MENGUKUR KEPATUHAN INSTANSI PUSAT TERHADAP STANDAR PELAYANAN PUBLIK
Indonesia, dengan segala kemajemukannya dan juga dengan bergulirnya reformasi berupa otonomi Daerah mengakibatkan daerah-daerah dapat mengelaborasi dan juga mencapai kemajuan sesuai dengan harapan masyarakat di Daerah. Terlepas dari Otonomi Daerah yang sudah cukup lama diterapkan, Instansi Pusat tetap menjadi tampuk kebijakan yang menjadi cerminan serta tolok ukur bagi Pemerintah Daerah dalam membangun dan juga mengambil kebijakan, termasuk dalam pelayanan publik dan pemenuhan standar pelayanan publik.
Ombudsman RI dengan kewenangan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI dan Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, antara lain melakukan penyelesaian laporan masyarakat dan pencegahan maladministrasi, telah melakukan berbagai upaya pengawasan pelayanan publik. Dalam rangka pencegahan maladministrasi, Ombudsman RI melakukan kajian dan survey, salah satunya survey untuk penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik.
Pengabaian terhadap standar pelayanan publik berpotensi menyebabkan buruknya kualitas pelayanan, antara lain dengan tidak terdapatnya maklumat pelayanan yang dipampang, maka dapat berakibat ketidakpastian hukum terhadap pelayanan publik; standar biaya yang tidak dipampang, maka berpotensi adanya praktek pungli, calo, dan suap.
Penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan di Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah terhadap standar pelayanan publik, dilakukan Ombudsman RI untuk melaksanakan tugas yang diamanatkan kepada Ombudsman RI, selain itu juga sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yang mana berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, yang menuntut Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mematuhi UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Selain itu, kegiatan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan ini bertujuan mempercepat penyempurnaan dan peningkatan kualitas Reformasi Birokrasi Nasional (RBN). Peraturan Presiden tersebut salah satunya menempatkan kepatuhan terhadap standar pelayanan publik sebagai salah satu target capaian RPJMN.
Berdasarkan informasi padawebsite Ombudsman Republik Indonesia (http://ombudsman.go.id/produk/listview), Penilaian Kepatuhan di tahun 2018 lalu dilakukan pada 9 Kementerian, 4 Lembaga, 16 Provinsi, 49 Pemerintah Kota dan 199 Pemerintah Kabupaten yang dilaksanakan di 34 Kantor Perwakilan Ombudsman RI.
Pada kesempatan ini, kita kutip hasil penilaian Kepatuhan Kementerian dan Kepatuhan Lembaga sebagai instansi yang diharapkan lebih peduli untuk memenuhi standar layanan publik. Hal yang dinilai adalah atribut standar pelayanan yang disediakan oleh setiap unit layanan seperti standing banner, brosur, booklet, pamflet, media elektronik, dan sebagainya. Penilaian Ombudsman RI pada penilaian kepatuhan standar pelayanan publik ini hanya berfokus pada atribut-atribut standar pelayanan yang sudah terpasang dan terlihat di ruang pelayanan, sehingga memudahkan masyarakat luas untuk mengakses dan mendapatkan pelayanan, maka tentu cukup mudah untuk dipenuhi oleh instansi Penyelenggara Negara.
Untuk Kepatuhan Kementerian, tahun 2018 dilakukan penilaian terhadap pemenuhan komponen standar pelayanan di 9 Kementerian menunjukkan bahwa sebanyak 55,56% atau 5 Kementerian masuk dalam zona hijau dengan predikat kepatuhan tinggi, 44,44% atau 4 Kementerian masuk dalam zona kuning dengan predikat kepatuhan sedang dan tidak ada Kementerian yang masuk dalam zona merah atau predikat kepatuhan rendah. Dalam penilaian ini, dapat disimpulkan bahwa Kementerian pada umumnya telah berusaha menerapkan standar pelayanan publik, namun masih terdapat yang berada di zona kuning.
Di lingkungan Kementerian, dari 561 produk layanan yang telah diteliti, terdapat beberapa komponen standar pelayanan publik yang paling sering dilanggar atau tidak dipenuhi, seperti ketersediaan maklumat layanan atau berupa janji kepada pengguna layanan untuk menjalankan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan kebersediaan untuk dikenakan sanksi jika melanggar janji tersebut. Jumlah 73,98% atau 415 produk layanan di level Kementerian menjadi indikasi kuat bahwa penyelenggara tidak mau berkomitmen kepada pengguna layanan dengan tidak membuat maklumat layanan di unit masing-masing penyelenggara layanannya. Selain itu indikator yang juga menjadi perhatian adalah yang berkaitan dengan hak pengguna layanan berkebutuhan khusus, seperti kaum disabilitas, ibu menyusui, manula, dan lain sebagainya. Indikator tersebut adalah ketersediaan pelayanan khusus bagi pengguna berkebutuhan khusus, yang hanya terpenuhi sebesar 11,23% atau hanya 63 produk layanan.
