• ,
  • - +

Artikel

Mengenal Ombudsprudensi
ARTIKEL • Jum'at, 02/08/2019 • Ratna Sari Dewi
 
Ratna Sari Dewi - Asisten Muda Keasisten Resolusi dan Monitoring

Selama ini, masyarakat mengenal istilah "Yurisprudensi" sebagai produk hakim di Lembaga Peradilan. Yurisprudensi ini berasal dari Bahasa Belanda "Jurisprudence" secara umum dimaknai sebagai keputusan hakim terdahulu yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan diikuti oleh hakim berikutnya atau lembaga peradilan lain dalam memutuskan suatu kasus atas perkara yang sama.

Berbeda dengan Lembaga Peradilan, Ombudsman RI sebagai Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik menyusun kumpulan penanganan Laporan Masyarakat yang disebut dengan "Ombudsprudensi", menurut Wakil Ketua Ombudsman RI Periode pertama, Prof. Dr. Mr. Sunaryati Hartono, ketika akan menyusun "Ombudsprudensi" pertama tahun 2009 menyampaikan bahwa inspirasi penyusunan berasal dari Belanda. Disebutkan bahwa dalam literatur Belanda, Ph.Langbroek dan P. Rijpkema pernah menerbitkan buku berjudul Ombudsprudentie (2004), yang memuat antara lain penanganan kasus-kasus oleh Ombudsman Belanda.

Kemudian, mencermati tugas dan tanggung jawab Ombudsman RI yang begitu luas sebagaimana UU Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI dan UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik bahwa Ombudsman dalam menangani Laporan Masyarakat dapat melakukan klarifikasi, konsiliasi, mediasi, rekomendasi serta memfasilitasi para pihak dan dapat meminta keterangan berbagai pihak terkait, maka pola dan bentuk penyelesaian laporan tersebut perlu dituliskan dalam "Ombudsprudensi", sehingga menjadi pertimbangan dan pedoman penanganan laporan masyarakat berikutnya baik di Pusat maupun Perwakilan Ombudsman.

Sampai saat ini, Ombudsman RI telah menyusun tiga buku "Ombudsprudensi" yaitu tahun 2009, tahun 2012 dan tahun 2016. Penyusunan "Ombudsprudensi" dimaksudkan sebagai pertimbangan penanganan laporan masyarakat bagi insan Ombudsman, disamping ketentuan perundang-undangan (wettenrecht). Selain itu, juga dimaksudkan dapat memperkaya pemahaman tentang hukum yang adil bagi para penegak hukum dan penyelenggara negara pada umumnya serta pengetahuan bagi masyarakat.

"Ombudsprudensi" tentu tidak sama dengan "Yurisprudensi" yang dikenal dalam ilmu hukum sebagai kumpulan putusan Pengadilan. "Ombudsprudensi" merupakan kumpulan kasus-kasus atau lebih dikenal dengan Laporan Masyarakat yang dilaporkan kepada Ombudsman RI. Laporan Masyarakat yang masuk "Ombudsprudensi" berasal dari penyeleksian laporan masyarakat pada Perwakilan Ombudsman di Provinsi dan laporan yang masuk ke Ombudsman RI di Pusat, dengan serangkaian proses pemilahan dan pemilihan.

Dalam penyusunan "Ombudsprudensi", hal yang harus diperhatikan, adalah: 1) Pelapor dan Terlapor (biasanya Pelapor dan Terlapor tidak secara eksplisit disebutkan nama orangnya); 2) substansi yang dilaporkan memiliki akibat hukum yang terkait dengan pelayanan publik, sehingga layak masuk dalam "Ombudsprudensi". Hal ini dianalisa dari kompleksitas permasalahan dan kompleksitas maladministrasi (pelanggaran) yang terjadi; 3) merupakan kepentingan umum dan permasalahan yang sering dilaporkan masyarakat; 4) bermanfaat untuk kesadaran hukum, hak-hak asasi manusia, reformasi birokrasi, pemerintahan yang baik (Good Governance) dan pelayanan publik yang prima. Hal ini menjadi pertimbangan dalam pemilihan kasus/Laporan Masyarakat yang masuk "Ombudsprudensi".

Bentuk dan formulasi penyusunan "Ombudsprudensi" ini tentu dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan dan dinamika Pengawasan Pelayanan Publik oleh Ombudsman RI, namun titik tolak yang perlu disampaikan dalam "Ombudsprudensi" adalah bahwa "Ombudsprudensi" menjelaskan penanganan Laporan Masyarakat yang memuat maladministrasi, uraian singkat laporan dan proses akhir penyelesaian. Sangat dimungkinkan bagi masyarakat yang terbiasa membaca artikel populer, "Ombudsprudensi" tidak terlalu menarik untuk dibaca, namun dari aspek kemanfaatan, "Ombudsprudensi" ini dapat menjadi inspirasi dan juga pengetahuan bagi masyarakat umum.

Sebagai gambaran, pada "Ombudsprudensi" terbitan pertama tahun 2009, dirumuskan formulasi penyusunan berupa: a) penentuan norma hukum atas laporan tersebut; b) penentuan norma umum pemerintahan yang baik yang dilanggar; c) uraian laporan secara singkat; d) menyampaikan penanganan singkat dan pertimbangan Ombudsman d) tanggapan/respon dan implementasi oleh instansi penyelenggara negara.

Sementara pada "Ombudsprudensi" terbitan tahun 2012 dan kemudian 2016, dirumuskan formulasi penyusunan berupa: a) penentuan bentuk maladministrasi dan penjelasan singkat maladminstrasi yang dilanggar tersebut; b) uraian laporan/pengaduan (secara singkat); c) penanganan singkat dan pertimbangan Ombudsman; d) tanggapan/Respon dan implementasi oleh instansi penyelenggara negara.

Pola penyusunan yang dirumuskan dalam tiga buku "Ombudsprudensi" yang telah diterbitkan tidak terlalu berbeda, dengan harapan agar para Insan Ombudsman, penyelenggara negara dan masyarakat pada umumnya dapat memahami pola penyelesaian Laporan Masyarakat oleh Ombudsman RI, maka penyusunan dilakukan dengan menjelaskan penanganan Laporan Masyarakat secara gamblang (mudah dimengerti dan dapat ditiru).

Laporan Masyarakat yang dilaporkan kepada Ombudsman RI merupakan sumber informasi yang kaya tentang seberapa baik kinerja penyelenggara negara dan juga perubahan serta perbaikan yang dilakukan instansi tersebut, oleh sebab itu untuk pencapaian pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance), "Ombudsprudensi" dapat dijadikan salah satu alat ukur, pertimbangan dan juga pedoman perbaikan pelayanan publik.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...