Mitigasi Benturan Kepentingan dalam Pemeriksaan Ombudsman Babel
Diamanahkan sebagai lembaga pengawas pelayanan publik maka pelaksanaan tugas dan fungsi Ombudsman dalam praktiknya tentu tidak terlepas dari potensi benturan kepentingan, baik dari pihak Pelapor maupun pihak Terlapor. Seringkali sebagai asisten pemeriksa kita dihadapkan dengan "godaan" atas iming-iming yang menguntungkan dan seolah-olah "memaksa" kita untuk mengakomodir kepentingan pihak-pihak tertentu.
Berdiri teguh pada asas imparsial (tidak memihak) dengan senantiasa menjaga sikap agar tidak ada kecenderungan pada pihak-pihak tertentu menjadi tantangan tersendiri sebagai asisten pemeriksa di Ombudsman terutama dalam situasi sulit. Bahkan seringkali ada pergolakan batin dalam mempertahankan nilai dan prinsip keombudsmanan. Walau tidak mudah, namun itu keharusan, kewajiban, dan komitmen yang senantiasa harus dijaga.
Walau dalam beberapa regulasi internal Ombudsman telah mengatur tegas tentang batasan-batasan yang dianggap patut dan tidak patut namun di Ombudsman Bangka Belitung tetap melakukan beberapa mitigasi benturan kepentingan tersebut guna tercapainya hasil pemeriksaan yang objektif dan berkualitas serta jauh dari benturan kepentingan individu, kelompok maupun pihak-pihak lain yang terlibat.
Nilai Keombudsmanan dan Kode Etik Sebagai Asisten Pemeriksa
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, nilai Ombudsman berasaskan kepatutan, keadilan, non-diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan, dan kerahasiaan (vide Pasal 3 UU 37/2008 tentang Ombudsman RI juncto Pasal 2 PO 40/2019 tentang Kode Etik dan Kode Prilaku Insan Ombudsman). Selanjutnya pada Pasal 3 PO 40/2019 secara eksplisit dinyatakan bahwa nilai-nilai Ombudsman tersebut merupakan dasar yang menjadi acuan dan motivasi, sikap dan tindakan setiap Insan Ombudsman dalam berpikir, bersikap, bertindak, dan mengambil keputusan.
Terhadap nilai-nilai di atas, secara rinci disebutkan ada tiga nilai utama, yaitu integritas, berarti mampu melaksanakan tugas dengan jujur, berperilaku terpuji, disiplin, dapat dipercaya, bertanggung jawab, konsisten antara perkataan dengan perbuatan dan penuh dedikasi berdasarkan prinsip-prinsip, kebenaran, norma dan etika. Kedua, profesional, berarti mampu menyelesaikan tugas atau pekerjaan dengan baik, tuntas, sesuai dengan kompetensi (keahlian) dan inovatif untuk mencapai hasil prima melalui kerja sama serta mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain. Ketiga, adil, berarti mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi haknya berdasarkan prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Dari tiga nilai utama ini maka kode etik sebagai asisten pemeriksa dibangun.
Untuk itulah mengapa nilai keombudsmanan menjadi hal penting yang perlu diiternalisasi oleh setiap Insan Ombudsman. Karena hal tersebut erat kaitannya dengan pelaksanaan kode etik sebagai pedoman mengenai norma yang harus ditunjukkan dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan hidup sehari-hari, khususnya dalam melaksanakan tugas sebagai asisten pemeriksa agar bisa terhindar dari benturan kepentingan.
Tujuan Mitigasi Benturan Kepentingan
Merujuk pada Pasal 1 butir 2 PO 45/2020 tentang Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Ombudsman RI, pengertian benturan kepentingan adalah suatu kondisi di mana pertimbangan pribadi mempengaruhi dan/atau dapat menyingkirkan profesionalitas seorang pejabat dalam mengemban tugas. Selanjutnya secara detail dijelaskan pada lampiran PO 45/2020 bahwa benturan kepentingan merupakan situasi di mana terdapat potensi konflik kepentingan seseorang yang memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang dimilikinya (baik dengan sengaja maupun tidak sengaja) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau golongannya, sehingga tugas yang diamanatkan tidak dapat dilaksanakan dengan objektif dan berpotensi menimbulkan kerugian. Selain itu, benturan kepentingan merupakan suatu kondisi di mana pertimbangan pribadi mempengaruhi dan/atau dapat menyingkirkan profesionalitas Insan Ombudsman dalam mengemban tugasnya. Pertimbangan pribadi tersebut, dapat berasal dari kepentingan pribadi, kerabat atau kelompok yang mempengaruhi profesionalitasnya, sehingga keputusannya menyimpang dan akan berimplikasi pada penyelenggaraan negara, khususnya di bidang pelayanan publik menjadi tidak efisien dan efektif.
