• ,
  • - +

Artikel

Mendorong APBD Pro Rakyat
ARTIKEL • Rabu, 20/11/2019 • Darius Beda Daton
 
ilustrasi: google

Judul tulisan ini diinspirasi oleh seminar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Program Studi Akuntansi Unika Widya Mandira Kupang pada Hari Jumad (8/11) lalu dengan tema; "Mendorong APBD NTT yg Pro Rakyat". Saya hadir dalam seminar itu dan sungguh mengapresiasi kegiatan seminar dengan tema ini sebab Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen yg vital untuk mendorong program pembangunan daerah yang pengelolaannya harus kredibel dan berdampak ke publik. Makin banyak kampus dan mahasiswa yang melototi rincian APBD di semua kabupaten/kota tentu akan lebih bagus dalam rangka transparansi dan mendorong tata kelolah anggaran daerah. Saya menyadari bahwa isu tentang APBD memang tidak semenarik kasus-kasus kriminal dan korupsi, TKI ilegal, blok masela, pariwisata, kelor dll. Apalagi membedah APBD akan njelimet dengan angka-angka dan tabel yang memusingkan. Karenanya tidak banyak orang yang tertarik berdiskusi soal APBD. Meski demikian anggaran pro rakyat miskin sejatinya harus terus dibicarakan. Inisiatif dari masyarakat sipil termasuk kalangan kampus yang resah dengan fakta bahwa anggaran daerah tak selalu diperuntukkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat harus terus muncul. Dengan melihat angka-angka yang tertera dalam APBD, kita bisa mengetahui ke mana orientasi kebijakan politik suatu pemerintah daerah. Apakah sudah mengokomodasi kepentingan rakyat miskin atau hanya pro kepada kepentingan orang berduit saja. Kita juga bisa mengetahui berapa banyak daerah di NTT yang belum melaksanakan anggaran mandatory atau wajib sesuai dengan amanat undang-undang dasar seperti 20 persen untuk anggaran pendidikan atau 10 persen untuk anggaran kesehatan.

Fungsi APBD

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor: 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD yang diterbitkan setiap tahun, ada tiga fungsi APBD. Pertama; fungsi alokasi. Anggaran merupakan instrumen pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa publik guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam fungsi ini, anggaran dibedakan antara belanja pegawai, belanja pembangunan atau belanja publik. Kedua; fungsi distribusi. Anggaran merupakan sebuah instrumen untuk membagi sumber daya (kue pembangunan) dan pemanfaatannya kepada publik secara adil dan merata guna mengatasi kesenjangan sosial antara kota dan desa, miskin dan kaya, serta kelompok. Ketiga; Fungsi stabilisasi. Penerimaan dan pengeluaran negara tentu mempengaruhi permintaan agregat dan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Dengan fungsi ini, maka anggaran menjadi instrumen untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi.

Mengapa Pro Rakyat

Definisi sederhana dari anggaran pro rakyat adalah anggaran yang dibuat untuk mengakomodasi kepentingan kelompok miskin. Orang miskin seringkali nasibnya menjadi terabaikan atau tak diprioritaskan. Anggaran itu seperti "gula" yang mengundang semut-semut untuk datang dan memperebutkannya. Mereka yang tak punya kuasa akhirnya harus menelan pil pahit karena tersingkir meski merupakan populasi besar yang harus diperhatikan. Praktik di sejumlah daerah menunjukkan perebutan anggaran dimaksud. Di Kabupaten TTU, Bupati dan DPRD nyaris adu jotos karena memperjuangkan perbedaan anggaran yang tertera dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Pun demikian dengan kabupaten lain di NTT. Hemat saya, ini adalah hal yang wajar sebab anggaran adalah ajang perebutan kue pembangunan dan distribusi anggaran oleh elit politik. Itu sebabnya diperlukan gerakan-gerakan untuk memperjuangkan anggaran pro poor (pro rakyat miskin). Gerakan advokasi anggaran pro rakyat miskin berupaya agar anggaran tidak hanya demokratis dari sisi proses penyusunannya, tetapi juga mendorong 'wajah' APBD lebih pro rakyat miskin dan berkeadilan, sehingga APBD mencerminkan sebuah upaya mewujudkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan. Gerakan advokasi anggaran dilakukan dengan berbagai jalan, mulai dari demonstrasi, kajian terhadap kebijakan anggaran sampai melakukan lobi-lobi ke DPRD dan kepala daerah agar anggaran yang disusun memberikan porsi yang proporsional terhadap penduduk miskin.

