• ,
  • - +

Artikel

Penilaian Kepatuhan dan Political Will Calon Kepala Daerah Atas Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
ARTIKEL • Senin, 18/11/2024 • Krisna Rettob
 

Ombudsman Republik Indonesia dalam tugasnya sebagai pengawas eksternal penyelenggaraan pelayanan publik tidak hanya berperan pasif menunggu Laporan Masyarakat (LM) untuk diselesaikan. Namun, Ombudsman juga dituntut berperan aktif melakukan tindakan-tindakan preventif dalam rangka mencegah terjadinya maladministrasi pelayanan publik. Penilaian kepatuhan pelayanan publik yang baru dilaksankan pada 14 November 2024 merupakan bagian dari langkah-langkah pencegahan maladministrasi tersebut. Di mana Ombudsman melakukan survey secara langsung atas praktik pelayanan publik di 587 kementerian, lembaga, dan pemerintahan daerah serta 1.466 satuan Kepolisian RI dan 478 Kantor Pertanahan. Penilaian Ombudsman tertuju pada empat dimensi yaitu dimensi input yang terdiri dari kompetensi dan sarana prasarana. Dimensi proses yang diukur berdasarkan standard pelayanan minimum. Dimensi output untuk mengetahui persepsi maladministrasi masyarakat selaku pengguna layanan. Dimensi pengaduan untuk mengukur kewajiban pengelolaan pengaduan.

 Hasil penilaian menunjukkan trend positif apabila dibandingkan dengan tahun 2021 ketika Ombudsman mulai menggunakan empat dimensi di atas sebagai parameter penilaian. Pada 2024 jumlah intansi penyelenggara negara dan pemerintahan yang masuk ke dalam zona hijau (kualitas pelayanan tinggi) sebanyak 494 padahal di 2021 hanya 179. Sedangkan intansi yang masuk zona merah (kualitas pelayanan rendah) pada 2024 hanya tersisa 23 instansi dari 92 instansi pada tahun 2021. Pada pemerintahan daerah, 492 pemerintahan kabupaten masuk zona hijau padahal sebelumnya hanya 179 kabupaten pada tahun 2021. Begitu juga dengan pemerintahan kota, pada 2021 hanya terdapat 34 kota yang masuk zona hijau namun di tahun 2024 nyaris semua kota sudah masuk ke zona hijau kecuali 4 kota yang masih berada pada zona kuning (kualitas pelayanan sedang) yaitu Kota Kendari, Kota Palopo, Kota Pagar Alam, dan Kota Baubau. Hal serupa juga dialami oleh pemerintahan provinsi yang pada tahun ini semuanya sudah keluar dari zona merah.

 Meskipun demikian, harus diakui bahwa kerja-kerja pencegahan seperti yang dilakukan oleh Ombudsman tidak "seriuh" kerja-kerja penindakan yang dilaksanakan oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan Komis Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal semua kerja-kerja penindakan itu dimulai dari adanya praktik maladministrasi pelayanan publik. Maladministrasi memilikimultiple effectpada semua sektor antara lain maladministrasi membuka ruang bagi terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Maladministrasi menyebabkan kerugian materiil dan non materiil bagi masyarakat. Pada bidang ekonomi, maladministrasi berakibat pada penurunan investasi yang menyebabkan adanya pemutusan hubungan kerja dan menambah angka pengangguran. Pada ranah politik, maladministrasi yang mengakibatkan ketidakpercayaan publik terhadap kinerja pemerintah sehingga dapat menggangu stabilitas pemerintahan. Begitu juga pada konteks sosial, maladministrasi membuat sifat eksklusivitas tumbuh subur di masyarakat sehingga memicu adanya kecemburuan sosial yang berujung pada konflik horizontal.

 Penilaian kepatuhan tahun ini bertepatan dengan adanya pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024. Pilkada akan dilaksanakan pada seluruh provinsi di Indonesia termasuk 4 provinsi baru di Papua, kecuali provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sementara di level kab/kota, Pilkada akan digelar di 508 kab/kota karena 5 kota dan 1 kabupaten di Provinsi DKI Jakarta tidak berstatus sebagai daerah otonom seperti di daerah lainnya. Hasil penilaian kepatuhan yang mengalami trend positif menunjukkan dua hal mendasar yang bertautan dengan Pilkada. Pertama, hasil penilaian harusnya menjadi referensi penting bagi calon kepala daerah untuk merumuskan agenda politik yang melayani. Sebab, setiap agenda politik yang tersusun dalam serangkaian visi-misi calon kepala daerah hanya dapat diwujudkan melalui pelayanan publik yang baik. Kedua, hasil penilaian akan digunakan sebagai basis melakukan evaluasi kinerja pemerintahan periode sebelumnya untuk melakukan perbaikan serta peningkatan kualitas layanan. Sebab, seluruh rangkaian kinerja pemerintahan adalah bentuk konkrit dari pelayanan publik.

 Pelayanan publik pada dasarnya memang memiliki cakupan yang luas dan penting sebab pelayan publik merupakan intisari dari semua proses bernegara dan berpemerintahan. Setiap orang dalam konteks bernegara dan berpemerintahan tidak akan lepas dari pelayanan publik sejak dilahirkan hingga kematian. Luasnya cakupan pelayanan publik tertuang dalam Pasal 7 ayat 1 dan 2 UU 25 Tahun 2009 yang meliputi pelayanan administrasi, barang, dan jasa di semua sektor mulai dari layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, jaminan sosial hingga sektor-sektor strategis seperti pertambangan, energi, perhubungan, pariwisata, perbankan dan lainnya. Sebegitu luas dan pentingnya pelayanan publik sehingga di dalam RPJMN menuju Indonesia emas 2045, transformasi tata kelola pelayana publik menjadi salah satu aspek prasyaratnya. Dengan kata lain, terwujudnya Indonesia emas 2045 juga bergantung padapolitical willkepala daerah dalam mewujudkan tata kelola pelayanan publik yang baik, bermartabat, dan berkeadilan di level daerah.

 Bentuk komitmen ataupolitical willcalon kepala daerah terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik tergambarkan melalui penjabaran agenda politiknya. Pada konteksi ini, calon kepala daerah tidak boleh menempatkan pemerintahan sebagai subtitusi yang hadir hanya untuk menyantuni masyarakat melalui program bantuan sembako dan bantuan sosial lainnya. Justru pemerintahan harus bertanggung jawab secara komprehensif untuk menghadirkan pelayanan publik yang berkeadilan agar semua masyarakat diperlakukan setara sehingga semua memiliki kesempatan yang sama secara proporsional dalam mengakses sumber-sumber kesejahteraan. Fokus utama calon kepala daerah mestinya tidak hanya pada aspekfinancial performancemelalui program dan kegiatan. Sebaliknya harus mengedepankanservice performancesehingga kehadiran pemerintah memiliki dampak bagi masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Kemudian, birokrasi sebagai tungku pelayanan tidak boleh berjalan setengah hati yakni asal memberikan pelayanan tanpa memikirkan kualitas layanan(quality problem).

 Calon kepala daerah harus berani berkomitmen melawan praktik suap, melenyapkan sikap diskriminatif, dan menjadi percontohan dalam memerangi segala bentuk maladministrasi pada pelayanan publik.


Krisna Rettob

Tenaga Ahli Ketua Ombudsman RI





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...