• ,
  • - +

Artikel

Penyaluran Dana BOS 2020: Wujudkan Merdeka Belajar!
• Selasa, 18/02/2020 • Ahmad Saleh David Faranto, S.H.,M.H.
 

Semenjak Nadiem Anwar Makarim duduk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), inovasi, kreatifitas berbasis efektif dan efisien rasanya menyelimuti program pendidikan nasional 2020. Salah satunya, adalah penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah atau disingkat dana BOS. Penyaluran dana BOS tahun ini tidak lagi melalui Dinas Pendidikan atau Pemerintah Daerah di masing masing Provinsi, melainkan anggaran langsung disalurkan ke rekening pihak sekolah. Mengutip berita harian Lampung Post, 11/02/2020, dalam konferensi pers bersama yang dihadiri Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan jumlah dana BOS tahun ini naik 6,03% dari tahun lalu, sekitar Rp. 49 triliun menjadi Rp. 54,32 triliun.

 

Dana tersebut penyalurannya akan dilaksanakan tiga kali dalam setahun, yakni tahap pertama Januari, tahap kedua April, dan tahap ketiga September. Hal ini dinilai dapat menyederhanakan sistem penyaluran dana BOS. Termasuk agar dana tersebut lebih tepat sasaran dan manfaatnya dapat langsung dirasakan masyarakat. Lebih dari pada itu membantu terutama sekolah sekolah untuk bisa beroperasi dalam rangka mendorong merdeka belajar seperti yang disampaikan Mendikbud.

 

Sementara Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengungkapkan terdapat empat perbaikan kebijakan dalam penyaluran dana BOS 2020. Pertama, penyaluran dana BOS yang diberikan langsung dari pemerintah pusat ke rekening sekolah, sebanyak tiga kali dalam setahun. Pelaporan juga lebih sederhana. Perbaikan kedua, pemerintah memberikan kebebasan kepada kepala sekolah untuk menggunakan dana BOS sesuai kebutuhan sekolah. Sekolah diizinkan menggunakan maksimal 50% dari BOS untuk pembiayaan guru honorer dan tenaga didik lainnya. Perbaikan ketiga, pemerintah menaikkan nilai satuan dana BOS bagi setiap peserta didik per tahun, yakni tingkat SD dari Rp. 800 ribu menjadi 900 ribu, SMP dari Rp. 1 juta menjadi Rp. 1,1 juta, SMA dari Rp. 1,4 juta menjadi Rp. 1,5 juta, dan SMK dari Rp. 1,4 juta menjadi Rp. 1,6 juta.

 

Peran Komite Sekolah

Semenjak dana BOS digulirkan oleh pemerintah, peran masyarakat diberi ruang khusus lewat terbentuknya dewan pendidikan atau komite sekolah. Dinamika yang berkembang banyak sekolah masih tetap tidak berdaya alias selalu kekurangan dana. Sehingga, dianggap publik yang menonjol pihak sekolah dan komite orientasinya hanya untuk menggalang dana wali murid,  apakah dalam bentuk sumbangan atau pungutan.

 

Dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 3 ayat (1) disebutkan, bahwa Komite Sekolah bertugas mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Komite Sekolah juga bertugas memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan terkait; Kebijakan dan program Sekolah; Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah/Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RAPBS/RKAS); Kriteria kinerja Sekolah; Kriteria fasilitas pendidikan di Sekolah; dan kriteria kerja sama Sekolah dengan pihak lain. Termasuk juga pengawasan kinerja sekolah, serta menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat. Sebab itu, pembentukan Komite Sekolah harus mengikuti ketentuan dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Ada satu ketentuan baru yang diatur dalam Permendikbud tersebut, yaitu anggota Komite Sekolah tidak boleh terdiri dari unsur pendidik dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan. Jadi tidak ada lagi guru atau tenaga pendidikan sebagai anggota Komite Sekolah. Ini tentu untuk menghindari konflik kepentingan.

 

Surat Ketetapan (SK) tentang keanggotaan Komite Sekolah memang ditandatangani oleh Kepala Sekolah. Tetapi itu bukan berarti Komite Sekolah tidak bisa independen dan mandiri, karena persyaratan dan proses pemilihan keanggotaan Komite Sekolah tercantum di Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. Misalnya, dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa anggota Komite Sekolah terdiri dari unsur orang tua/wali siswa yang masih aktif pada sekolah bersangkutan paling banyak 50 persen; tokoh masyarakat paling banyak 30 persen; dan pakar pendidikan paling banyak 30 persen.

 

Anggota komite sekolah tersebut dipilih secara akuntabel dan demokratis melalui rapat orang tua/wali siswa. Jadi, kepala sekolah juga tidak boleh menolak menandatangani SK pembentukan Komite Sekolah karena prosesnya sudah jelas, mandiri, dan independen. Dengan demikian, keberadaan komite sekolah sewajarnya bisa membantu para peserta didik dan wali murid memperoleh peran komite yang aspiratif dan partisipatif. Tidak dibentuk komite sekolah hanya menjadi "alat" sekolah atau "parasit" bagi wali murid. Sehingga, momentum penyaluran dana BOS kali ini sangat ditunggu peran komite yang lebih aspiratif dan partisipatif tersebut.

