Pengukuran Kepuasan Masyarakat

Pada hari Senin pagi (16/12/2019) sebuah televisi swasta lokal di Makassar mengundang sebagai narasumber pada sebuah acara talkshow bernama "Halo Makassar". Tema yang diangkat adalah "Menilik Kepuasan Warga Terhadap Pelayanan Publik Sepanjang Tahun 2019". Acara tersebut dikemas dalam bentuk bincang santai sambil mencicipi secangkir teh manis bersama dua orang host sebagai pemandu acara talkshow.
Dengan asumsi bahwa masyarakat yang mengadu/melapor pada Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sulsel adalah ekspresi ketidakpuasan pada penyelenggara pelayanan publik, maka pada talkshow tersebut saya paparkan empat substansi dari 29 substansi (isu) yang paling banyak dikeluhkan masyarakat sepanjang tahun 2019 yakni : pertanahan (55 laporan), kepolisian (29 laporan), pendidikan (29 laporan) dan kepegawaian (22 laporan). Sementara jika berbasis instansi penyelenggara, maka instansi pemerintah kabupaten/kota tertinggi diadukan/dilaporkan sebanyak 46 laporan, disusul BUMN/D (20 laporan), Badan Pertanahan (20 laporan), kepolisian (17 laporan), dan pemerintah provinsi (12 laporan).
Sebenarnya, Ombudsman RI telah mengembangkan instrumen pengukuran kepuasan masyarakat yang disebut Inperma (Indeks Persepsi Maladministrasi), tetapi hanya terbatas pada instansi penyelenggara tertentu yang menjadi sasaran survei. Sementara untuk itu, pada Survei Kepatuhan terhadap UU Pelayanan Publik bagi pemerintah daerah, instrumen pengukuran kepuasan masyarakat senantiasa menjadi salah satu parameter penilaian kepatuhan instansi penyelenggara. Penyelenggara pelayanan publik yang telah mendapatkan predikat kepatuhan tinggi berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan (kabupaten/kota) masing-masing: Kota Palopo dan Kota Pare-Pare, Kabupaten Bantaeng, Sinjai, Pinrang, Bone, Barru, Pangkep, Takalar, Soppeng dan Luwu Utara. Kabupaten/kota tersebut relatif telah memiliki instrumen pengukuran kepuasan masyarakat berdasarkan Survei Kepatuhan yang dilakukan Ombudsman RI.
Pengukuran Kepuasan
Dalam pelayanan pada umumnya, ada dua model pengukuran berdasarkan jenis penyelenggara pelayanan yakni pengukuran kepuasan pelanggan (privat) dan pengukuran kepuasan masyarakat (publik). Pada organisasi privat, pengukuran kepuasan pelanggan (costumer satisfaction) biasa dilakukan dengan cara melakukan riset pasar atau riset marketing, sementara pada organisasi publik biasanya berupa survey kepuasan masyarakat (SKM) yang hasilnya ditampilkan dalam bentuk Indek Kepuasan Masyarakat (IKM).
Tujuan diadakannya pengukuran kepuasan baik konsumen maupun masyarakat adalah untuk mendapatkan umpan-balik atas kualitas pelayanan yang telah dilakukan penyelenggara pelayanan. Melalui survei kepuasan, masyarakat dan konsumen/pelanggan didorong untuk memberikan partisipasi sebagai pengguna layanan dalam menilai kinerja penyelenggara pelayanan agar terjadi peningkatan atau perbaikan kualitas pelayanan dengan melakukan inovasi-inovasi pelayanan atas masalah yang disampaikan masyarakat dan konsumen saat survei kepuasan.
Dalam konteks pelayanan publik, pengukuran kepuasan masyarakat telah dimandatkan kepada penyelenggara pelayanan publik melalui Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik bahwa penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya membangun sistem yang adil, transparan dan akuntabel. Survei kepuasan diatur secara teknis pelaksanaan survei tersebut ke dalam Peraturan Menteri PAN-RB No. 16/2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggara Pelayanan Publik. Permenpan-RB No. 16/2014 kemudian disempurnakan melalui Permenpan-RB No. 14/2017 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Unit kerja Penyelenggara Pelayanan Publik.
