Ombudsman Kaltim Menjadi Narasumber Internalisasi WBS Kantor Pertanahan Kota Balikpapan
Samarinda - Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Timur, Kusharyanto menjadi narasumber dalam kegiatan Internalisasi Whistle Blowing System dan Benturan Kepentingan guna menghindari maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan pertanahan di Kantor Pertanahan Kota Balikpapan (29/5). Kegiatan yang dilakukan melalui aplikasi zoom meeting ini diikuti oleh Kepala Kantor, pegawai dan jajaran ASN Kantor Pertanahan Kota Balikpapan
Andi Asnaedi, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Kalimantan Timur menyampaikan sambutannya pada kesempatan ini. Dalam pembangunan Zona Integritas di Kantor Pertanahan Kota Balikpapan, Instrumen Whistle Blowing System (WBS) dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia dan membantu penyelenggara pelayanan publik guna menghindari maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan pertanahan. Kota Balikpapan dan Samarinda sebagai wajah dari pelayanan publik pertanahan di Provinsi Kalimantan Timur harus menjadi contoh kota dan kabupaten yang lain di Kalimantan Timur untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik.
Kementrian ATR/BPN menjelaskan pengertian WBS yang merupakan sistem pelaporan pelanggaran yang memungkinkan setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan kecurangan, pelanggaran hukum dan etika serta misconduct lainnya yang dilakukan oleh Pegawai Kementerian ATR/BPN. Dijelaskan bahwa pelapor (Wistleblower) dapat melapor kepada Tim Pengelola Laporan (Kementerian/Kantor Wilayah/Kantor Pertanahan) terkait perilaku kedinasan ataupun layanan ATR/BPN yang pelapor akses.
Pada pemaparan materi Internalisasi Whistle Blowing System, Kusharyanto mengatakan bahwa bagi organisasi yang menjalankan aktivitas usahanya secara etis, Whistle Blowing System merupakan bagian dari sistem pengendalian. Namun bagi organisasi yang tidak menjalankan aktivitas usahanya dengan tidak etis, maka Whistle Blowing System dapat menjadi ancaman.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengatur dalam Pasal 1 angka 1 bahwa Benturan Kepentingan adalah situasi dimana Insan Kementerian ATR/BPN memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap setiap penggunaan wewenang, sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan/atau tindakannya.
Selain itu, benturan kepentingan juga diatur di dalam Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 Pasal 11 huruf j bahwa konflik kepentingan merupakan penyelenggaraan layanan publik yang dipengaruhi karena adanya hubungan kelompok, golongan, suku atau hubungan kekeluargaan baik secara hubungan darah maupun karena perkawinan sehingga layanan yang diberikan tidak sebagaimana mestinya. Dalam hal ini Pelapor Ombudsman adalah korban maladminisitrasi pada proses layanan publik yang melapor kepada Ombudsman guna memperoleh tindakan korektif setelah keluhan/keberatan tidak mendapatkan penyelesaian dari Internal.
Adanya New Normal, Kusharyanto menghimbau para pegawai dan Aparatur Sipil Negara Kantor Pertanahan dari Kalimantan Timur untuk menjaga disiplin kepegawaian dan memaksimalkan Whistle Blowing System, mengingat dengan adanya benturan kepentingan menjadi pemicu utama tindakan maladministrasi. Ia juga menyampaikan bahwa integritas jangan hanya diatas kertas, tapi harus dipegang di setiap aktifitas. Sesuai dengan tujuan dari pada bangsa dan negara kita yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa dan benegara.