Mengelola Aduan Bansos Covid-19
Pandemi Covid-19 tidak hanya terkait masalah kesehatan, tetapi telah berkembang menjadi masalah sosial dan ekonomi. Covid-19 membuat kehidupan masyarakat semakin sulit. Ribuan orang kehilangan pekerjaan sehingga tingkat kemiskinan bertambah. Berbagai kebijakan social distancing dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah memaksa orang untuk berdiam di rumah saja. Roda perekonomian melambat dan masyarakat banyak kehilangan pendapatan.
Di tengah kesulitan ekonomi itulah, pemerintah dari berbagai sumber pendanaan, menyiapkan berbagai paket bantuan sosial (bansos). Diantaranya adalah bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Kartu Prakerja, Bansos dari Kemensos, Bansos dari Provinsi, Bansos Kota/Kabupaten dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Desa.
Sayangnya dalam penyaluran bansos, khususnya yang berasal dari Pemerintah Daerah di Sumatra Barat, pihak pemerintah daerah dinilai masih tertutup, belum membuka diri, dan akses publik untuk berpartisipasi masih belum terbuka. Setidaknya, hal itu terbukti dari hasil rapid asessment atau kajian cepat yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat mengenai ketersediaan layanan informasi/pengaduan penyaluran bantuan sosial dampak Covid-19 di Sumatra Barat.
Periode 22-23 April 2020, Ombudsman melakukan penelusuran ke berbagai media komunikasi seperti website pemerintah daerah, Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait dan berbagai jenis platform media sosial yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam penanganan Covid-19. Hasilnya, tidak ditemukan satu pun pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Provinsi Sumatra Barat, yang memiliki kanal infomasi/pengaduan penyaluran bansos Covid-19.
Kendati demikian, ditemukan bahwa Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam dan Kota Bukittinggi telah menyalurkan bansos Covid-19. Tetapi dari hasil kajian Ombudsman, daerah-daerah tersebut belum menyediakan saluran informasi/pengaduan penyaluran bantuan Covid-19. Bahkan, Kota Padang Panjang yang telah membuka semua data penerima bansos, by name by address di website pemerintah daerah juga belum menyediakan saluran informasi/pengaduan bansos Covid-19.
Keadaan inilah yang menyebabkan pada satu minggu belakangan, pengaduan masyarakat mengenai penanganan Covid-19 meningkat ke Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat. Terdapat 35 pengaduan mengenai penanganan Covid-19. Sebanyak 21 pengaduan berkaitan dengan bansos Covid-19 yang pada umumnya mengeluhkan permasalahan pendataan dan belum diterimanya bansos Covid-19 meskipun PSBB telah dimulai.
Pengaduan masyarakat tersebut menguatkan hasil kajian Ombudsman, bahwa sistem kontrol dan informasi/pengaduan internal pemerintah daerah khusus mengenai bansos Covid-19 tidak tersedia, sehingga pengaduan tersebut sampai ke Ombudsman. Bahkan tidak jarang pengaduan atau keluhan itu, dilampiaskan melalui media sosial oleh masyarakat, Mereka memprotes dan menyampaikan berbagai ketidakpuasaan atas kinerja pendataan dan penyaluran bansos oleh pemerintah daerah. Protes atau kekecewaan itu seharusnya bisa disalurkan secara resmi, jika saluran informasi/pengaduan disediakan, sehingga menjadi input perbaikan dalam penyaluran bansos Covid-19.
Potensi Maladministrasi
Ketiadaan saluran informasi dan pengaduan terkait bansos ini jelas sebuah perbuatan maladministrasi. Pemerintah daerah telah mengabaikan kewajibannya untuk menyediakan layanan informasi/pengaduan dalam hal pelayanan publik. Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juncto Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik menegaskan demikian. Pada intinya menyatakan, bahwa penyelenggara pelayanan publik wajib menyediakan saluran pengaduan internal (internal complaint handling) yang dapat diakses oleh masyarakat luas.
Ketiadaaan layanan pengaduan internal juga menyebabkan potensi maladministrasi dalam bentuk lain menjadi terbuka. Diantaranya adalah penyimpangan prosedur, penyimpangan prosedur berpeluang terjadi sejak pendataan penerima bansos dilakukan mulai dari level RT/RW atau Jorong/Nagari, pendataan dilakukan secara tidak akurat atau tidak sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kemudian, pungutan liar (pungli). Bisa saja akan ada oknum yang akan memanfaatkan keadaan sulit ini dengan cara meminta uang kepada calon penerima atau penerima bansos, kendati pemerintah daerah telah menegaskan layanan bansos gratis dan tanpa imbalan apapun.
Selanjutnya, penyalahgunaan wewenang dan nepotisme. Bentuknya adalah penyelenggara atau perangkat Kelurahan/Nagari, RT/RW dengan sengaja mendaftarkan anggota keluarga mereka sebagai penerima bansos walaupun tidak sesuai kriteria. Selain itu, dapat berbentuk tidak memberikan layanan, perilaku yang mengabaikan tugas pelayanan penyaluran bansos kepada masyarakat yang berhak, menolak sama sekali untuk menyalurkan bansos.
Potensi maladministrasi ini tentunya dapat diminimalisir dengan adanya saluran pengaduan. Dimana pengaduan tidak hanya diterima, tetapi ada proses yang menjamin akuntabilitas penanganan pengaduan (guaranteed complaint-handling). Masyarakat bisa mendapatkan kepastian penyelesaian masalah. Dalam hal ini pengaduan tidak dicatat saja, tapi pdelapor juga mendapatkan umpan balik atau hasil pengaduannya. Dengan demikian, akses publik untuk berpartisipasi mengawasi akan terbuka. Secara dini segala bentuk penyimpangan akan diketahui. Segala kelemahan dari sistem dan kebijakan penyaluran bansos dapat ditutup dengan adanya informasi dari publik tersebut.
Saran Perbaikan
Dari hasil kajian yang dilakukan, Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat telah menyampaikan beberapa saran perbaikan. Antara lain menyarankan Gubernur Sumatra Barat selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat Provinsi agar segera memerintahkan OPD terkait untuk menyediakan saluran informasi/pengaduan, prosedur penanganan pengaduan, dan pejabat/petugas pengelola pengaduan dalam penyaluran bansos Covid-19.
Saran yang sama juga disampaikan kepada seluruh Bupati dan Wali Kota selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Kabupaten dan Kota. Media saluran, prosedur, dan petugas pengelola informasi/pengaduan dalam penyaluran bansos Covid-19 tersebut disarankan agar dipublikasikan di berbagai media komunikasi pemerintah daerah dan berbagai media sosial yang dimiliki dan digunakan dalam penanganan Covid-19.
Merespons saran tersebut, Pemerintah Provinsi khususnya, melalui juru bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Jasman Rizal mengatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti saran Ombudsman. Gubernur akan segera menerbitkan instruksi kepada seluruh OPD yang terkait, Bupati dan Wali Kota se-Sumatra Barat agar saluran informasi/pengaduan tersebut dapat disediakan. Semoga dapat membantu mengurai kesimpangsiuran penyaluran bansos Covid-19. (*)