Mitigasi benturan kepentingan sangat penting dilakukan agar integritas sebagai asisten pemeriksa tetap bisa ditegakkan dan bisa memastikan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan memang berdasarkan objektifitas, ditangani secara professional, menghindari pelanggaran etik, serta tentu saja menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Strategi Mitigasi Benturan Kepentingan
Benturan kepentingan dalam tahap pemeriksaan memang sangat rentan, adapun contoh-contoh benturan kepentingan yang mungkin terjadi antara lain, menerima gratifikasi atau pemberiaan atau penerimaan hadiah atas hasil pemeriksaan dengan menguntungkan salah satu pihak, menggunakan informasi rahasia dalam tahap pemeriksaan untuk kepentingan pribadi atau golongan, memberikan akses khusus kepada pihak tertentu dalam tahap pemeriksaan tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya, dalam proses pemeriksaan tidak mengikuti prosedur karena adanya pengaruh dan/atau harapan dari pihak yang menjadi Pelapor maupun Terlapor, kecenderungan berpihak akibat pengaruh, hubungan dekat maupun ketergantungan dari salah satu pihak, serta lain sebagainya.
Dalam praktiknya, Ombudsman Babel memberi perhatian khusus terhadap hal-hal tertentu yang dianggap berisiko tinggi terjadinya benturan kepentingan, antara lain hubungan afiliasi, gratifikasi, informasi orang dalam, tuntutan keluarga dan/atau komunitas, kedudukan di organisasi lain, ataupun intervensi pada pekerjaan sebelumnya. Sedari awal, hal-hal tersebut telah disaring sehingga diharapkan pemeriksaan bisa berjalan objektif dan professional.
Adapun beberapa strategi yang dilakukan di Ombudsman Babel sebagai upaya mitigasi terjadinya benturan kepentingan pada tahap pemeriksaan, antara lain pertama, kejujuran dari personal asisten di depan forum jika merasa substansi aduan yang akan dilanjutkan ke tahap pemeriksaan terdapat hubungan afiliasi maupun keterikatan secara emosional dan ini biasanya dilakukan pada saat pembahasan verifikasi materiil laporan sehingga selanjutnya laporan akan ditangani oleh asisten yang dianggap netral. Kedua, inventaris latar belakang keaktifan asisten pemeriksa terhadap suatu organisasi, komunitas atau sejenisnya sehingga intervensi kelompok tertentu dapat dihindari dalam proses pemeriksaan. Ketiga, kontrol kepala keasistenan pemeriksaan dalam mengidentifikasi potensi benturan kepentingan kepada asisten yang nantinya menangani laporan. Dan keempat, terhadap asisten pemeriksa yang sudah jujur dari awal ada potensi benturan kepentingan maka dalam setiap tahapan pemeriksaan (permintaan keterangan, investigasi, dan sebagainya) hingga gelar laporan tidak boleh terlibat dan dilibatkan.
Terhadap beberapa strategi yang sudah dipraktekkan sejauh ini cukup dirasa efektif untuk meminimalisir benturan kepentingan dalam tahapan pemeriksaan laporan di Ombudsman Babel. Harapannya tentu hasil pemeriksaan yang dihasilkan bisa dilakukan sesuai prosedur tanpa intervensi maupun pengaruh pihak manapun (internal ataupun eksternal) karena benturan kepentingan yang terlanjur terjadi tidak saja berpengaruh pada hasil pemeriksaan tapi juga mencederai nilai-nilai keombudsmanan. Jika sudah begitu, bagaimana trust masyarakat bisa terbangun? Semoga Ombudsman Babel senantiasa konsisten menjaga integritas dan terhindar pada situasi yang berpotensi adanya benturan kepentingan dalam melakukan pemeriksaan laporan. Aamin (MA)
#ArtikelRiksaBabel #BenturanKepentinganPemeriksaan #KonflikKepentinganPemeriksaan #MitigasiBenturanKepentingan #IntegritasAsistenPemeriksaOmbudsman
Â