Penilaian Kepatuhan dan Kebutuhan Penilaian Tahun 2021
Ombudsman Republik Indonesia sudah beberapa kali melakukan penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. Penilaian tersebut setidaknya berangkat dari latar belakang atau pemikiran, bahwa Undang-Undang pelayanan publik tersebut belum lama berlaku, sehingga perlu dikenal, disusun, ditetapkan, dan diumumkan agar semua pemangku kepentingan tahu dan patuh untuk mengindahkan.
Pertanyaannya, apa yang perlu dikenal, disusun, ditetapkan, dan diumumkan agar semua pemangku kepentingan dianggap patuh? Jawabannya adalah standar pelayanan.Â
Standar pelayanan yang menjadi objek penilaian Ombudsman selama kurang lebih 7 tahun belakangan ini telah mengantarkan kementerian/lembaga di pusat dan daerah, termasuk pemerintah kabupaten/kota hingga provinsi bergeliat membangun standar pelayanan. Dari yang bersikap aktif sampai yang bersikap pasif, atau mengalir saja. Hasil penilaiannya pun dari yang memperoleh predikat kepatuhan tinggi hingga ada yang memperoleh kepatuhan rendah.Â
Jika menengok terbitnya Undang-Undang Pelayanan Publik, peraturan ini sudah berlaku sekitar 12 tahun. Penilaian kepatuhan oleh Ombudsman sekitar 7 tahun, dan tahun 2021 ini berencana melakukan penilaian kembali, atau mungkin sudah setahap berjalan. Terlepas apakah rencana dan tahapan penilaian kepatuhan sudah atau akan berjalan, pesan penting yang perlu dibangun adalah kondisi Indonesia saat ini telah berubah pesat. Era industri 4.0 membuat semua sektor swasta ingin cepat menyesuaikan. Sayangnya, belum lama menyesuaikan terhantam wabah COVID-19. Sehingga, pelaku usaha dan masyakarat ikut terdampak.
Beberapa sektor saja yang masih bertahan, khususnya pada sektor sumber daya alam, yang lain mati suri. Di masa COVID-19 yang sudah memasuki tahun kedua, instansi swasta dan pemerintah mau tidak mau beradaptasi dengan layanan online. Bedanya, layanan online swasta gencar dengan berbagai informasi produk layanan, promo, dan kepuasan pelanggan (pemberian layanan dan mengelola komplain). Sehingga, cukup inovatif ketika pengguna layanan transportasi online tidak puas dengan pemberi layanan/driver, seketika itu juga manajemen bisa tahu dengan respon pengguna yang tidak memberikan tanda bintang kepada si driver (tidak puas dengan pelayanan yang diberikan). Layanan online, sistem kepuasan pengguna layanan yang di bangun, dan sistem kendali manajemen yang dibuat telah membuat jasa transportasi swasta memperoleh tempat di masyarakat.Â
Kecepatan pihak swasta beradaptasi karena dipicu persaingan usaha. Persaingan ini menuntut para owner berinovasi, pegawai harus berkompeten, dan pihak terkait atau mitra usaha harus disiplin. Ketiga hal ini "mati-matian" mereka bangun. Jika tidak, lambat laun mereka akan rontok dengan sendirinya ditinggal pelanggan. Maka, sistem kepuasan pelanggan mereka buat dan cepat termonitor. Selain itu, mereka juga tidak henti-hentinya mem-blow up informasi produk layanan dan promo ke semua media yang bisa dijadikan iklan. Iklan pun diatur sedemikian rupa, dari yang berbayar hingga yang gratis mereka manfaatkan/media sosial.Â
Bagaimana dengan instansi pemerintah? Pada instansi pemerintah, khususnya jasa perbankan yang dimiliki BUMN, beberapa bank mencoba melakukan terobosan atau inovasi layanan. Mereka meluncurkan aplikasi yang bisa diakses masyarakat. Begitu mudahnya masyakarat melakukan transaksi tanpa harus keluar rumah. Cukup di tempat tidur atau sambil melakukan aktivitas lain, mereka sudah bisa menyelesaikan urusan keuangan. Dari membayar cicilan kredit, pembayaran listrik, air, pulsa, transfer uang, hingga cek saldo keuangan. Bahkan, beberapa perbankan menyediakan fasilitas pinjaman melalui layanan online.Â
