• ,
  • - +

Artikel

Ombudsman DIY Terima Apresiasi Langsung dari Pelapor
• Kamis, 07/01/2021 • Yustina Setiarini
 

"Saya mengucapkan terima kasih atas bantuan, kerja keras dan dedikasi ORI DIY yang telah membantu mencarikan jalan terbaik dari masalah ini. Semoga kebaikan ORI DIY dibalas oleh Tuhan, dilancarkan rejeki dan selalu diberikan kesehatan dan keselamatan". Demikian kutipan pesan Whatsapp dari Pelapor yang masuk ke nomor Halo Ombudsman RI Perwakilan DIY pada awal tahun 2021 ini.

Pesan kali ini dikirimkan bukan untuk melaporkan dugaan maladministrasi yang dialami, tetapi sebaliknya, untuk menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih atas tindaklanjut dan penyelesaian laporan yang sebelumnya dilaporkan kepada Ombudsman RI Perwakilan DIY.

Pada pertengahan tahun 2018, karyawan tetap yang telah bekerja kurang lebih selama 5 tahun di salah satu universitas swasta terkemuka di Yogyakarta mengalami kecelakaan tunggal saat berangkat kerja dan mengalami patah tulang bahu. Pelapor kemudian mengakses layanan kesehatan di salah satu rumah sakit swasta besar di DIY untuk menjalani operasi dan pemulihan selama 3 hari yang dilanjutkan kontrol rutin dengan penjamin pembayaran menggunakan BPJS Kesehatan Non PBI tanpa ada permasalahan.

Alangkah terkejutnya Pelapor ketika hampir 2 tahun setelah kejadian, pada Maret 2020 dihubungi oleh pihak Rumah Sakit yang menginformasikan bahwa perawatan di Rumah Sakit 2 tahun yang lalu tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan karena klaim pembayaran RS ditolak oleh BPJS Kesehatan. Pihak RS menanyakan tentang kepemilikan BPJS Ketenagakerjaan dan saat itu dijawab bahwa dirinya saat ini memang peserta BPJS Ketenagakerjaan, tetapi saat kecelakaan belum mempunyai kartunya.

Merasa ada ketidakjelasan terkait permasalahan ini, Pelapor melaporkan permasalahan ini ke Ombudsman RI Perwakilan DIY setelah sebelumnya mencari informasi ke BPJS Kesehatan DIY tetapi tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Tim Pemeriksa kemudian menindaklanjuti dengan melakukan klarifikasi dengan pihak BPJS Kesehatan dan didapatkan penjelasan bahwa penolakan klaim tersebut dikarenakan kecelakaan termasuk kecelakaan kerja karena terjadi saat berangkat kerja.

Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) huruf c Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.02/2018 tentang Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan dalam Pemberian Manfaat Pelayanan Kesehatan bahwa pada intinya pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja atau hubungan kerja dijamin oleh Jaminan Kecelakaan Kerja atau menjadi tanggungan Pemberi Kerja. Menurut BPJS Kesehatan, rumah sakit berperan penting dalam hal screening penjaminan pembayaran pasien kecelakaan sehingga tepat kemana akan melakukan klaim, mengingat ada banyak lembaga penjamin pasien kecelakaan.

Tim Pemeriksa selanjutnya melakukan fasilitasi pertemuan antara Pelapor, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan Rumah Sakit mengingat keluhan Pelapor bahwa rumah sakit tidak bersedia mengeluarkan tagihan, kecuali jika sudah dibayar baru akan keluar nota dan rincian pembayaran. Sementara itu, pihak Pemberi Kerja meminta hal ini ketika Pelapor mengkomunikasikan masalah tersebut. Dalam fasilitasi tersebut disampaikan informasi dari BPJS Ketenagakerjaan bahwa Pemberi Kerja baru mendaftarkan Pelapor sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan di Bulan Juli 2018, 1 bulan setelah kecelakaan. Adapun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja, BPJS Ketenagakerjaan hanya bisa menjamin biaya bagi peserta. Jika belum terdaftar sebagai peserta pada pasal 35 diatur konsekuensi bagai Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKM) kepada BPJS Ketenagakerjaan bila terjadi resiko terhadap pekerjanya wajib membayar hak pekerja sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah. Terkait penegakan aturan, maka ranahnya di dinas ketenagakerjaan jika ada hak-hak pekerja yang tidak diberikan oleh Pemberi Kerja.

