Misteri dibalik Undang-Undang Sapu Jagad (Sikap Ombudsman atas Omnibus Law)
Banyak pihak yang berpendapat bahwa munculnya RUU Cipta Lapangan Kerja dengan pendekatan Omnibus Law ini adalah misteri. Pasalnya, secara "tiba-tiba" hanya beberapa bulan setelah pidato presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu (20 Oktober 2019)., aturan ini telah di tetapkan dalam prolegnas. Suara protes dari publik pun mulai menggema. Tak hanya di Jakarta, tetapi merambah ke berbagai daerah. Publik seolah mempertanyakan kenapa rancangan peraturan yang super penting tersebut seolah-olah di tutup-tutupi?
Hingga kini sejumlah kalangan mengatakan tidak dapat mengakses bahkan tidak bisa mendapatkan gambaran naskah akademik dari rancangan aturan ini. Tertutupnya pembahasan dan tidak adanya pelibatan pemangku kepentingan menjadikan RUU "Omnibus Law " dipenuhi tanda tanya untuk siapakah aturan ini dibuat?
Dalam berbagai kesempatan pemerintah berdalih bahwa Omnibus Law sebagai solusi praktis untuk melakukan koreksi atas regulasi yang bermasalah, memperbaiki tumpang tindih, dan menyederhanakan aturan yang sarat prosedurnya panjang. Namun, respon publik berbeda, "kilat"nya aturan ini dibahas mengalahkan aturan lainnya yang sudah lama antri bahkan ada yang puluhan tahun tapi belum dibahas juga . Apalagi jenis Omnibus Law ini biasanya akan memakan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.
Kalangan aktivis lingkungan hidup juga turut mempertanyakan. Sudahkah Omnibus Law ini mempertimbangkan lingkungan, kondisi hutan dan kesesuaian dengan kondisi agraria Indonesia yang hingga kini masih terjadi konfilk? Jangan sampai RUU ini lebih mengakomodir salah satu pihak saja (pengusaha) dengan alasan investasi, tetapi mengalahkan kepentingan banyak pihak.
Bagi Ombudsman RI penyusunan RUU ini diduga sudah cacat prosedur, lantaran dalam penyusunannya tidak melibatkan partisipasi publik. Hal ini bukan tanpa alasan hukum. Pasal 96 UU No 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah jelas bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis baik melalui rapat dengar pendapat, kunjungan kerja, sosialisasi, dan/atau seminar. Pada poin krusialnya bahwa untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana di maksud pada ayat (1), setiap RUU harus dapat di akses dengan mudah oleh masyarakat .
Tak hanya sampai disitu, ketentuan senada juga diatur dalam pasal 354 ayat (7) UU No 23 tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah dan diperkuat juga lewat Peraturan Pemerintah No 45 tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat.
Bagi Ombudsman, selain untuk menegakan UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, partisipasi masyarakat adalah bagian teramat penting dalam proses penegakan hukum dan demokrasi di republik ini. Pasalnya sudah tidak zaman, apalagi di era reformasi ada transaksi aturan yang disembunyikan, ada "pesanan" dibalik hajat hidup orang banyak, ada kepentingan segelintir yang mengalahkan kepentingan rakyat.
Ombudsman sesuai tugasnya sudah mengingatkan agar pemerintah teliti sebelum bertindak, matang sebelum bersikap, dan transparan sebagai wakil rakyat yang bijak. Omnibus Law bila tidak dikawal dan melibatkan rakyat hanya akan berpotensi maladministrasi yang berujung pada semua resiko yang mungkin terjadi.
Masih ada waktu bagi pemerintah kembali ke jalan yang benar. Memegang prinsip adil, cermat dan transparan. Jangan biarkan RUU Cipta Lapangan Kerja ini menjadi RUU seperti singkatannya yaitu RUU "CILAKA" . Semoga.