Memaknai Janji Panca Prasetya Korpri, wujudkan Abdi Masyarakat Anti Maldministrasi

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan, begitu isi "Prasetya Ketiga Panca Prasetya Korpri" yang mengandung makna bahwa kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan bergantung pada kualitas dan ketangguhan pegawai RI, setiap anggota Korpri mempunyai kedudukan dan peranan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, sebagai abdi negara hendaklah bekerja dengan ikhlas dan sungguh-sungguh menurut bidangnya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan negara dan harus selalu mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, sebagai abdi masyarakat harus selalu memberikan layanan secara profesional yang sebaik-baiknya untuk memenuhi aspirasi dan kepentingan masyarakat menurut bidangnya masing-masing dengan cara mempercepat pemberian layanan yang diperlukan masyarakat dan memberikan penjelasan yang diperlukan masyarakat tanpa pamrih.
 Makna prasetya ketiga tersebut memberi pemahaman pada kita bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki tanggung jawab yang besar dalam penyelenggaraan pemerintah bahkan PNS disebut sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang dituntut profesional atas bidangnya serta diharapkan mampu mempercepat pemberian layanan masyarakat. Pertanyaannya, sudahkah makna prasetya tersebut teraplikasikan pada PNS kita ? Tentu tidak mudah menjawabnya, karena penilaian tersebut bisa dilihat dari segala aspek dan sisi untuk kemudian bisa dijadikan dasar penilaian. Tidak hanya dilihat dari pelaksaan tugas dan tanggung jawabnya karena sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan maka sikap menjadi aspek penting untuk dilihat.
 PNS tersebar di berbagai Organisasi Penyelenggara Pelayanan Publik baik tingkat pusat hingga daerah, tersebar dalam kementerian, lembaga negara, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) hingga unit-unit pelaksana teknis. Secara khusus tentang pelayanan publik telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang didalamnya telah mengatur asas-asas penyelenggaraan layanan, ruang lingkup pelayanan, penataan layanan, hak, kewajiban dan larangan penyelenggara layanan, hak dan kewajiban masyarakat sebagai pengguna layanan, bagaimana seyogyanya penyelenggaraan pelayanan, hak dan kewajiban penyelenggara layanan, bagaimana seharusnya perilaku petugas layanan hingga, siapa yang melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, penjaminan hak masyarakat untuk melakukan pengaduan pelayanan yang tidak sesuai SOP ataupun terindikasi maladministrasi, hingga ketentuan sanksi yang diberlakukan bagi penyeleggara maupun petugas layanan yang  melanggar aturan terindikasi melakukan maladministrasi.
 Pengertian Maladministrasi
Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI, pengertian Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara Negara dan Pemerintah yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan. Paling tidak ada 10 (sepuluh) bentuk-bentuk maladministrasi yang disebutkan dalam Peraturan Ombudsman Nomor 26 tahun 2016 tentang tentang Tata Cata Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan, yaitu Penundaan Berlarut, tidak memberikan layanan, tidak kompeten, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, permintaan imbalan, tidak patut, berpihak,diskriminasi,dan konflik kepentingan.
 Potensi Maladiministrasi oleh PNS
Penyelenggaraan layanan yang dilakukan oleh pemerintah maka sudah pasti sebagian besar pelaksananya adalah PNS, baik sebagai petugas layanan yang langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan masyarakat. Walaupun demikian, hakikatnya tugas PNS sebagai abdi masyarakat harus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat dan berpedoman pada asas-asas penyelenggaraan layanan. Lalu, apa potensi maladministrasinya? Jika melihat pada bentuk-bentuk maladministrasi tentu PNS sangat mungkin terindikasi melakukan maladministrasi, misalnya petugas yang cenderung mendahulukan orang yang dia kenal ketika ada antrian layanan difront office maka itu sudah terindikasi maladministrasi (diskriminasi), ada petugas layanan yang menyampaikan informasi dengan intonasi tinggi, tidak ramah bahkan cenderung memarahi maka itu sudah terindikasi maladministrasi (perbuatan tidak patut), ada petugas yang meminta bayaran yang lebih tinggi dari PNBP yang seharusnya dibayar atas permohonan suatu dokumen kepemilikan maka itu sudah terindikasi maladministrasi (Permintaan imbalan/pungli), atau mungkin ada petugas yang menyampaikan bahwa batas waktu penyelesaian dokumen perizinan hanya 3 (tiga) hari tapi setelah 7 (tujuh) hari belum juga diterbitkan maka itu juga terindikasi maladministrasi (Penundaan berlarut) dan lain sebagainya. Namun yang jelas, jika berbicara tentang layanan publik tentu interaksi PNS sebagai abdi masyarakat sekaligus petugas penyelenggara layanan dengan masyarakat sebagai pengguna layanan tidak bisa dihindarkan. Nah, interaksi inilah yang kemudian menjadi hal penting untuk diamati sehingga bisa menentukan bahwa PNS kita memang telah menjiwai Janji Panca Prasetya Korpri. Karena PNS yang anti maladministrasi tidak hanya menjadikan pelayanan publik menjadi lebih baik tapi juga menjadi cara meminimalisir berkembangnya virus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
 Menjadi PNS yang Anti Maladministrasi
PNS tidak hanya dituntut mumpuni dalam nilai akademis tapi perlu dibekali dengansoft skill yang nantinya dapat mengasah kecerdasan emosional, sifat kepribadian, ketrampilan sosial, komunikasi, berbahasa, kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang mencirikan kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini penting untuk dimiliki PNS dalam membuktikan janji Panca Prasetya Korpri dan akan menjadi tolak ukur dalam mewujudkan PNS yang juga anti Maladministrasi.
 Dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah diatur tegas bagaimana seharusnya perilaku pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publik,diantaranya bersikap adil dan tidak diskriminatif, cermat, santun dan ramah, tegas, andal dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut, tidak mempersulit, menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara, tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat, sesuai dengan kepantasan dan sebagainya. Perilaku yang diuraikan dalam UU tersebut bisa jadi bahan untuk para PNS bersikap sehingga tumbuh jiwa anti maladministrasi sebagai Abdi masyarakat yang melayani tanpa pamrih.
PNS adalah representasi penyelenggaraan pelayanan publik dari pemerintah sekaligus memegang peranan penting dalam menentukan kualitas layanan yang diterima oleh masyarakat. Jika setiap peringatan hari Korps Pegawai Negeri (KORPRI) selalu diikrarkan Janji Panca Prasetya Korpri maka perlu memastikan bahwa nilai-nilai tersebut juga ikut tertanam dalam jiwa PNS di negeri ini. Setidaknya mengawali diri untuk berani mengatakan tidak pada maladministrasi dalam melayani.  Â