Dua contoh tersebut menunjukkan pengelolaan informasi layanan dan pengelolaan pengaduan merupakan kunci utama penyelenggaraan pelayanan. Poinnya, adalah harus berinovasi, partisipatif, dan memiliki komitmen terhadap kualitas pelayanan. Pengelolaan informasi layanan dan pengelolaan pengaduan sudah merangkum semua komponen dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dari standar, tata cara, dan tingkat kepuasan pelayanan yang perlu disediakan dan terakses oleh publik, baik secara pasif maupun aktif. Demikian juga dengan pengelolaan informasi layanan dan pengelolaan pengaduannya, penyelenggara/manajemen secara pasif maupun aktif perlu di dorong transparan dan responsif. Â
Kembali kepada instansi pemerintah khususnya kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, secara umum penyelenggaraan pelayanan masih minim terobosan terhadap produk layanan yang diberikan/dijual. Hal ini juga diikuti dengan minimnya terobosan terhadap kepuasan pelanggan/pengguna layanan. Sehingga, sampai detik ini masalah pelayanan publik masih berkutat pada isu klasik, seperti praktek pungli, lambat, tidak jelas, dan tanpa efek jera. Standar pelayanan publik yang dibangun adalah sebuah kepatuhan terhadap peraturan. Asalnya dari pemerintah dan digunakan pemerintah untuk semua pemangku kepentingan. Peraturan dimaksud harus dilaksanakan, dan pelaksanaannya perlu diawasi.Â
Pada kondisi kekinian, pengawasan dalam arti mencegah pelaksanaan pelayanan yang tidak bermutu atau berpotensi maladministrasi, perlu di dorong pengelolaan informasi layanan dan pengelolaan pengaduan. Pengelolaan informasi layanan dan pengelolaan pengaduan menjadi baku mutu penilaian terhadap penyelenggaraan pelayanan. Penilaian ini menjadi sasaran kepatuhan dan evaluasi terhadap tujuan pembentukan penyelenggara layanan. Teknis penilaian dengan meminta pengelolaan informasi layanan dan pengelolaan pengaduan dilaporkan dalam bentuk video/visual. Video ini merangkum liputan di tempat pelayanan disertai penjelasan/presentasi terhadap pengelolaan tersebut dari pejabat dan pelaksana pelayanannya. Video menjadi produk dan dokumentasi penilaian yang dilengkapi semua dokumen atau salinan ketetapan terkait standar, tata cara, dan sarana kepuasan pengguna layanan.Â
Video dengan durasi yang cukup dan ketetapan terkait yang diterima menjadi rujukan validasi di lapangan. Sehingga, penilaian yang dilakukan berbasis progres (up to date), kompetensi, karya, dan evaluasi. Dengan demikian, kebutuhan penilaian dalam situasi kekinian serta penerapan Pasal 8 ayat (2) huruf b dan c Undang-undang No. 25 Tahun 2009 terkonfirmasi terkelola atau tidak terkelola. Hasil tersebut menjadi nilai kepatuhan sekaligus pengawasan, bahwa pelayanan publik yang disediakan dan dikelola oleh instansi penyelenggara berpotensi atau tidak dari praktek pungli, lambat, tidak jelas, dan tanpa efek jera. Video sebagai karya penyelenggara dan video sebagai dokumentasi Ombudsman tersebut bisa di unggah ke semua media sosial untuk diketahui publik/membantu publik untuk tahu/inperma.Â
Publik yang sewaktu-waktu dirugikan dalam pelayanan bisa menjadikan video tersebut sebagai alat ukur dan alat perbaikan ke pejabat dan pelaksana pelayanan. Dengan begitu, Ombudsman sudah memacu ketertinggalan dan merubah wajah pelayanan pemerintah/BUMN/BUMD/BHMN jauh lebih terbuka dan partisipatif untuk menggerus praktek pungli, lambat, tidak jelas, dan memberikan efek jera.
Bandar Lampung, 8 Maret 2021
Penulis: Ahmad Saleh David Faranto (Asisten Ombudsman R.I.)