Membaca Hak Publik di Kantor Pertanahan
Dalam
era pembangunan dewasa ini tanah telah menjadi aset berharga, karena menjadi sumber kemakmuran dan
juga kesejahteraan dalam kehidupan bagi masyarakat luas. Pelayanan bidang
pertanahan menjadi sangat krusial, karena hampir semua aktifitas manusia baik
secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah/lahan. Banyaknya irisan
kepentingan mengakibatkan sering terjadi sengketa atas tanah, sehingga
memerlukan proses yang baik dalam pengurusannya.
Namun demikian, sudah menjadi rahasia umum bahwa permasalahan pertanahan sebagian besar terkait pada sektor pelayanannya. Berdasarkan data Ombudsman Republik Indonesia sejak 3 tahun terakhir, menunjukan bahwa secara nasional substansi pertanahan tidak pernah absen menempati posisi puncak sebagai substansi yang paling sering dilaporkan masyarakat. Fakta ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Tjiptono (2005:13), bahwa pelayanan yang berkualitas akan memberikan kepuasan kepada pengguna layanan, sedangkan kualitas pelayanan yang rendah dapat menyebabkan banyaknya keluhan dari pengguna layanan.
Berbicara tentang kualitas pelayanan, kata kualitas itu sendiri memang memiliki beragam dimensi subjektif. Oleh sebab itu perlu adanya standar tentang apa dan bagaimana kualitas pelayanan publik itu sudah bisa dikatakan baik atau belum. Meskipun standar ini tentunya juga belum dapat memuaskan semua pihak yang terlibat, namun setidaknya dengan adanya standar ini, maka pihak-pihak yang merasa keberatan dan tidak puas dengan layanan publik yang diterima dapat melakukan komplain.
Dengan demikian, maka setiap penyelenggara pelayanan publik termasuk Kantor Pertanahan harus memiliki standar pelayanan, sebagaimana juga telah diatur dalam Undang-undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam Undang-undang ini mengatur 14 komponen standar layanan yang wajib dipenuhi penyelenggara, yang kemudian melalui Permenpan-RB Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan digolongkan menjadi 2 (dua) komponen, yakni: pertama, komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses pengelolaan pelayanan di internal organisasi (manufacturing) yaitu dasar hukum, sarana dan prasarana, dan/atau fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, serta evaluasi kinerja pelaksana. Selanjutnya, komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses penyampaian pelayanan (service delivery) yaitu persyaratan, sistem, mekanisme, dan prosedur, jangka waktu pelayanan, biaya/tarif, produk pelayanan, penanganan pengaduan, saran dan masukan. Komponen service delivery ini wajib dimaklumatkan sehingga menjadi pegangan publik.
Mengacu pada Undang-undang Pelayanan Publik, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Sehingga mengarahkan Kantor Pertanahan sebagai pelaksana tugas BPN di Kabupaten/Kota untuk berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan mematuhi setiap standar layanan.
Hasil Kepatuhan Kementerian ATR/BPN
Sebagai bentuk pengawasan dalam penerapan standar pelayanan publik, sejak tahun 2015 Ombudsman sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, rutin melakukan Penilaian Kepatuhan Terhadap Standar Pelayanan Publik. Pada bulan November 2019 yang lalu, Ombudsman mengeluarkan rilis hasil penilaian untuk tahun 2019 yang telah diklasifikasikan ke dalamtraffic light system (zona merah, zona kuning, dan zona hijau).
Hasil penilaian menunjukan dari total 25 Kementerian yang dinilai selama kurun waktu 5 Tahun, masih terdapat Kementerian yang berada dalam zona kuning atau predikat kepatuhan sedang, salah satunya adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Diketahui bahwa faktor yang menyebabkan Kementerian ATR/BPN sulit beranjak dari zona kuning, adalah ketidakseragaman implementasi standar pelayanan publik pada tiap Kantor Pertanahan yang tersebar di Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Sehingga menjadi hal yang lumrah jika penerapan standar layanan yang tidak maksimal ini, berbanding linier dengan tingginya keluhan masyarakat substansi pertanahan yang dilaporkan kepada Ombudsman.
Hal ini mempertegas bahwa pengabaian terhadap standar pelayanan berpotensi mengakibatkan memburuknya kualitas pelayanan. Misalnya jika tidak terdapat maklumat pelayanan yang dipampang, maka potensi ketidakpastian hukum terhadap pelayanan publik akan sangat besar. Jika tidak terdapat standar waktu dan biaya yang dipampang, maka potensi pungli, calo, dan suap menjadi lumrah di kantor tersebut. Meski demikian, tidak semua laporan masyarakat itu terkait proses layanan yang tidak sesuai standar layanan, tetapi bisa juga karena tingginya harapan masyarakat (pengguna layanan) yang melampui standar yang telah ditentukan.
Hasil Kepatuhan Kantor Pertanahan di NTT
Di tingkat daerah, hasil penilaian kepatuhan pada Kantor Pertanahan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak menunjukan hasil yang berbeda. Dari 13 Kantor Pertanahan di Provinsi NTT yang dijadikan sampel, hanya terdapat 2 (dua) Kantor Pertanahan yang berhasil masuk dalam zona hijau dengan predikat kepatuhan tinggi, yaitu Kantor Pertanahan Kabupaten Kupang dan Kantor Pertanahan Kota Kupang.
