan pertanian yang lebih baik memerlukan pergantian dan alih generasi ke generasi berikutnya, juga memerlukan para ahli pengembangan pertanian, oleh karena itu, pemerintah perlu memperhatikan pelayan bidang pertanian lebih baik lagi untuk kemajuan pertanian Indonesia serta  upaya persaiangan di pasar global.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...