Untuk penilaian kepatuhan lembaga tahun 2018, penilaian dilakukan terhadap pemenuhan komponen standar pelayanan di 4 Lembaga menunjukkan bahwa sebanyak 25% atau 1 Lembaga masuk dalam zona merah dengan predikat kepatuhan rendah, 50% atau 2 Lembaga masuk dalam zona kuning dengan predikat kepatuhan sedang dan 25% atau 1 Lembaga masuk dalam zona hijau dengan predikat kepatuhan tinggi. Untuk Lembaga yang berada di tingkat pusat, masih terdapat yang berada di zona kuning, bahkan terdapat lembaga yang berada di zona merah, artinya yang masuk zona merah, sama sekali belum memperhatikan standar pelayanan publik.
Hasil penilaian pada 1.241 produk layanan di entitas Lembaga memperlihatkan adanya temuan terkait ketiadaan indikator pelayanan untuk pengguna layanan berkebutuhan khusus dan indikator informasi prosedur dan tata cara penyampaian pengaduan. Sebanyak 69,19% atau 858 produk layanan belum mampu memberikan pelayanan khusus bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus. Untuk komponen standar pelayanan informasi pengaduan, sebanyak 73,41% atau 911 produk layanan belum mampu mempublikasikan informasi prosedur dan tata cara penyampaian pengaduan oleh suatu unit pelayanan publik.
Mencermati hasil penilaian pada Kementerian dan Lembaga, dapat disimpulkan beberapa poin penting, yaitu;pertama; masih rendahnya tingkat keberpihakan atau kepedulian penyelenggara pelayanan publik terhadap hak aksesibilitas bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus (penyandang disabilitas, lanjut usia, wanita hamil, anak-anak). Kondisi tersebut menunjukkan masih kurangnya perhatian dalam pemenuhan standar pelayanan terkait dengan masyarakat berkebutuhan khusus, padahal kebijakan-kebijakan yang mewajibkan sebenarnya sudah cukup banyak. Salah satu kebijakan yang mewajibkan pemenuhan standar pelayanan bagi masyarakat berkebutuhan khusus adalah Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam UU tersebut, secara eksplisit dijelaskan bahwa salah satu asas dalam pelayanan publik adalah fasilitasi dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. Asas tersebut mencerminkan upaya pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan. Selain itu, Kementerian dan lembaga juga belum secara optimal menerapkan standar pelayanan publik.Kedua; rendahnya ketersediaan informasi dan tata cara penyampaian pengaduan. Aduan, kritik dan saran dari pengguna layanan di Unit Pelayanan Publik. Kewajiban atas pemenuhan indikator ini secara tegas tertuang dalam UU 25 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik.
Penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik tersebut perlu diketahui masyarakat, setidaknya untuk mencermati komitmen Kementerian/Lembaga dalam melaksanakan amanat Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, yang menuntut Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mematuhi UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Kementerian/Lembaga adalah contoh instansi penyelenggara negara yang berada di pusat dan menjadi wajah Indonesia bagi negara-negara asing yang berkunjung, sehingga kualitas pelayanan publik setidaknya tidak berada di zona kuning, apalagi zona merah. Dalam hal ini, Kementerian/Lembaga dapat memperbaiki diri dengan melakukan beberapa hal,pertama;segera memenuhi standar pelayanan publik;kedua;mengumumkan standar pelayanan publik kepada masyarakat baik berupa standing banner, brosur, booklet, pamflet, media elektronik, dan sebagainya;ketiga;memberikan informasi dan ketersediaan layanan bagi masyarakat berkebutuhan khusus;keempat; memberikan informasi yang jelas mengenai produk layanan masing-masing Kementerian/Lembaga.
Penilaian kepatuhan terhadap standar layanan publik
tersebut adalah salah satu tugas dan pengawasan yang dilakukan Ombudsman RI,
selain tugas pokok lainnya berupa penyelesaian laporan masyarakat. Apabila Kepatuhan
terhadap standar Pelayanan Publik ini dipenuhi instansi Penyelenggara Negara,
maka sedikit banyaknya juga akan berdampak kepada percepatan penyelesaian
laporan masyarakat, karena adanya kepedulian yang tinggi dari Isntansi
penyelenggara negara. Ombudsman RI dengan berbagai kewenangan dalam pengawasan
pelayanan publik akan terus melakukan pengawasan dan juga akan mencermati sikap
proaktif yang harus ditunjukkan Instansi Penyelenggara negara untuk pemenuhan
adanya standar layanan publik pada masing-masing Instansi. Untuk Indonesia yang
lebih maju, keberhasilan dan pencapaian pelayanan publik yang prima, perlu dukungan
dan kerjasama semua pihak termasuk kemauan Penyelenggara Negara untuk melakukan
perubahan kearah yang lebih baik dalam memenuhi standar pelayanan publik, agar
masyarakat Indonesia dapat memperoleh pelayanan publik yang baik.