Memaknai Hubungan Ombudsman RI Dengan DPR RI Melalui Kerja Sama Dalam Pengawasan Pelayanan Publik

Fungsi Pengawasan Ombudsman RI
Ombudsman Republik Indonesia adalah Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Miliki Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta Badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan: kepatutan, keadilan, non-diskriminasi, tidak berpihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan, dan kerahasiaan.
Fungsi Pengawasan DPR RI
Gagasan untuk merealisasikan sebuah kontrol pengawasan oleh rakyat jelata yang mengorganisasikan diri mereka dalam suatu struktur politik sudah dimulai pada masa Yunani Kuno.Dalam perkembangannya pada konsep negara modern yang menganut sistem demokrasi, kontrol pengawasan tersebut menjelma melalui lembaga perwakilan rakyat. Lembaga perwakilan rakyat ini umumnya disebut dengan istilah parlemen. Asal muasal terbentuknya lembaga parlemen dalam sejarah Eropa dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan tugas-tugas pemerintah.
Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut demokrasi memiliki lembaga perwakilan rakyat atau parlemen yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Melihat sejarah latar belakang terbentuknya lembaga perwakilan rakyat di dunia, yang didorong oleh keinginan untuk merealisasikan kontrol oleh rakyat terhadap pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, DPR sebagai lembaga parlemen yang ada di Indonesia juga dibentuk dengan semangat yang sama. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki tiga fungsi, yakni fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
Lebih lanjut, sesuai ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 fungsi-fungsi tersebut dijalankan dalam kerangka representasi rakyat dan untuk mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Membaca penjabaran tentang pasal tersebut diatas, dapat dilihat bahwa fungsi pengawasan menjadi salah satu fungsi utama dari DPR RI selain fungsi legislasi dan anggaran, selain itu kita juga dapat melihat seberapa pentingnya fungsi-fungsi yang dijalankan oleh DPR itu sendiri.
Fungsi pengawasan legislatif adalah fungsi yang dilakukan oleh DPR untuk mengawasi eksekutif dalam pelaksanaan undang-undang antara lain pengawasan pelaksanaan undang undang, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta pengelolaan keuangan negara dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945 dan ketetapan MPR. Dalam implementasinya fungsi pengawasan legislatif terhadap eksekutif ini tidak terlaksana secara optimal.
Oleh karena itu, maka efektifitas DPR dalam menjalankan fungsinya sebagai kontrol eksekutif belum begitu baik. Hal ini memperlihatkan adanya beberapa kendala DPR dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Mengkaji kendala yang dihadapi oleh DPR dalam menjalankan fungsi pengawasannya secara maksimal, dapat ditinjau dari beberapa faktor, yaitu pertama, dari segi hubungan antar DPR dengan eksekutif, kedua, faktor objektif dan ketiga faktor subjektif.
Melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tidak optimalnya penerapan fungsi pengawasan oleh DPR ini, DPR perlu melakukan pembenahan dalam penerapan fungsi pengawasannya. Salah satu bentuk pembenahan yang dapat dilakukan oleh DPR RI dalam upaya mengoptimalkan penerapan fungsi pengawasannya adalah dengan membangun kemitraan dengan lembaga-lembaga pengawas, khususnya lembaga pengawas eksternal dalam penerapan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
Keterkaitan Fungsi Ombudsman RI dan DPR RI
Ombudsman Republik Indonesia selaku pengawas eksternal mendapat tugas untuk menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur Pasal 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Menyadari kondisi ini Ombudsman RI menjadi lembaga negara yang tepat untuk dijadikan sebagai mitra dan garda terdepan untuk mendukung fungsi pengawasan DPR RI.
Keberadaan kantor-kantor perwakilan Ombudsman RI yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi sebuah keunggulan untuk menyentuh masyarakat sampai dengan lapisan yang terbawah, hal ini sangat berhubungan dengan konstituen dari para anggota DPR RI, dengan kondisi tersebut keberadaan Ombudsman dapat dimanfaatkan oleh DPR RI guna mengefektifkan fungsi pengawasan yang diembannya. Kendatipun memiliki keunggulan dalam hal memiliki kantor-kantor perwakilan yang dapat mendukung pelaksanaan pengawasan secara luas terkait penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh daerah di Indonesia, Ombudsman RI juga memiliki keterbatasan dalam hal ketersediaan anggaran untuk mendukung proses pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, serta permasalahan lainnya adalah Undang-Undang 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, yang sampai dengan saat ini belum pernah diperbaharui sementara kondisi sosial, ekonomi dan teknologi terus berkembang secara dinamis.