Menurut data Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT Tahun 2019, diketahui bahwa terdapat beberapa komponen standar pelayanan publik yang paling sering dilanggar oleh Kantor Pertanahan yang masuk zona kuning atau tingkat kepatuhan sedang. Sebelas Kantor Pertanahan tersebut tidak memajang maklumat pelayanan sehingga potensi ketidakpastian hukum terhadap pelayanan yang diberikan akan semakin besar; sebanyak 7 (63,6%) Kantor Pertanahan yang tidak mempublikasikan indikator sistem, mekanisme dan prosedur layanan serta tidak menyediakan informasi pelayanan publik non-elektronik sehingga membuka potensi bertumbuhnya praktek calo; sebanyak 10 (90,9%) Kantor pertanahan yang belum menyediakan pelayanan khusus dan sarana/prasarana (seperti Ram/Rambatan/Kursi Roda/Jalur Pemandu/Toilet Khusus/Ruang Menyusui) sehingga turut memangkas hak pengguna layanan yang berkebutuhan khusus untuk mendapatkan layanan yang berkeadilan; dan sebanyak 9 (81,8%) Kantor Pertanahan yang tidak publikasikan tata cara dan mekanisme pengaduan, sehingga memangkas hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang utuh/transparan dan terukur terkait pengelolaan keluhan atau pengaduan, saat pelayanan yang diterimanya tidak sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan (tidak sesuai standar layanan).
Kualitas Layanan
Hasil Penilaian Ombudsman juga menunjukan bahwa, terdapat beberapa komponen standar layanan yang belum dipenuhi oleh penyelenggara yang telah masuk zona hijau. Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kupang terdapat 3 komponen yang belum dipenuhi, yaitu informasi pelayanan publik non-elektronik, pelayanan khusus bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus, dan belum menginformasikan prosedur penyampaian pengaduan. Sedangkan pada Kantor Pertanahan Kota Kupang, selain belum menyediakan petugas pengelola pengaduan dan memajang tata cara mekanisme mengadu, juga belum menyediakan sarana pengukuran kepuasan pelanggan pada setiap layanannya. Padahal sarana pengukuran kepuasan pelanggan adalah media untuk menampungfeedback dari para pengguna layanan, yang dapat dijadikan bahan evaluasi kinerja sebagai upaya meningkatkan kualitas layanan.
Berangkat dari pendapat Tjiptono dan fakta bahwa Kantor Pertanahan Kota Kupang belum menyediakan sarana pengukuran kepuasan pelanggan, dapat dikatakan bahwa Kantor Pertanahan Kota Kupang belum sepenuhnya berorientasi pada kualitas layanan. Hal ini terkonfirmasi oleh data Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT tahun 2019, bahwa dari 48 data akses masyarakat substansi pertanahan di Provinsi NTT, 15 akses diantaranya berkaitan dengan layanan Kantor Pertanahan Kota Kupang, sehingga tercatat sebagai Kantor Pertanahan yang paling sering dilaporkan oleh masyarakat (pengguna layanan).
Fenomena ini menjadi menarik, karena meskipun berhasil mendapat predikat kepatuhan tinggi (zona hijau) oleh Ombudsman, tidak serta-merta berbanding lurus dengan minimnya laporan masyarakat terkait layanan Kantor Pertanahan Kota Kupang. Namun seperti yang telah dijelaskan dalam Ringkasan Eksekutif Hasil Penilaian Kepatuhan Tahun 2019 yang dibuat oleh Ombudsman, bahwa penilaian kepatuhan ini memang hanya berfokus pada atribut-atribut standar pelayanan yang sudah terpampang (tangible) atau disiapkan di ruang pelayanan oleh masing-masing institusi. Artinya, Ombudsman hanya menilai apakah standar layanan yang diamanatkan oleh Undang-undang Pelayanan Publik itu telah terpublikasi/terpampang atau belum. Penilaian kepatuhan ini belum sampai pada menilai apakah pelayanan yang dilakukan telah sesuai dengan standar layanan yang dipampang atau tidak. Sehingga untuk melengkapi penilaian kepatuhan ini, Ombudsman juga sedang menyiapkan dan menyempurnakan Penilaian Inperma (Indeks Penilaian Persepsi Masyarakat), yang ditujukan untuk menilai kesesuaian pelaksanaan publikasi standar pelayanan, dengan pelayanan yang diberikan kepada pengguna layanan.
Sejatinya, sudah menjadi hak publik untuk mendapatkan informasi standar layanan dan layanan sesuai standar yang ditetapkan. Hak ini adalah hak masyarakat. Hak yang semestinya tidak perlu bersusah payah, mengeluh, atau sampai mengeluarkan "imbalan" untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, hasil Penilaian Kepatuhan ini perlu dimaknai sebagai acuan utama Penyelenggara dalam melindungi hak publik, bukan sebagai pemenuhan formalitas semata terkait standar pelayanan. Sehingga Kantor Pertanahan yang masuk zona kuning diharapkan untuk terus berbenah, dengan memajang serta mematuhi standar layanan yang telah diamanatkan. Sedangkan Kantor Pertanahan yang telah masuk Zona hijau diharapkan tidak hanya berorientasi pada aspek kuantitas (berapa banyak komponen standar layanan yang telah dipajang), tetapi juga secara konsisten menerapkan layanan sesuai standar yang telah ditetapkan, sebagai ukuran objektif pelayanan yang berkualitas, demi tercapainya keadilan dan kemakmuran masyarakat sesuai visi yang telah dimaklumatkan di setiap website Kantor Pertanahan. (ori-ntt, vwb)