• ,
  • - +

Artikel

Peran Sentral Ombudsman R.I. dalam Visi Indonesia Maju Presiden
ARTIKEL • Rabu, 20/11/2019 • Alfero Septiawan
 
Alfero Septiawan, Asisten Ombudsman RI Perwakilan Lampung

Menarik kita cermati, pernyataan Presiden baru-baru ini mengenai kebijakan yang dilakukan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk tidak "dikriminalisasi", yang bisa diartikan Presiden sangat mengetahui dan memahami "banyaknya" kriminalisasi dilakukan oleh oknum Aparat Penegak Hukum. Bahkan, apabila ada oknum yang melakukannya, Presiden akan "gigit" sendiri oknum tersebut, tentunya dengan cara-cara Presiden. Ini menunjukkan Presiden sudah sangatgemes akan hal tersebut karena berimbas pada kurangnya atau minimnya investasi di Indonesia. Disisi lain, masih karena minimnya investasi di Indonesia yang berimbas pada gairah ekonomi yang menurun Presiden lagi-lagi menyampaikanidenya untuk menghapus mengenai jabatan eselon yang dianggap terlalu banyak sehingga membuat lamban, misalnya saja untuk pengurusan 1 (satu) surat yang menurut Presiden bisa sampai 4 (empat) bulan. Selain itu, masih dalamide Presiden lainnya yang tentunya berkaitan dengan minimnya investasi di Indonesia adalah "Omnibus Law", yaitu mengenai regulasi di Indonesia yang menurut Presiden sudah terlalu banyak, dan tentu dari regulasi yang banyak tersebut menjadi tumpang tindih antara satu dengan lainnya. Lebih lanjut, jika dilihat perhatian Presiden berfokus kepada banyaknya jabatan eselon, Omnibus Law dan oknum Aparat Penegak Hukum yang korup saja. Berkaitan dengan lembaga atau instansi lainnya nampaknya Presiden belum "melirik" Ombudsman R.I. sebagai suatu Lembaga Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang dapat membantu menaikkan gairah ekonomi dengan memastikan pelayanan publik berjalan optimal.

 

Ombudsman R.I.

Ombudsman adalah suatu Lembaga Negara Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008. Dalam praktik kesehariannya, Ombudsman memiliki tugas yang salah satunya adalah melakukan pemeriksaan laporan dari masyarakat maupun inisiatif investigasi yang bisa Ombudsman lakukan sendiri dan kemudian berujung pada tindakan korektif/saran melalui Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) ataupun rekomendasi. Yang pada prinsip penyelesaiannya, Ombudsman "lunak" dengan mempengaruhi Penyelenggara untuk memperbaiki suatu pelayanan publik yang kurang optimal. Lembaga ini sangat bermanfaat dilihat dari berbagai sisi. Membantu masyarakat disatu sisi dan memberikan saran kepada Penyelenggara Pelayanan Publik agar optimal disisi lainnya, serta tidak bersifat "menghukum". Yang menurut Presiden sifat "menebas" tanpa mengingatkan bisa sangat berdampak mengurangi minat investasi di Indonesia. Hanya saja, peran Ombudsman yang sesungguhnya penting ini belum terlihat sekurang-kurangnya dimata Presiden. Dibuktikan misalnya saja, Ombudsman tidak diundang ketika Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Indonesia di Sentul Internasional Convention Center Bogor pada tanggal 13 November 2019. Hal ini, jika saja diselami apa yang telah dan akan terus dilakukan oleh Ombudsman dengan prinsip tidak mencari kesalahan, namun apabila ada kesalahan dimana letak kesalahan tersebut diperbaiki belum terlihat. Lagi-lagi, sekurang-kurangnya dimata Presiden. Padahal peran Ombudsman Ini sangat sejalan dengan visi Indonesia Maju nya Presiden. Ya, lagi-lagi mungkin informasi mengenai Ombudsman ini masih sangat kurang dikalangan istana.