Kedua permasalahan yang menjadi kendala bagi Ombudsman RI dalam menjalankan fungsi pengawasannya ini seyogyanya dapat dijawab oleh DPR RI melalui fungsi penganggaran dan fungsi legislasinya. Teratasinya permasalahan yang menghambat Ombudsman RI ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, sehingga apa yang menjadi tujuan dari fungsi pengawasan DPR RI pun ikut terjawab.
Melihat keterkaitan fungsi dari kedua lembaga negara ini, mengoptimalkan kemitraan antara Ombudsman RI dan DPR RI dalam bidang pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, menjadi suatu solusi yang nyata untuk melindungi hak-hak rakyat atas layanan publik dan mendukung terciptanya pelayanan publik yang inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kerja Sama Ombudsman RI dengan DPR RI yang Pernah Dilakukan Terkait Pengawasan
Ombudsman Republik Indonesia bersama Komisi II DPR RI mengunjungi 52 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia mulai Mei hingga awal November 2023. Kegiatan bertajuk "Peningkatan Akses Pengaduan Pelayanan Publik" ini ditujukan untuk mengenalkan Ombudsman dan mendengarkan keluhan masyarakat tentang pelayanan publik dan bagaimana dan kemana melaporkannya.
Kabupaten dan kota yang dipilih sebagai lokasi sosialisasi adalah yang tingkat akses pada pengaduan pelayanan publiknya sangat rendah atau rendah. Meski beberapa daerah dipilih dengan pertimbangan untuk meningkatkan tingkat akses yang sudah baik. Ada lima kategori daerah berdasarkan jumlah laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman, yaitu Sangat Rendah, Rendah, Sedang, Tinggi, dan Sangat Tinggi. Pada tahun 2022, sebanyak 175 kabupaten/ kota atau 34% masih masuk ke dalam kategori sangat rendah.
Bahkan pada 2021, masih ada 21 kabupaten yang belum mengakses layanan Ombudsman sama sekali.7 Program Akses 2023 di 52 kabupaten dan kota telah menjaring 4.592 partisipan, baik yang melakukan konsultasi mengenai permasalahan pelayanan publik maupun peserta yang membuat pengaduan/laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Jika melihat latar belakang jenis kelamin, sebagian besar Akses di sampaikan oleh laki-laki sebanyak 3.056 (67%) dan perempuan sebanyak 1.533 (33%).8 Kegiatan sosialisasi ke 52 daerah yang bisa disebutkan sebagai jemput bola ke wilayah dengan akses rendah atau bahkan sangat rendah, membuahkan hasil.
Jika pada 2022, jumlah akses sebesar 2.131 yang terdiri dari konsultasi non-laporan sebanyak 1.291 (60,6%), Laporan Masyarakat 779 (36,6%) dan Respon Cepat 61 (2,9%). Sedangkan pada 2023 terjadi peningkatan total akses di wilayah intervensi sebesar 221%, yaitu sebanyak 4.706, terdiri atas konsultasi non-laporan sebanyak 3.784 (80,4%), Laporan Masyarakat sebanyak 870 (18,5%) dan Respon Cepat sebanyak 52 (1,1%).9 Pada tahun 2022, Ombudsman menerima 6.772 laporan masyarakat dan 11.480 konsultasi. Jumlah yang relatif besar jika dibandingkan 1.723 laporan pada tahun pertama lembaga ini berdiri yakni pada tahun 2000. Namun angka 6 ribuan ini hanya fenomena gunung es, karena ketidakpuasan terhadap pelayanan publik diyakini jauh di atas itu namun tidak dilaporkan.