Terkait penyelesaian masalah ini, disepakati bahwa pihak rumah sakit akan mengirimkan surat tagihan atas nama Pelapor yang dilengkapi dengan rincian biaya pengobatan yang ditembuskan kepada pihak Pemberi Kerja dan Ombudsman DIY. Setelah menerima rincian biaya dari rumah sakit, Pihak Pemberi Kerja kemudian memberikan surat tanggapan atas surat permohonan bantuan untuk membayar tagihan biaya operasi dan perawatan rumah sakit yang dikirimkan Pelapor. Isinya adalah dikarenakan peristiwa terjadi pada tahun 2018 dan permohonan bantuan diajukan pada tahun 2020 dan pada awalnya biaya ditanggung oleh BPJS Kesehatan tetapi ternyata BPJS tidak dapat menanggung tidak segera membuat surat pertanggungan, maka Pelapor harus menanggung sendiri tagihan biaya operasi dan perawatan RS dan pihak Pemberi Kerja memutuskan untuk memberi bantuan sebesar 50% (Rp.6.133.500,-). Dari jawaban Pemberi Kerja terlihat jelas bahwa Pemberi Kerja tidak merasa mempunyai tanggungjawab membayarkan hak pekerja jika mengalami resiko kerja.

Pelapor adalah karyawan peserta BPJS Kesehatan yang belum menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan saat mengalami kecelakaan. Pelapor tidak mengetahui bahwa ternyata bebas biaya waktu keluar dari RS setelah operasi tidak menjamin tagihan perawatannya akan dibayarkan oleh BPJS Kesehatan selaku penjamin di administrasi awal. Informasi bahwa ada kendala klaim pembayaran hampir 2 tahun setelah kejadian menjadikan Pelapor tidak tenang karena merasa tidak mendapat kepastian pelayanan. Rumah sakit yang kurang cermat menilai kecelakaan dan mengarahkan klaim ke lembaga penjamin yang salah juga punya andil dalam masalah ini ditambah tidak adanya batas waktu maksimal klaim tagihan dari Rumah Sakit ke BPJS Kesehatan membuat informasi bahwa klaim ditolak baru didapatkan dalam waktu hampir 2 tahun setelah kecelakaan terjadi sehingga Pelapor dianggap terlambat mengakses pembiayaan dari Pemberi Kerja.

Ombudsman RI DIY menemukan negara belum hadir di kasus ini. Peraturan Pemerintah mengamanatkan bahwa Pemberi Kerjalah yang harusnya bertanggungjawab membayar jika terjadi resiko. Tetapi di lapangan, tidak ada yang mengawal jika terjadi seperti ini. Rumah sakit juga sudah memberikan pelayanan kesehatan, tetapi hampir 2 tahun biaya yang sudah dikeluarkan belum mendapat ganti. Di sisi lain rumah sakit juga sungkan menagihkan kepada Pemberi Kerja. Pelapor selaku pekerja mempunyai posisi yang tentu saja berbeda dengan Pemberi Kerja.

Ombudsman RI DIY kemudian menyarankan Pelapor untuk melakukan pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan terkait hak pekerja jika Pelapor belum bisa menerima keputusan dari Pemberi Kerja. Akan tetapi setelah dipertimbangkan secara matang, Pelapor memutuskan tidak melanjutkan permasalahan ini dan menerima bantuan dari Pemberi Kerja untuk membayarkan tagihan tersebut ke Rumah Sakit. Pelapor sangat berterima kasih atas bantuan Ombudsman RI DIY karena bisa membantu Pelapor untuk menyelesaikan permasalahan ini.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...