APBD NTT

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (18/9/2019) menyatakan masih melihat adanya inefisiensi belanja daerah. APBD di berbagai daerah lebih dari 75 persen habis untuk belanja gaji dan operasional sehingga pembangunan daerah menjadi kurang. Menkeu merinci, porsi belanja pegawai di dalam APBD berada di angka 36 persen. Kemudian, penggunaan anggaran untuk belanja yang sifatnya bukan investasi, seperti belanja barang dan jasa serta perjalanan dinas juga tinggi, sekitar 13,4 persen. Bagaimana dengan NTT? Saya belum sampai pada membedah APBD seluruh kabupaten/kota di NTT. Saya hanya menampilkan contoh alokasi APBD NTT 2019 dan RAPBD 2020. Seberapa besar alokasi untuk publik, dapat dilihat dari angka-angka berikut ini. APBD Provinsi NTT Tahun 2019 adalah sebesar Rp 5.347.158.022.105. Terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 1.131.943.378.705 dan dana perimbangan sebesar Rp 4.174.054.978.000. Belanja daerah Tahun 2019 terdiri dari belanja tidak langsung sebesar Rp 3.427.011.808.823 meliputi belanja pegawai sebesar Rp 1.549.940.512.025, belanja hibah sebesar Rp 1.400.192.388.904 dan belanja bantuan sosial sebesar Rp 20.322.000.000. Sedangkan RAPBD 2020 sebesar Rp. 6.135.424.193.564. Perkiraan PAD sebesar Rp 1.513.400.000.000. Dana perimbangan sebesar Rp 4.514.106.310.000 dan lain- lain pendapatan yang sah sebesar Rp 107.917.883.564. Rencana belanja sebesar Rp 6.278.006.283.814 terdiri dari belanja tidak langsung Rp 3.617.891.271.888 dan belanja langsung sebesar Rp 2.660.115.011.926. Dengan beberapa kegiatan strategis pada TA 2020 diantaranya adalah; pengadaan 1 unit Rumah Sakit Terapung sebesar Rp.150.000.000.000, dukungan Penanganan Stunting sebesar Rp.41.548.156.000. Pembangunan ruas jalan provinsi sepanjang 157,50 Km sebesar Rp.406.196.200.000. Hibah rehab 1200 unit rumah tidak layak huni dan sanitasinya sebesar Rp.24.000.000.000. Pengadaan 1000 unit PLTS Sehen sebesar Rp.3.231.650.000. Hibah Pengadaan Meteran listrik bagi masyarakat tidak mampu sebanyak 3900 unit Rp.4.143.750.000 dan Meteran Gratis di 7 lokasi pariwisata sebanyak 721 unit Rp.766.062.500. Kita berharap angka-angka dalam APBD tersebut bisa menggerakkan ekonomi dan secara khusus mendorong pertumbuhan sektor-sektor tertentu yang penting bagi kelompok miskin, sehingga memberikan efek ganda dalam bentuk kesempatan kerja yang optimal dan peningkatan pendapatan kelompok miskin. APBD kita juga mesti digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia melalui alokasi pendidikan dan kesehatan yang memadai serta dapat memperbaiki ketimpangan kondisi dan akses antar daerah atau golongan. Semoga.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...