Ombudsman : Banyak Masalah Terkait Dana Desa
Banda Aceh- Selama ini, Ombudsman Aceh menerima banyak laporan masyarakat terkait desa, sebagian besar menyangkut masalah pengelolaan dana desa.
Meningkatnya laporan masyarakat terkait dana desa disebabkan antara lain : dugaan tidak transparans, mark-up, fiktif, proyek tidak sesuai kebutuhan, tidak sesuai aturan dalam pengelolaan dana desa oleh oknum kepala desa. Adanya masalah ini potensi mengakibatkan krisis kepercayaan kepada kepala desa. Hal inilah yang kemudian dilaporkan oleh warga masyarakat desa ke ke Ombudsman, ujar Dr Taqwaddin, Kepala Ombudsman RI Aceh.
Menangggapi banyaknya laporan terkait permasalahan tersebut, Ombudsman Aceh berinisiatif melaksanakan Focus Grup Diskusi (FGD) terkait Maladministasi Desa dan Solusinya. Kegiatan tersebut berlangsung di Kyriad Muraya Hotel Banda Aceh pada Senin (7/10) kemarin.
Dalam sambutannya, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh menyampaikan bahwa saat ini kami telah menerima 36 laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman terkait masalah desa. "Berdasarkan data yang kami miliki, sampai saat ini ada sekitar 36 laporan terkait desa. Dugaan maladministrasinya berbagai macam, mulai dari tidak melayani, tidak patut, tidak prosedural, tidak sesuai aturan, dan berbagai macam lainnya," kata Taqwaddin.
"Hal yang dilaporkan ke Ombudsman, sebenarnya ada juga yang dapat diselesaikan di tingkat Kecamatan atau di tingkat Kabupaten. Namun sebagian masyarakat memilih langsung melaporkan ke Ombudsman, makanya perlu ada kesepahaman untuk menemukan solusi bersama dalam hal ini" lanjut Taqwaddin.
Ayu Parmawati Putri Asisten Ombudsman Aceh menyampaikan bahwa, banyak laporan yang masuk ke Ombudsman bisa jadi karena tidak diproses keluhannya ditingkat Kecamatan dan Kabupaten, atau karena miskepercayaan kepada aparat di daerah. Pada Tahun 2018, pihak Komisi II DPR-RI juga sempat berkunjung ke Ombudsman Aceh serta diskusi terkait dana desa dan proses laporan masyarakat yang dilaporkan ke Ombudsman.
Hadir sebagai pemateri dalam kegiatan FGD tentang maladministrasi di desa dan solusinya yaitu Azhari SE. M.Si Kepala DPMG Aceh dan Dr. Teuku Muttaqin, MH, Akademisi, Dosen FH Unsyiah.
Dalam paparannya, Azhari menyampaikan bahwa saat ini dana desa yang dikucurkan untuk Aceh telah mencapai 19,84 Triliyun. Dan akan terus bertambah jumlahnya dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun masih ada sebagian desa yang masih kurang baik pengelolaannya.
"Dana desa adalah rahmat, dan bagaimana kemudian mewujudkan ini menjadi nikmat. Saat ini kita juga sedang membenahi tata kelola keuangan desa, baik pada saat penyaluran dan penyerapan" kata Azhari.
"Selanjutnya kita juga akan membenahi BUMDes serta percepatan APBDes 2020 untuk mewujudkan pengelolaan yang lebih baik guna menjadi nikmat bagi masyarakat" sambung Azhari.
Dr. Teuku Muttaqin dalam paparannya menawarkan beberapa solusi permasalahan yang terjadi di desa saat ini. Diantaranya yaitu memperkuat kembali adat gampong-gampong (desa), pelibatan tuha peut, dan imum mukim sebagai pengawas, pelibatan masyarakat yang lebih banyak dalam proses perencanaan, serta arah keuangan yang tidak hanya pada pembangunan fisik saja.
"Data yang kami dapatkan dilapangan, banyak terjadi masalah di gampong-gampong saat ini karena dana desa. Oleh karena itu kita berharap adanya pelibatan masyarakat yang menyeluruh, pelibatan mukim sebagai pengawas, serta bimbingan yang maksimal dari pendamping desa" jelas Muttaqin.
Sementara itu, salah seorang peserta yang hadir dalam FGD tersebut, yaitu Ketua Asosiasi Keuchik Banda Aceh, T. Saiful Banta menjelaskan bahwa saat ini terjadi permasalahan di desa karena sebagian Tuha Peut Gampong (TPG) kurang berperan atau kurang dilibatkan dalam proses awal perencanaan pembangunan desa, hal ini juga diamini oleh Ketua Asosiasi Keuchik Aceh Besar, Bapak Muslim.
Diakhir kegiatan, Dr. Taqwaddin menyampaikan harapannya terkait permasalahan gampong agar mulanya diselesaikan secara musyawarah oleh Keuchik bersama Tuha Peut Gampong dengan melibatkan imum mukim dan Camat sebagai pembina gampong. Jika terkait masalah pengelolaan dana desa, penyelesaiannya perlu melibatkan Inspektorat Kabupaten. Jika juga tidak ada titik temu baru disampaikan ke Ombudsman. Jadi semua masalah desa langsung disampaikan ke Ombudsman.
Terkait lambannya pelaporan, Taqwaddin mengkritisi kinerja tenaga pendamping desa, yang harus lebih optimal lagi melakukan pendampingan. Terkait banyaknya regulasi yang mengatur mengenai desa, baik Permendagri, Permenkeu, maupun Permendes, Dr Taqwaddin mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan upaya sinkronisasi dan harmonisasi berbagai peraturan tersebut menjadi peraturan bupati/walikota yang mudah diterapkan oleh gampong. Sehingga, Keuchik dan aparatur Gampong tidak bingung dalam mengelola dana desa, yang semakin besar jumlahnya. "Saya harapkan agar pengelolaan dana desa harus sesuai aturan dan prosedur agar tidak menjadi masalah hukum".
Pada akhir kata penutupan Kepala Ombudsman RI Aceh menyatakan diperlukan pertemua lanjutan untuk membahas Dampak Dana Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat Gampong.