• ,
  • - +

Artikel

Mengawasi Pelayanan Publik Di Masa Pandemi Covid-19
• Rabu, 29/04/2020 • Melania Pasifika
 
Melania Pasifika - Asisten Ombudsman RI Perwakilan Papua saat diwawancarai awak media. (foto istimewa)

Covid-19 menjadi pembahasan diseluruh dunia saat ini. Begitu juga di Indonesia, seluruh media dipenuhi berita dan informasi tentang masalah covid-19 dan bagaimana upaya penanganan disetiap wilayah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pada awal penanganan, yang menjadi fokus adalah kesehatan dan upaya pemutusan penyebaran virus tersebut dengan melakukan social distancing (pembatasan sosial) dan physical distancing (pembatasan sosial dengan menjaga jarak fisik) yang berdampak pada situasi sosial masyarakat. Pembatasan sosial adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah, lebih spesifik lagi adalah menjaga jarak fisik sebagaimana istilah yang di gunakan WHO dalam mengatasi Covid-19, yang sejauh ini cukup dirasakan dampaknya oleh masyarakat terutama yang kelompok menengah kebawah.

Upaya pemerintah dalam percepatan penanganan covid-19 yang mengacu pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan, merupakan langkah yang baik dalam rangka pencegahan penularan penyakit, namun disisi lain pemerintah harus juga mempertimbangkan situasi sosial dan ekonomi masyarakat. Paska penerapan pembatasan sosial, 30.137 pekerja dari 3.348 perusahaan di PHK, 132.279 pekerja dari 14.697 perusahaan dirumahkan, sementara ini baru data di Jakarta (sebagaimana dimuat dalam liputan6.com pada tanggal 6 April 2020).

Sementara di Papua di tingkat Provinsi secara umum belum terdata, namun ditingkat kabupaten Jayapura hal yang sama juga terjadi, dimana 983 karyawan dari dari 4 perusahaan dirumahkan. Menteri Keuangan, Sri Mulyani juga menyebutkan salah satu dari 8 dampak utama Covid-19 terhadap perekonomian, jumlah pekerja yang di PHK dan dirumahkan lebih dari 1,5 juta. Sedangkan 1,24 juta orang adalah pekerja formal dan 265 ribu pekerja informal. Jumlah tersebut belum termasuk pedagang harian, nelayan dan petani lokal, yang hidupnya bergantung pada pendapatan harian.

Selain sektor tenaga kerja, yang akan berdampak juga pada ekonomi, sektor pendidikan, dan layanan dasar lainnya seperti sosial yang juga berhubungan dengan data kependudukan, semuanya saling berkaitan dan perlu mendapat penaganan. Sementara masyarakat diwajibkan berada dirumah saja dan melakukan aktifiktas dari rumah, yang tentunya punya kesulitan tersendiri bagi kelompok masyarakat dengan keterbatasan akses (tidak memiliki sarana komunikasi seperti TV, HP android, hingga pada ketersediaan paket data). Termasuk pedagang kecil yang harus terbatas waktu berdagang, sangat berdampak pada penghasilan dan kemampuan atas pemenuhan kebutuhan hariannya.

 

Minimnya Unit Pengaduan

Dalam situasi ini, bagaimana peran pengawasan, baik internal maupun eksternal? Tentunya menjadi sangat luas dengan hadirnya sejumlah mekanisme pelayanan yang diubah atau dipangkas. Seharusnya dengan pemangkasan mekanisme layanan, justru dapat mempercepat pelayanan, tetapi kenyataannya hingga saat ini masih terdapat sejumlah masyarakat yang mengeluh terkait buruknya layanan, terutama layanan bantuan sosial dan sembako.

Hal ini terjadi karena belum tersedianya sarana pengaduan di setiap unit penyelenggara pelayanan, minimal di tingkat pemerintah daerah. Bukan saja tersedia sarananya tetapi pengelolaan terhadap pengaduan yang diterima juga harus dilakukan, sehingga tidak ada pemisahan antara program/kegiatan dengan pengawasan terhadap pelaksanaannya yang dimulai dari internal.

