• ,
  • - +

Artikel

Menyeimbangkan Sikap Kritis dengan Introspeksi Diri
ARTIKEL • Kamis, 02/04/2020 • ST. Dwi Adiyah Pratiwi
 
Foto by Ombudsman RI Sulsel

Mengkritisi realitas penyelenggaraan pelayanan publik tentu tidak ada habisnya. Akan ada saja rasa tidak puas atas penyelengaraan pelayanan. Entah itu disebabkan oleh penyelenggara dan/atau pelaksana yang dilakukan secara sengaja maupun alpa. Namun bagaimana dengan menilai diri kita sendiri sebagai pengguna pelayanan publik? Apakah kita sudah memenuhi kewajiban dan persyaratan saat mengakses layanan? Apakah kita sudah menjauhkan diri misalnya dari perilaku 'sogok'? Apakah kita mengikuti setiap tahap prosedur atau justru 'meminta jalan tol'? Apakah kita mengikuti proses di front officeatau malah via 'orang dalam'?

 

Biaya Layanan dan Imbalan

Untuk memudahkan kita membedakan antara penyerahan uang yang sah dan tidak sah dalam pelayanan publik, maka penulis akan memisahkannya dalam dua istilah berbeda yakni biaya/tarif dan imbalan.

Penyerahan sejumlah uang yang sah ditandai dengan penarikan dan penentuan jumlahnya diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan disebut biaya/tarif. Biaya pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara dan/atau masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Sebagai contoh biaya/tarif layanan pengujian untuk penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) baru adalah sebesar Rp. 120.000.-, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016. Sedangkan segala bentuk permintaan, penyerahan uang, barang atau jasa yang tidak sah disebut imbalan.

Dalam viktimologi, korban memiliki peran sehingga memicu terjadinya kejahatan. Lalu bagaimana dengan perilaku masyarakat kita sebagai pengguna layanan publik? Apakah kita sudah dapat memastikan diri tidak memberikan imbalan kepada pelaksana layanan? Sebab mesti dipahami bahwa bisa saja, perilaku menyimpang pelaksana pelayanan yang meminta imbalan salah satunya dipengaruhi oleh pembiasaan yang secara tanpa sadar dilakukan oleh masyarakat, dengan berdalih 'ucapan terima kasih'. Hal tersebut secara tidak langsung menanamkan perilaku buruk itu, dan terus menerus berulang menjadi kebiasaan. Kemudian semakin lama dirasa seolah menjadi kewajiban, seumpama kata pepatah "ala bisa karena biasa".

 

Standar Ganda

Maka buang jauh-jauh keinginan memberikan imbalan kepada pelaksana layanan publik. Entah itu dengan maksud ingin mempercepat proses pelayanan atau sebagai rasa terima kasih karena terlayani. itu justru akan membentuk mental pelaksana layanan yang selalu ingin diberi. Lalu bagaimana dengan masyarakat pengguna layanan setelah anda, yang jika mereka tidak punya kecukupan untuk memberikan imbalan yang tidak sah tersebut ? Apakah mereka lantas boleh kehilangan haknya atas pelayanan publik? Atau tetap mendapatkan pelayanan tapi diskriminatif? Untuk menghilangkan hasrat memberikan imbalan, benamkan ini baik-baik di benak anda bahwa pelayanan yang anda terima dari penyelenggara dan pelaksana adalah bentuk kewajiban mereka atas kompensasi atau upah yang telah dibayarkan negara setiap bulannya.

Bersikap kritis, katakan kepada pelaksana bahwa mereka tidak selayaknya meminta imbalan atas pelayanan publik. Anda pun harus instropektif, katakan pada diri anda bahwa anda tidak sepatutnya memberikan imbalan dengan dalih apapun. Dengan menghindari pemberian imbalan, anda telah turut menyelamatkan pengguna layanan lainnya dari potensi kerugian materil, atas perbuatan maladministrasi.

Buang jauh-jauh perasaan bangga saat anda mendapatkan layanan cepat dengan jalur 'orang dalam', karena itu keliru. Bukankah anda sendiri akan kesal jika anda telah mengantri sesuai prosedur untuk mendapatkan layanan sedangkan ada orang lain yang selesai mendapatkan pelayanan 'secepat kilat' tanpa melalui tahap prosedur yang seharusnya? Kritis, katakan pada orang lain bahwa mereka tidak seharusnya berperilaku demikian, dan introspeksi diri, katakan juga pada diri anda bahwa anda tidak dibenarkan berperilaku yang sama.

Kritis dan introspeksi diri, dua hal baik yang mari kita pertahankan tanpa membolehkan satu mendahului yang lainnya. Dua hal yang jika dilakukan beriringan akan menjauhkan kita dari 'standar ganda'. Bagaimanapun, pembenahan pelayanan publik adalah usaha yang memerlukan giat dari banyak pihak, bergotong royong!


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...