Dalam Permenpan-RB diatas, Survei Kepuasan Masyarakat adalah pengukuran secara komprehensif kegiatan tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran atas pendapat masyarakat. Survei kepuasan seharusnya dilaksanakan sekali setahun oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai informasi dasar untuk meningkatkan pelayanan dan melakukan inovasi pelayanan. Hasil survei kepuasan juga seharusnya dipublikasikan melalui media, baik media massa maupun media sosial yang dimiliki penyelenggara pelayanan publik dalam bentuk skoring (kuantitatif) atau baik-buruk (kualitatif).
Survei kepuasan berdasarkan Permenpan-RB No. 16/2014 dapat dilakukan dengan metode/teknik survey yang bermacam-macam. Hal ini yang membedakan dengan Permenpan-RB sebelumnya nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan IKM Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Metode/teknik survey yang bisa dilakukan menurut Permenpan-RB No. 16/2014 seperti metode wawancara tatap muka dengan menggunakan kuisioner, pengisian sendiri atau melalui surat serta bisa juga melalui e-survey (survey elektronik) secara online. Selain itu, metode yang bisa dilakukan juga dengan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus (FGD).
Di Sulawesi Selatan, pemerintah Provinsi telah menerbitkan juga Peraturan Gubernur No. 144/2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat pada Unit Penyelenggara Pelayanan Publik di Pemerintah Provinsi Sulsel yang ditetapkan pada tanggal 29 September 2017. Namun selama dua tahun Pergub ini diberlakukan, nampaknya belum terdengar satupun unit kerja Pemerintah Provinsi Sulsel yang melakukan Survei Kepuasan dan mempublikasikannya ke media massa atau media sosial unit kerja masing-masing.
Kualitas Pelayanan Publik
Tujuan diadakannya Survei Kepuasan Masyarakat adalah tercapainya tingkat kualitas pelayanan publik melalui pelibatan masyarakat dalam memberikan evaluasi terhadap penyelenggara pelayanan publik. Karena itu, dokumen hasil survei kepuasan menjadi alat monitoring dan evaluasi bagi pimpinan penyelenggara pelayanan untuk senantiasa menjadi bahan pengambilan keputusan terkait dengan upaya perbaikan pelayanan kepada masyarakat.
Pengertian Kualitas Pelayanan Publik adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi harapan bahkan melebihi harapan. Ciri-ciri kualitas pelayanan publik meliputi: ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, kemudahan mendapatkan pelayanan, dan atribut pendukung pelayanan.
Secara teoritis, ada sepuluh tolok ukur melihat kualitas pelayanan publik menurut Zeithaml (1990) meliputi : tangible (fasilitas fisik pelayanan), realible (ketepatan yang sesuai yang dijanjikan), responsiveness (bertanggungjawab terhadap pelayanan yang diberikan), competence (keterampilan dan pengetahuan pelayan), courtesy (sikap atau perilaku ramah), credibility (sikap jujur), security (jasa pelayanan bebas dari bahaya atau resiko), access (kemudahan), communication (kemauan untuk mendengarkan aspirasi), dan understanding to costumer (melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan).
Parameter kualitas seperti dipaparkan diatas menjadi poin penting dalam pengukuran survei kepuasan masyarakat dalam mengukur kualitas pelayanan publik pada unit penyelenggara pelayanan publik. Meski diadopsi dari prinsip pelayanan pada organisasi privat sesuai prinsip dalam New Public Management (NPM) tetapi dipandang penting untuk diimplementasikan kedalam organisasi publik sesuai prinsip New Public Service (NPS) agar organisasi publik mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat seperti halnya organisasi privat memberikan pelayanan kepada pelanggannya.
Penulis, Asisten Ombudsman RI Sulsel Bidang Pemeriksaan Laporan