Menyoroti Pelayanan KUA di Masa Pandemi
Di Perwakilan Kalimantan Selatan, Ombudsman menyusun satu kajian cepat inisiatif (Rapid Assessment) terkait pelayanan pada Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai perpanjangan tangan Kementerian Agama RI dalam sisi pelayanan publiknya. Bagi Ombudsman, KUA memiliki banyak peran krusial. Selain merupakan pelayanan publik dasar, KUA juga dinilai publik sebagai pelayanan utama warga dalam beragama. Jenis layanan yang diberikan pun beragam seperti pelayanan bidang administrasi (pendaftaran, pengesahan, dan pencatatan nikah dan rujuk), pendaftaran dan penerbitan akta, ikrar dan wakaf, suscantin, bimbingan zakat, infak dan shodaqoh, pembinaan wakaf, bimbingan manasik haji dan berbagai pelayanan lainnya.
Selam masa pandemi, sejumlah warga berkonsultasi Ke Ombudsman, baik melalu jalur daring maupun langsung, yang pada pokoknya mengeluhkan sejumlah layanan publik yang lamban berbenah, termasuk layanan KUA. Mulai dari dugaan maladministrasi berupa penundaan berlarut proses layanan, permintaan imbalan uang, barang, dan jasa (pungli) sampai pada pemberian pelayanan tak patut menjadi problem yang dikeluhkan.
Menyikapi sejumlah keluhan tersebut, penting bagi Ombudsman melakukan klarifikasi, investigasi, penelitiian/audit layanan dan menyusun saran tindakan korektif agar potensi maladministrasi yang terjadi bisa dicegah dan segera dapat diperbaiki.
Meskipun di masa pandemi, Ombudsman RI tetap melakukan investigasi ke sejumlah layanan publik baik di tingkat Kementerian, BUMN/BUMD, pemerintah pusat dan daerah. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pelayanan publik harus tetap berjalan. Ombudsman harus memastikan bahwa pelayan publik perlu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat meski di masa pandemi, agar publik terlayani dengan baik, sebagai tujuan negara dan cita-cita republik ini. Tak terkecuali juga pada layanan KUA.
Beragam laporan, isu, dan keluhan publik telah direspon dan ditindaklanjuti oleh Ombudsman, baik sebagai Laporan langsung, Reaksi Cepat Ombudsman (RCO) maupun laporan inisiatif atau atas prakarsa sendiri. Tak cukup sampai disitu. Ombudsman di sejumlah perwakilan pun aktif menyoroti sejumlah keluhan pelayanan yang disampaikan dengan melakukan sejumlah kajian/penelitian biasanya disebut SR (Systemic Review) maupun RA (Rapid Assessment). Keduanya dilakukan untuk memperdalam dan menemukan potensi maladministrasi sekaligus berfokus pada pencarian solusi dan saran efektif apa saja yang disampaikan kepada penyelenggara pelayanan publik.
Sejumlah temuan yang didapat Ombudsman pada pelayanan KUA diantaranya pada jenis dan produk layanan Kantor KUA yang dipajang yang hanya mencantumkan jenis klasifikasi dan waktu, tanpa ada keterangan/kepastian biaya. Sebagian kantor KUA belum memiliki ruang penyimpanan arsip sehingga sebagian besar arsip terbengkalai dan dimakan rayap. Kondisi kantor pun dinilai masih sangat terbatas dan belum representatif, dimana belum memiliki halaman layak termasuk ruang tunggu, ruang kerja yang cukup dan fasilitas pelayanan yang standar. Tidak ada penyediaan ruang atau sarana layanan khusus bagi lansia, anak, perempuan dan disabilitas (berkebutuhan khusus). Dalam hal disabilitas, belum ada tenaga KUA yang disediakan khusus meng-handle urusan yang berdimensi HAM ini.
Temuan lainnya adalah belum ada penunjukan langsung petugas dan unit pengelola pengaduan. Biasanya hanya melalui konsultasi langsung ke Kepala KUA. Eselon bagi posisi Kepala KUA pun hanya setingkat eselon IV. Berbeda dengan eselon pemerintah daerah, padahal tugas dan fungsi KUA setara dengan layanan kecamatan, baik dari segi wilayah maupun bobot produk layanan yang diberikan.
Tidak tersedianya Kantor Permanen KUA dan tidak tersedianya anggaran renovasi serta pemeliharaan kantor yang memadai, sebab sebagian besar status alas hak kantor KUA yang ditemui Ombudsman merupakan aset pemerintah daerah (pinjam pakai). Selain itu dalam hal praktek manasik haji, tidak bisa dilaksanakan oleh KUA di kantor sendiri mengingat terbatas dan selama ini memakai fasilitas tempat ibadah atau masjid terdekat.
Dalam perspektif Ombudsman, sarana dan prasarana adalah salah satu faktor utama yang dapat memengaruhi kualitas dari pelayanan publik. Ombudsman menyebut Standar Pelayanan Publik (SPP) sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Namun sarana dan prasarana KUA ternyata banyak yang belum memadai. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor, diantaranya kebijakan Kementerian Agama, baik pusat dan daerah yang belum maksimal dalam menyediakan kantor layanan yang representatif bagi publik. Padahal kantor KUA termasuk pelayanan publik dasar bagi publik.
Selain itu, masih ditemukan potensi maladministrasi seperti permintaan imbalan uang dan jasa pada proses layanan yang diberikan. Hal ini terjadi karena ketidaktegasan petugas menolak pemberian masyarakat berupa uang layanan ilegal yang dianggap "biasa" oleh sebagian pengguna layanan. Khususnya pada pengurusan berkas nikah ditambah lagi ada kulltur masyarakat yang masih keliru dengan tetap memberikan uang atas layanan yang diberikan meskipun sudah tertulis biaya gratis.
Untuk mengatasi hal ini, maka Kementerian Agama baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota perlu mengambil beberapa langkah, diantaranya:
Pertama, melakukan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang layanan kantor KUA seperti, ruang layanan, ruang tunggu, ruang kerja, ruang arsip, ruang disabilitas/pengguna khusus, halaman parkir, ruang pengelola pengaduan dan ruang nikah yang lebih representatif, bersih dan layak.
Kedua, melakukan pelatihan intensif pelayanan prima dan penegakan zona integritas bagi SDM KUA termasuk membangun budaya anti pungli dan korupsi.
Ketiga, meminta Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan Wilayah lebih aktif secara periodik melakukan evaluasi, pengawasan dan memberikan perhatian serius dalam peningkatan pelayanan kantor urusan agama, termasuk analisis beban kerja internal menuju Zona Integritas dan Wilayah Bersih Melayani.
Kita sangat berharap bahwa masa pandemi menjadi kilas balik berbenahnya penyelenggara pelayanan publik, terlebih Kantor Urusan Agama dengan selalu menyuguhkan inovasi dan perbaikan dari segala sisi. Bukan malah sebaliknya, menjadi semakin lemah dan bermasalah, yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat yang selalu rugi dan kalah.