Sejauh ini, melalui survey kepatuhan terhadap pemenuhan standar pelayanan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya di sejumlah Kabupaten dan Kota yang menjadi sampel, umumnya belum memiliki unit pengaduan, meskipun di tingkat Provinsi telah disediakan, namun untuk memantau 28 Kabupaten dan 1 Kota di Provinsi Papua masih mengalami berbagai kendala. Ketidaktersediaan sarana pengaduan masyarakat dapat mengurangi akuntabilitas pelayanan dimasa pandemi ini, artinya belum maksimal dalam upaya mewujudkan sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Keterbukaan pemerintah melalui mekanisme pengaduan yang dikelola dengan baik terutama pada masa pandemi ini merupakan bagian yang dapat ikut mendorong percepatan penanganan Covid-19. Dengan mengintegrasi penanganan dalam gugus tugas penanganannya, perlu diberikan ruang untuk menerima keluhan masyarakat bukan hanya terkait kesehatan, tetapi lebih umum dengan mekanisme rujukan. Dalam arti, pada pokso-posko gugus tugas diharapkan memberikan ruang untuk menerima pengaduan terkait dampak Covid-19, yang kemudian akan diteruskan kepada instansi/OPD yang berwenang untuk ditindaklanjuti.

Sinergitas ini belum nampak dalam penanganan covid-19, sehingga masih terlihat keluhan masyarakat yang langsung dilakukan, misalnya pada saat pembagian sembako yang dilakukan dengan cara yang memprihatinkan. Minimnya pengaduan sangat berpotensi penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara pelayanan yang mempunyai tanggung jawab terhadap bidang tersebut. sehingga selain sebagai kewajiban menyediakan sarana pengaduan, tetapi juga merupakan fungsi kontrol bagi aparatur yang merupakan penyelenggara dan pelaksana pelayanan, sebagai upaya pencegahan maladministrasi yang dapat berujung pada korupsi.

 

Pengawasan Di Masa Covid-19

Pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, terdiri dari 2 yaitu pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawas internal terdiri dari Atasan Langsung dan Pengawas Fungsiona, lalu untuk pengawas eksternal terdiri dari masyarakat, Ombudsman dan DPR. Dengan jelas dalam Undang-undang ini, pada ayat (3) huruf a bahwa pengawas eksternal dalam hal ini masyarakat, dilakukan berupa laporan atau pengaduan atas penyelenggaraan pelayanan publik. Ini menunjukkan pentingnya sebuah sarana pengaduan yang dapat menjadi bagian dari kontrol atau pengawasan publik.

Kendala dalam masa pembatasan sosial karena setiap orang diwajibkan berada dirumah, termasuk penyelenggara dan pelaksana pelayanan juga diwajibkan bekerja dari rumah(Work From Home). Menghadapi sistem bekerja dari rumah seperti ini, sangat diperlukan pengaturan model/mekanisme pelayanan, agar pelayanan dapat tetap berjalan dengan prima. Terutama bagi OPD pemberi layanan dasar dan belum menyusun/memiliki standar pelayanan, atau sudah memiliki namun belum dipahami oleh petugas pelayanan. Ini akan berdampak pada perubahan alur pelayanan, dan OPD yang bersangkutan sudah harus mempersiapkan petugas yang siap melayani dengan penyesuaian mekanisme layanan. Seberapa siap petugas pelayanan melaksanakan pelayanan tersebut sangat tergantung dari penyesuaian model kerja dan kebijakan sektoral yang disiapkan dari turunan kebijakan pimpinan daerah.

Peran pengawas internal dalam situasi ini menjadi penting sebagai fungsi kontrol penyelenggaraan pelayanan diantaranya: Pertama, memastikan layanan tetap berjalan; Kedua, meminimalisir penyalahgunaan wewenang; dan Ketiga, memastikan layanan tersebut cepat, tepat dan efektif. Selain oleh pengawas internal, pengawasan secara eksternal diharapkan dapat berjalan agar dapat memberikan masukan atas proses pelayanan yang dilakukan.

