• ,
  • - +

Artikel

Membenahi Pelayanan dan Penghargaan hak Pejalan Kaki (Pedestrians)
ARTIKEL • Kamis, 17/10/2019 • Ratna Sari Dewi
 
Insan Ombudsman RI dalam suatu kegiatan (Maret, 2019), ketika berada di Canberra, Australia, menyaksikan penghargaan yang baik bagi Pejalan kaki. Di penyeberangan bertuliskan “Give Way To Pedestrians”

Berjalan kaki yang dilakukan manusia sebenarnya adalah moda transportasi pertama yang dikenal manusia, dimana saat pertama kali manusia ingin ke suatu tempat, berjalan kaki yang dilakukan. Kemudian berkembang menggunakan bantuan tenaga hewan, hingga akhirnya muncul berbagai kendaraan seperti sekarang, maka sebenarnya Pejalan kaki (Pedestrian) seharusnya memiliki hak yang seimbang dengan Pengguna kendaraan bermotor, dihargai dan juga dilakukan penerapan sanksi apabila hak tersebut dilanggar.

Walaupun saat ini mobilitas manusia dilakukan dengan menggunakan berbagai macam alat transportasi, sehingga aktifitas berjalan kaki hanya dilakukan untuk menempuh jarak pendek, namun populasi Pejalan kaki (pedestrian) tidak berkurang dan bahkan memiliki kecenderungan semakin meningkat, terutama pada pusat perbelanjaan dan tempat-tempat pemukiman penduduk.

Di Indonesia sendiri, Pejalan kaki sampai saat ini belum begitu dihargai, bukan hal yang memalukan bagi Pengendara kendaraan bermotor, apabila melihat Pejalan kaki hendak menyeberang, semakin menambah kecepatan kendaraannya, agar bisa melewati terlebih dahulu sebelum Pejalan kaki tersebut menyeberang jalan. Selain itu, trotoar bagi Pejalan kaki juga mengalami pertumbuhan yang sangat lamban, bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Walaupun pada beberapa tempat di Pusat Kota, Ruang Pedestrian saat ini telah banyak dikembangkan lebih modern, namun hak Pejalan kaki belum dipahami secara baik oleh masyarakat, disamping sosialisasi yang tidak memadai dari Pemerintah sebagai pemegang kendali penerapan peraturan.

Peraturan atau ketentuan hukum yang mengatur lalu lintas Pejalan kaki, sudah ada dan sudah diketahui banyak orang, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan. Salah satu substansi yang diatur dapat kita lihat pada Pasal 106 ayat (2) UU Nomor 22/2009, yang mana Pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan Pejalan kaki. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, pada Pasal 34 ayat (4), menyatakan bahwa trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas Pejalan kaki, namun kenyataannya ketaatan Pengendara kendaraan bermotor kepada ketentuan ini tidak terlihat dipatuhi dengan baik, bahkan cenderung disepelekan.

Hak dan kewajiban Pejalan kaki juga diatur dalam UU Nomor 22/2009. Pada Pasal 131, diatur mengenai hak Pejalan kaki, yaitu;1).Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain, 2). Pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan, 3). Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud diatas, Pejalan kaki berhak menyeberang ditempat yang dipilih dengan memperhatikan dirinya.

Sementara, kewajiban Pejalan kaki diatur pada Pasal 132, UU Nomor 22/2009, yaitu; 1). Menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan kaki atau jalan yang paling tepi, atau menyeberang di tempat yang telah ditentukan, 2). Pejalan kaki wajib memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas, 3).Pejalan kaki penyandang cacat harus menggunakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna jalan lain.

Walaupun sudah terdapat ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban Pejalan kaki, namun penghargaan dan juga sikap mematuhi hak Pejalan kaki oleh Pengendara kendaraan bermotor hingga saat ini tak kunjung membaik. Fakta yang terjadi adalah Pejalan kakilah yang harus menyesuaikan diri dengan Pengguna kendaraan bermotor. Ketika hak Pejalan kaki diabaikan, jika tidak mau mengalah, Pejalan kaki sering harus bersitegang dengan Pengguna kendaraan bermotor. Percekcokan sering tak terhindarkan, sampai Pejalan kaki yang mengalah.

Peristiwa pengabaian hak Pejalan kaki yang terus terjadi, sudah seharusnya disikapi Pemerintah dengan melakukan upaya meningkatkan ketaatan Pengguna kendaraan bermotor untuk mematuhi hak Pejalan kaki. Bentuk pengawasan yang dapat dilakukan, antara lain; 1). Memberi tanda (Plang) di setiap trotoar dan penyeberangan (zebra cross) agar memberi atau mematuhi hak Pejalan kaki 2). Menggunakan CCTV di Zebra Cross, trotoar dan jalan pada umumnya untuk mencermati/mengamati Pengguna kendaraan bermotor yang tidak mematuhi hak Pejalan kaki 3). Memberikan sanksi ataupun teguran kepada Pengguna kendaraan bermotor, apabila melanggar hak Pejalan kaki, baik yang terlihat secara langsung oleh Petugas ataupun yang diamati melalui CCTV.

Walaupun sanksi juga sudah diatur dalam ketentuan UU Nomor 22/2009, yaitu pada Pasal 284, bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan kaki atau Pesepeda, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp. 500.000,-, namun penerapannya tidak optimal.

Apabila kita melihat di Negara maju, seperti Australia contohnya, Hak Pejalan kaki (Pedestrian) sangat dihargai dan tidak dilanggar oleh Pengguna kendaraan bermotor. Di setiap trotoar dan penyeberangan, di pasang tanda yang bertuliskan "Give Way To Pedestrians". Terlihat Pejalan kaki nyaman dengan trotoar yang memadai dan penyeberangan yang aman.

Di Indonesia, Pembangunan jalan yang besar-besaran di berbagai kota saat ini, hendaknya juga memperhatikan betul mengenai ketersediaan trotoar yang memadai bagi Pejalan kaki serta memperhatikan hak Pejalan kaki.

Pemerintah dan Aparat perlu melakukan pembenahan dan Pengawasan untuk kenyamanan dan keamanan Pejalan kaki, karena Pejalan kaki adalah bagian Pengguna lalu lintas jalan yang berhak atas pelayanan publik yang baik. Pemerintah juga perlu mensosialisasikan untuk mematuhi hak Pejalan kaki dengan berbagai cara melalui media sosial, media massa dan himbauan secara langsung. Pemenuhan hak Pejalan kaki adalah salah satu etalase yang dapat memperlihatkan seberapa beradab dan berbudayanya kita sebagai masyarakat berperadaban tinggi.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...