 

Kepala Sekolah yang Kompeten

Kebutuhan terhadap komite sekolah yang mandiri dan independen juga ditentukan oleh sosok kepala sekolah yang mumpuni dalam banyak hal. Hari ini utamanya adalah membangun merdeka belajar yang dilontarkan oleh Mendikbud. Merdeka belajar tidak dibayang-bayangi dengan beragam masalah keuangan di sekolah, apalagi soal pungutan! Mengutip Agus Darma tentang standar kompetensi kepala sekolah, pada tingkat paling operasional, kepala sekolah adalah orang yang berada di garis terdepan yang mengkoordinasikan upaya meningkatkan pembelajaran yang bermutu. Kepala sekolah diangkat untuk menduduki jabatan yang bertanggung gugat mengkoordinasikan upaya bersama mencapai tujuan pendidikan pada level sekolah masing-masing. Dalam praktik di Indonesia, kepala sekolah adalah guru senior yang dipandang memiliki kualifikasi menduduki jabatan itu. Tidak pernah ada orang yang bukan guru diangkat menjadi kepala sekolah.

 

Jadi, seorang guru dapat berharap bahwa jika "beruntung" suatu saat kariernya akan berujung pada jabatan kepala sekolah. Biasanya guru yang dipandang baik dan cakap sebagai guru diangkat menjadi kepala sekolah. Dalam kenyataan, banyak di antaranya yang tadinya berkinerja sangat bagus sebagai guru, menjadi tumpul setelah menjadi kepala sekolah. Umumnya mereka tidak cocok untuk mengemban tanggung jawab manajerial. Ingat salah satu prinsip Peter tentang inkompetensi? Orang-orang seperti ini telah terjerembab di puncak inkompetensinya dan akan tetap di situ hingga pensiun. Bayangkan nasib sekolah jika dipimpin oleh seseorang yang tidak lagi kompeten.

 

Di Indonesia saat ini, secara finansial jabatan itu sebenarnya tidak pula memberi janji resmi bagi kehidupan yang jauh lebih layak dibandingkan para guru lainnya. Sedikit sekali fasilitas yang disediakan bagi pengemban tanggung jawab sebesar itu. Jangan bandingkan gaji kepala sekolah di negeri ini dengan gaji rata-rata kepala sekolah di negara yang sudah maju. Bagi mereka yang umumnya berpendapatan cukup besar, kenaikan BBM sampai lima ribu per liter pun tidak akan membuat mereka stress. Namun, sekalipun dengan fasilitas yang sangat minim itu dalam kenyataan para guru di Indonesia (umumnya) tampaknya berlomba-lomba, dan seolah-olah menghalalkan apa saja, untuk dapat diangkat sebagai kepala sekolah. Agaknya, dalam praktik, jabatan kepala sekolah telah memiliki nilai ekonomi yang lebih mengungguli nilai-nilai lainnya, bahkan nilai moral sekalipun. Akibatnya, banyak mereka yang menjabat sebagai kepala sekolah melakukan tindakan memalukan yang mengorbankan kepentingan peserta didik. Sayangnya, contoh yang tidak terpuji dari kepala sekolah ini kemudian menular ke para guru dan staf pendukung lainnya. Ini tentu saja sangat disayangkan karena para pengelola sekolah seyogianya lebih mengutamakan kepentingan pembelajaran peserta didik ketimbang kepentingannya sendiri atau kepentingan-kepentingan lainnya.

 

Berbicara kompetensi, mengutip dari CCSSO, 2002 dalam Agus Darma, adalah kemampuan atau kecakapan yang diperlihatkan seseorang ketika melakukan sesuatu. Memahami visi dan misi serta memiliki integritas yang baik saja belum cukup. Agar berhasil, kepala sekolah harus memiliki kompetensi yang disyaratkan untuk dapat mengemban tanggung jawabnya dengan baik dan benar. Apa saja kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah? Setidaknya ada kesepakatan bahwa kepala sekolah perlu memiliki sejumlah kompetensi berikut, pertama, memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah. Kedua, membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah dan program pengajaran yang kondusif bagi proses belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan staf. Ketiga, menjamin bahwa manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien, dan efektif. Keempat, bekerja sama dengan orang tua murid dan anggota masyarakat, menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam, dan memobilisasi sumber daya masyarakat. Kelima, memberi contoh (teladan) tindakan berintegritas, dan keenam, memahami, menanggapi, dan mempengaruhi lingkungan politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang lebih luas.

 

Hari ini, jika kepala sekolah di tempat kita mempunyai kompetensi tersebut dan dilaksanakan dengan komitmen yang benar, maka cukup ringan untuk mengeluarkan kebijakan agar Merdeka belajar dapat terwujud bagi peserta didik. Sehingga, dapat disebut wajar jika dana BOS 2020 ditingkatkan anggarannya dan diefektifkan penyalurannya supaya semua pihak dalam sekolah makin berdaya. Jika tidak, pemerintah daerah bertanggungjawab untuk mencari anggota komite atau kepala sekolah yang baru/kompeten!

 


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...