Sejauh ini posko penanganan Covid-19 dibuka untuk publik, namun sangat jarang ditemui ada poin menerima saran dan pengaduan dalam informasi yang diberikan oleh gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Masyarakat sebagai pengawas eksternal, belum terbiasa untuk melakukan kritik yang membangun (berupa saran perbaikan) yang terarah kepada pihak penyelenggara layanan, sebagian besar masih menumpahkan keluhan mereka di media sosial dan hanya menjadi diskusi tanpa hasil karena tidak dilakukan sesuai mekanisme yang benar. Kondisi ini tidak sepenuhnya menjadi kelalaian masyarakat karena tidak kritis, tetapi juga dari sisi ketersedian sarana pengaduan sangat tidak mendukung, sehingga keluhan masyarakat belum dapat tersalurkan dengan baik dan benar.

Selain masyarakat, DPR baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota perlu mengambil langkah pengawasan terhadap implementasi peruntukan anggaran yang dikhususkan bagi penanganan Covid-19. Terutama dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan APD dan perlengkapan medis, hingga pada pemenuhan kebutuhan masyarakat berupa bantuan sosial dan sembako. Setelah perubahan tentunya telah tersedia sejumlah anggaran untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, guna memastikan efektif dan efisiennya penggunaan dana tersebut, DPR diharapkan melakukan pengawasan lebih fokus dan spesifik pada penanganan covid-19.

 

Peran Ombudsman dan Saran bagi Pemerintah Daerah

Sebagai salah satu pengawas eksternal sebagaimana diamanatkan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia diberi tanggung jawab melakukan pengawasan bersama dengan DPR dan masyarakat. Di Provinsi Papua, pengawasan dilakukan dengan sangat terbatas pada masa bekerja dari rumah(WFH). Beberapa kali mengikuti hasil rapat koordinasi muspida, nampak pemda belum siap jika terjadi ledakan kasus covid-19 di Provinsi Papua, sehingga pemda memutuskan melakukan karantina wilayah dengan membatasi arus keluar-masuk orang dari dan keluar Papua.

Hal ini menunjukkan pemerintah belum memiliki perencanaan penyelenggaraan pelayanan yang efektif terhadap berbagai situasi, baik dalam kondisi normal maupun dalam kondisi bencana. Pengawasan Ombudsman di daerah dilakukan melalui komunikasi yang intens dengan pimpinan daerah baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang dapat terjangkau melalui komunikasi. Sementara untuk kabupaten yang belum dapat terjangkau dengan komunikasi, tetap dilakukan koordinasi kepada pemprov.

Koordinasi yang terbangun dengan pemda cukup baik dalam penanganan Covid-19, dalam melakukan pengawasan terhadap kesiapsiagaan rumah sakit rujukan dan dalam menghadapinya di Provinsi Papua. Dari 10 rumah sakit yang dijadikan sampel, pemda cukup koordinatif, namun sejauh ini dalam memberikan pelayanan belum tersedia sarana pengaduan yang tersentral untuk penanganan Covid-19.

Sebagai saran dalam catatan akhir, untuk penanganan covid-19 diperlukan sinergitas dari semua sektor dan tidak terfokus pada kesehatan. Sinergitas disini selain lintas sektor juga lintas pemda, dengan melakukan koordinasi dan langkah penanganan secara bersama. Setelah dilakukan koordinasi terintegrasi, perlu dibangun sistem pengaduan yang menjadi alat kontrol penanganan Covid-19 sekaligus sebagai media komunikasi warga dengan penyelenggara pelayanan. Bagian lainnya adalah pengawasan tetap harus berjalan maksimal pada setiap tingkatan, dari pengawasan internal maupun eksternal yang berfokus pada mendorong efektifitas dan percepatan penanganan covid-19. (ori-papua, mf)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...