Memperbaiki Tata Kelola Warkah di Kantor Pertanahan
Pengelolaan warkah dan arsip/dokumen pertanahan di Kantor Pertanahan, baik di wilayah maupun kabupaten/kota menjadi perhatian yang serius. Mengapa demikian? Dari keluhan publik yang disampaikan ke Ombudsman Kalsel terkait pelayanan warkah atau arsip tanah disampaikan bahwa terjadi dugaan kelalaian BPN dalam menjaga warkah, akibat tidak adanya aturan sanksi yang jelas. Penundaan berlarut penyelesaian kasus pertanahan akibat warkah yang hilang termasuk dugaan penyimpangan prosedur penggunaan warkah.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka perbaikan tata kelola warkah atau manajemen arsip di tubuh Badan Pertanahan Nasional merupakan keniscayaan. Temuan sementara Tim Ombudsman Kalsel atas pengelolaan warkah di sebagian kabupaten/kota di Kalsel masih terdapat sejumlah masalah klasik, seperti jumlah SDM pengelola arsip yang terbatas, anggaran pengelolaan arsip yang minim, ruang atau sarpras arsip yang belum representatif, serta mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban pengelolaan arsip yang masih belum jelas.
Kendala lainnya adalah belum meratanya komitmen kepala Kantor Pertanahan kabupaten/kota beserta SDM internal untuk menjadikan tata kelola warkah core business menjadi bagian penting dari lembaga negara administrasi pertanahan ini. Sebab filosofi atau hakikatnya, berkas tanah atau warkah adalah berkas yang "hidup". Bukan hanya sebatas alat pembuktian hak, tapi dokumen negara yang wajib disimpan dan dipelihara dengan cara khusus, sebab dokumen ini penting menjadi dasar tertibnya pertanahan yang dikelola negara.
Belum lagi kita berbicara problem pertanggungjawaban warkah yang hilang, baik karena lamanya umur berkas, dugaan kelalaian petugas, pergantian pimpinan, perpindahan kantor, perawatan khusus berkas yang tidak memadai, tidak ditempatkan pada lemari berkas khusus, daftar arsip yang tidak berbasis digital sampai pada arus bolak-balik keluar masuk berkas sebab peminjaman petugas atau proses pembuktian di persidangan yang tidak tertib (lalai).
Kondisi ini pastinya akan merugikan, baik internal BPN apalagi publik (pemegang SHM). Pasalnya, ketidakpastian regulasi maupun mekanisme penyelesaian atas warkah yang hilang dengan segala faktor penyebabnya akan membuat potensi maladministrasi terus terjadi. Bahkan saat ada pembiaran terus menerus, akan terjadi sengketa berkepanjangan yang bisa jadi tak kunjung usai sebab penyelesaian problem hulu tidak diprioritaskan.
Sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI melakukan penelitian atau kajian sistemik atas tata kelola warkah ini, agar setidaknya ada upaya "intervensi" positif dalam memengaruhi arah pelayanan publik, mencegah maladministrasi sistemik serta sebagai masukan role model di tubuh BPN. Sehingga menjadi acuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Menuju Sloka Etnik/Digitalisasi Warkah
Kondisi saat ini, sebagian tata kelola warkah di sejumlah kantor pertanahan di Indonesia masih menggunakan warkah analog, meski bagi jenis tertentu sudah ada warkah digital, namun jumlahnya masih sedikit. Ke depan, digitalisasi warkah inilah yang mutlak dilakukan semua kantor pertanahan di daerah. Meskipun temuan Ombudsman Kalsel lainnya hanya sedikit Kantor Pertanahan yang sudah bekerjasama dengan pihak ketiga untuk membantu proses digitalisasi warkah.
Catatan Ombudsman dari sisi lainnya mengenai prioritas kantor pertanahan yakni proses digitalisasi pada berkas dokumen yang didaftarkan hanya pada tahun 2020 atau beberapa tahun terakhir saja. Padahal publik menghendaki prosesnya juga dilakukan pada warkah tahun lama dibawah tahun 90-an. Hal inilah menjadi misi berat bagi BPN sebab faktor-faktor penghambat di atas harus diselesaikan secara bertahap.
Selain digitalisasi warkah, rencana BPN untuk melakukan inovasi dengan penerapan Skola Etnik atau sistem pengelolaan warkah elektronik menjadi program yang ditunggu-tunggu publik. Sebab bagi publik, sudah seharusnya di era disrupsi dan layanan berbasis komputerisasi dan aplikasi ini, pekerjaan BPN tidak lamban lagi (undue delay) dalam merespon kebutuhan layanan prima. Mencapai target menjadi kantor pertanahan yang reformis dan masuk wilayah bebas KKN, bersih melayani dan anti maladministrasi. Ini adalah jalan terbaik untuk membangun citra positif lembaga yang selama ini menjadi salah satu lembaga yang banyak dikeluhkan oleh publik.
Maka dari itu, komitmen untuk segera melakukan perbaikan komprehensif di tubuh BPN adalah secercah harapan yang dinanti-nanti oleh publik. Meskipun tidak adil juga kalau tugas berat itu hanya di limpahkan di pundak BPN sendiri, tetapi juga partisipasi, kolaborasi dan dukungan nyata dari semua pihak, lintas sektor, terlebih masyarakat atau publik.
Kita tunggu kapan janji layanan publik ini bisa direalisasikan. Sebagai masyarakat akan selalu kita tagih tapi juga disertai dukungan dan keterlibatan memberikan masukan konstruktif serta turut aktif ikut serta membangun perubahan budaya positif untuk BPN yang lebih baik.