Selain rendahnya jumlah laporan masyarakat, asal daerah pelapor juga masih sangat terbatas. Ada lima kategori daerah berdasarkan jumlah laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman, yaitu Sangat Rendah, Rendah, Sedang, Tinggi, dan Sangat Tinggi. Pada tahun 2022, sebanyak 175 kabupaten/kota atau 34% masih masuk ke dalam kategori sangat rendah. Bahkan pada 2021, masih ada 21 kabupaten yang belum mengakses layanan Ombudsman sama sekali.10 Untuk menjawab situasi ini sejak Mei hingga akhir November 2023, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) bersama Komisi II DPR RI mengunjungi kabupaten dan kota di lebih dari separuh Indonesia. Kegiatan bertajuk "Sosialisasi dan Diskusi Publik Peningkatan Akses Pengaduan Pelayanan Publik" ini ditujukan untuk mengenalkan dan mendengarkan keluhan masyarakat tentang pelayanan publik.
Optimalisasi Kerja Sama
Kendatipun kerja sama Ombudsman RI dan DPR RI yang telah dilaksanakan membawa dampak yang positif yakni dengan meningkatnya total akses di wilayah yang diintervensi sebesar 221% pada Tahun 2023. Namun sejatinya bentuk kerja sama ini masih belum menjawab tantangan terbesar yang dihadapi Ombudsman RI dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, yakni keterbatasan anggaran serta belum efektifnya struktur kelembagaan Ombudsman RI yang ada saat ini sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
Hingga saat ini Ombudsman RI masih masuk dalam kategori lembaga negara dengan pagu anggaran kecil, sementara Ombudsman RI dituntut untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh sektor serta diseluruh Indonesia. Tugas Ombudsman sebagai lembaga pengawas dengan cakupan bidang dan daerah yang diawasi yang sangat luas tidak diimbangi dengan ketersediaan anggaran untuk menunjang fungsi pengawasan ini. Selain persoalan keterbatasan anggaran, tantangan lainnya yang dihadapi Ombudsman RI dalam melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik adalah belum adanya pembaharuan atas undang-undang yang menjadi dasar pembentukan Ombudsman RI itu sendiri, pembaharuan atas undang-undang ini perlu dilaksanakan guna menguatkan fungsi Pengawasan, Menciptakan ketaatan atas rekomendasi Ombudsman, memperkuat struktur kelembagaan Ombudsman RI, serta memperbaharui pengaturan sumber daya manusia di Ombudsman RI khususnya status Asisten Ombudsman RI.
Sebagai sebuah lembaga tinggi negara DPR RI memiliki tiga fungsi utama yakni, legislasi, anggaran dan pengawasan. Fungsi pengawasan dari DPR RI dapat didukung penuh oleh Ombudsman RI yang sejatinya merupakan lembaga pengawas eksternal yang menjalankan fungsi pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah, BUMN, BUMD, maupun pihak lain yang sebagian atau seluruh anggarannya menggunakan APBN/APBD. Namun untuk mewujudkan pengawasan yang paripurna oleh Ombudsman RI, DPR RI perlu memberikan dukungan kepada Ombudsman RI melalui pembaharuan Undang Undang 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI serta dengan memperhatikan ketersediaan anggaran bagi Ombudsman RI dalam melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. Dukungan dari DPR RI ini dapat dilakukan melalui dua fungsi utama lainnya dari DPR RI yakni fungsi legislasi dan fungsi anggaran.
Dengan terbentuknya simbiosis mutualisme antara kedua lembaga negara ini tentunya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat berjalan secara optimal, dan diharapkan melalui pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang optimal, seluruh warga negara mendapatkan jaminan untuk memperoleh hak-haknya sebagai warga negara. Membangun kemitraan antara Ombudsman RI dan DPR RI dengan prinsip simbiosis mutualisme bukan berarti Ombudsman RI kehilangan integritasnya sebagai lembaga eksternal pengawas penyelenggaraan pelayanan publik. Ombudsman RI akan tetap berintegritas dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya dalam mengawasi secara profesional terhadap kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh seluruh unsur pemerintahan termasuk DPR RI, serta bersikap adil terhadap seluruh unsur pemerintahan termasuk DPR RI di dalamnya. Pada akhirnya hubungan kemitraan Ombudsman RI dan DPR RI bermuara pada tujuan utama yaitu demi terciptanya kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia sesuai dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Oleh : Suganda Pandapotan Pasaribu (Sekretaris Jenderal Ombudsman RI)