Kriminalisasi dan Omnibus Law

Kriminalisasi adalah suatu perbuatan yang sebelumnya bukan pidana menjadi dipidana. Hal ini tentu perbuatan-perbuatan yang bukan dari zaman dulu dilarang, namun karena aturan ia menjadi dilarang. Hal ini berbeda, misalnya saja dengan pembunuhan maupun pencurian yang sejak zaman dahulu telah dilarang, kemudian adanya ketentuan-ketentuan dari Negara lebih pada menegaskan saja. Masuk pada pernyataan Presiden, mengenai jangan ada lagi kriminalisasi "kebijakan" yang dilakukan oleh oknum Aparat Penegak Hukum sangat tepat diutarakan oleh Presiden. Karena, kebijakan merupakan ranah diskresi yang dalam pelaksanaannya bisa benar, tapi tentu saja bisa saja salah. Nah, tentu ranah kebijakan ini tidak tepat apabila dikriminalisasi. Kecuali ketika kebijakan tersebut dibuat, ada perbuatan jahat (actus reus) dan niat jahat (mens rea) yang mendasarinya.

Mengenai Omnibus law yang dicetuskan Presiden adalah merupakan ide yang sangat luar biasa. 1 (satu) aturan menghapus banyak aturan lainnya dengan mensinkronkan aturan-aturan yang berbeda satu dengan lainnya. Karena membuat birokrasi yang menjalankannya menjadi lambat. Padahal fleksibelitas sangat diperlukan untuk menjadi Negara maju sebagaimana pendapat Presiden dan tentu keinginan seluruh rakyat Indonesia. Maka, lagi-lagi Presiden mengeluarkan ide "besar" yakni tentang penghapusan jabatan eselon, yang membuat rantai kegiatan yang dilakukan penyelenggara menjadi lambat. Selain Omnibus Law yang "ciamik" ini, juga telah lama dikenal dikenal istilah deregulasi. Yaitu, penghapusan aturan yang katakanlah tidak efektif. Deregulasi ini bisa dilakukan pembuat aturan, yaitu Presiden maupun DPR, juga bisa dilakukan di Mahkamah Konstitusi dengan judicial review untuk Undang-Undang maupun Mahkamah Agung untuk ketentuan dibawah Undang-Undang.

Simpulan

Melihat gregetnya Presiden mengenai ada oknum Aparat Penegak Hukum yang "main-main" sampai Presiden menyatakan niatnya turun langsung dengan mengumpulkan forkopimda seluruh Indonesia dengan tujuan agar visi Presiden bisa diselaraskan dengan kebijakan daerah, harusnya menjadi kesempatan Ombudsman untuk lebih mengenalkan dirinya dan pihak lain mengenal Ombudsman. Banyaknya pengaduan masyarakat yang ditangani Ombudsman dengan hasil yang baik dan kemudian masih memberikan saran perbaikan kepada Penyelenggara merupakan perbuatan yang sangat mulia. Maka, lembaga ini harus diperkuat baik dari sisi Sumber Daya Manusia maupun dari sisi anggaran. Karena investasi yang diharapkan masuk ke Indonesia menjadi percuma apabila pelayanan publik yang diselenggarakan Penyelenggara tidak optimal. Bahkan, apabila dipandang perlu mengenai penghapusan jabatan eselon. Presiden melalui Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bisa melihat Sumber Daya Manusia Ombudsman khususnya asisten Ombudsman, yang merupakan jabatan fungsional yang bisa bergerak fleksibel, tidak terikat pada jabatan eselon. Tentu, sebagai Lembaga maupun Sumber Daya Manusia dalam melaksanakan jalannya suatu tugas pokok dan fungsi memiliki kekurangan disana sini yang tentu membutuhkan masukan konstruktif untuk Ombudsman ke depan agar lebih baik lagi.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...