Ombudsman Papua Ingatkan Tujuan Utama Zona Integritas
Jayapura - Standar pelayanan adalah tolok ukur yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan teratur. Adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tentunya memberikan arahan kepada seluruh penyelenggara pelayanan baik penyelenggara negara, BUMN, BUMD, BHMN hingga swasta maupun perseorangan menyelenggarakan pelayanan yang terstandarisasi dengan memenuhi komponen standar pelayanan.
Ada 14 komponen standar pelayanan yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara pelayanan publik, yakni dasar hukum, persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarana prasarana, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan pengaduan, saran, dan masukan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan, jaminan keamanan, evaluasi kinerja pelaksana.
Asisten Muda Ombudsman RI Provinsi Papua, Ismail Saleh Marsuki saat menghadiri Penandatangan Pakta Integritas serta Janji Kinerja untuk Mewujudkan WBK/WBBM di Lingkungan Kantor Lapas Narkotika Klas I Jayapura, Kamis (25/2/2021) mengatakan bahwa komponen standar pelayanan publik ini didesain untuk memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada publik sehingga masyarakat dimudahkan menjangkau pelayanan dasar yang mengarah kepada kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, dengan terpenuhinya standar pelayanan tersebut, dapat meminimalisir tindakan-tindakan maladminsitrasi seperti pungutan liar, penyimpangan prosedur, penundaan berlarut dan sebagainya yang merupakan celah terjadinya tindakan korupsi.
Adanya standar pelayanan publik memberikan keterbukaan akses informasi kepada masyarakat sehingga dalam sebuah pelayanan baik persyaratan, prosedur, biaya dan jangka waktu dapat diukur dan diketahui masyarakat tanpa mengalami kebingungan serta menunutut pengawasan masyarakat dalam penyelenggaraannya. Dengan terpenuhinya standar pelayanan publik tersebut, harapannya hanyalah mewujudkan Indonesia menjadi welfare state yang dapat memenuhi kebutuhan dasar sebagai bentuk mekanisme pemerataan terhadap kesenjangan yang ada.
Dalam kaitannya untuk meraih predikat zona integritas menuju WBK/WBBM ini harus berpedoman kepada Permenpan-RB Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permenpan-RB Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi serta Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani. Di dalam aturan tersebut ada komponen pengungkit dan komponen hasil yang harus dipenuhi, yaitu manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan akuntabilitas kinerja, penguatan pengawasan, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Persoalan korupsi memang telah banyak merugikan keuangan negara dan membuat pelayanan publik terganggu.Hal ini mendorong pemerintah untuk melakukan intervensi pencegahan korupsi. Diantaranya melalui pemberian predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Bentuk intervensi pemerintah untuk mencegah korupsi adalah melalui Kementerian PAN-RB, KPK serta Ombudsman RI. Oleh karena itu, dalam setiap acara Pencanangan Zona Integritas menuju WBK/WBBM, Ombudsman Perwakilan Papua selalu hadir untuk menyaksikan penandatanganan Pakta Integritas serta turut mengawal dan memantau instansi penyelenggara pelayanan publik yang sudah berkomitmen untuk membangun zona integritas.
"Instansi yang sudah memperoleh predikat WBK/WBBM harus dikawal. Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk mengawasi kinerja dari penyelenggara pelayanan publik. Karena bisa jadi, lembaga tersebut sudah memperoleh WBK/WBBM, namun ternyata masih ada pegawainya yang melakukan korupsi. Jika ada laporan dari masyarakat, maka predikat WBK/WBBM tadi bisa dicabut oleh Kemenpan-RB," ungkap Ismail.
"Pencanangan Zona Integritas jangan hanya dijadikan seremonial belaka. Sistem pengendalian internal, pengelolaan pengaduan, penerapan standar pelayanan publik serta pengendalian gratifikasi, itulah beberapa indikator yang harus dipenuhi agar instansi penyelenggara pelayanan publik dapat menuju WBK/WBBM," lanjut Ismail. "Sikap petugas dalam memberikan pelayanan juga harus ditingkatkan, gratifikasi harus dihilangkan dari pelayanan publik."
Kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah perlu membangun sistem Whistle Blowing System, bertujuan agar masyarakat yang identitasnya minta dirahasiakan, bisa melaporkan tindakan pejabat negara yang terlibat korupsi atau menerima gratifikasi. Penerapan standar pelayanan sesuai dengan undang-undang tentang pelayanan publik harus dipenuhi. Indikator inilah yang membuat pelayanan publik kita transparan serta terbuka. Selain itu inspektorat sebagai aparat pengawas intern pemerintah juga harus bersinergi, baik dengan masyarakat atau pengawas eksternal. "Tujuan utama dari pencanangan zona integritas ini adalah agar ada peningkatan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat, jangan hanya di atas kertas", tutup Ismail.
Dalam acara Penandatanganan Pakta Integritas serta Janji Kinerja ini juga dihadiri oleh Kanwil Kemenkumham Papua, Kepala Kejaksaan negeri Jayapura, Kepala Bank Syariah Indonesia serta Kepala Divisi Administrasi, Kalapas Abepura, Bapas Jayapura dan para Pejabat ASN di lingkungan Lapas Doyo.