• ,
  • - +

Artikel

Maladministrasi dan Korupsi
• Senin, 16/03/2020 • Singgih Samsuri, S.E.
 

Pada Bulan Oktober tahun 2019 lalu, Masyarakat Provinsi Lampung dihebohkan dengan adanya informasi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada salah satu kepala daerah di Provinsi Lampung. Dengan adanya OTT tersebut, dalam kurun waktu tahun 2017 s.d 2019 kurang lebih telah ada 5 (lima) kepala daerah di Provinsi Lampung yang berurusan dengan KPK, bahkan 4 (empat) di antaranya telah terbukti korupsi dan telah berkekuatan hukum tetap. Kejadian ini tentunya sangat memprihatinkan kita sebagai masyarakat Lampung, seolah-olah budaya koruptif merupakan sesuatu yang lumrah terjadi. Di sisi lain angka kemiskinan di Provinsi Lampung menunjukan angka yang cukup memprihatinkan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada semester II Tahun 2019 jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung sebesar 1.041.480 penduduk atau jika dipresentasekan sebesar 12,3%. Berdasarkan angka tersebut, jika dibandingkan dengan provinsi di seluruh Pulau Sumatera, maka Provinsi Lampung berada pada urutan ke-4 dengan presentase penduduk miskin terbanyak dan jika dibandingkan dengan seluruh provinsi di Indonesia, Provinsi Lampung berada pada urutan ke-11 dengan presentase penduduk miskin paling banyak.

Alih-alih melakukan pengurangan angka kemiskinan dengan kebijakan yang pro poor budgeting, beberapa kepala daerah di Provinsi Lampung justru melakukan korupsi yang mana akan berimbas pada kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang secara langsung maupun tidak langsung tentu akan mempengaruhi tingkat kemiskinan terhadap masyarakat di Provinsi Lampung. Berbicara tentang korupsi, pada dasarnya istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption dari kata kerjacorrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Definisi tersebut secara tersirat menyebutkan bahwa korupsi dapat merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, bahkan seorang tokoh ekonom senior Faisal Basri juga pernah menyampaikan dalam majalah Integrito edisi 4 tahun 2019 bahwa Political corruption dapat menyebabkan kebangkrutan ekonomi, menjauhkan sumber daya dari kepentingan rakyat.

 

Maladministrasi Pintu Masuk Korupsi

Maladministrasi merupakan serapan dari bahasa inggris, yaitu maladministration yang dapat diartikan sebagai pemerintahan yang buruk. Dalam Undang-undang nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia pada Pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa maladministrasi adalah prilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaran pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggaran negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil maupun immateriil bagi masyarakat atau orang perseorangan.

Maladministrasi merupakan salah satu penyakit dalam konteks pelayanan publik yang secara langsung akan menimbulkan dampak yaitu kerugian bagi masyarakat dan secara tidak langsung juga dapat menimbulkan kerugian bagi negara. Dalam Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 disebutkan 10 (sepuluh) bentuk maladministrasi yaitu penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, tidak memberikan pelayanan, tidak kompeten, penyalahgunaan wewenang, permintaan imbalan, tidak patut, berpihak, diskriminatif, konflik kepentingan.

Jika kita cermati, semua tindakan yang tercantum dalam bentuk-bentuk maladministrasi diatas sangat berpotensi menjadi tindakan korupsi. Seandainya korupsi adalah sebuah rumah, maka maladministrasi dapat kita ilustrasikan sebagai pintunya, karena sebelum terjadi tindakan korupsi, sebagian besar pasti diawali oleh tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik.

 

Mencegah Korupsi sejak Dini

Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga Negara yang memiliki fungsi melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. Fungsi tersebut secara garis besar digambarkan dengan 3 (tiga) tugas utama yaitu menindaklanjuti laporan dugaan maladministrasi, melakukan investigasi atas prakarsa sendiri dan melakukan pencegahan maladministrasi. Dari tahun 2017 s.d 2019, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung telah menerima laporan masyarakat terkait dugaan maladministrasi sebanyak 499 laporan dengan rincian tahun 2017 sebanyak 212, tahun 2018 sebanyak 116, tahun 2019 sebanyak 171. Pada tahun 2019, 3 substansi yang paling banyak dilaporkan kepada Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Lampung yaitu substansi pertanahan sebesar 19%, pendidikan 14% dan kepegawaian sebesar 14%.

Dalam konteks pencegahan maladministrasi, salah satu upaya yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia adalah melakukan penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik pada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Untuk Provinsi Lampung, pada tahun 2019 terdapat 9 (sembilan) Pemerintah Kabupaten, 6 (enam) Kantor Pertanahan, 2 (dua) Perwakilan Kantor Pertanahan, dan 7 (tujuh) Kepolisian Resor yang dilakukan penilaian. Hasilnya menunjukan hanya terdapat 2 (dua) pemerintah daerah dan 1 (satu) kantor pertanahan yang mendapat predikat kepatuhan tinggi atau jika dipresentasekan hanya sebesar 12,5 %. Angka tersebut menunjukan bahwa pemenuhan standar pelayanan publik pada instansi penyelenggara pelayanan publik di Provinsi Lampung masih sangat minim, padahal standar pelayanan adalah komponen paling dasar dalam penyelenggaraan pelayanan publik, jika standar pelayanannya saja belum dapat dipenuhi maka sejatinya Instansi penyelenggara pelayanan publik belum dapat berbicara banyak mengenai begaimana kualitas pelayanannya.

Dalam penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik, salah satu komponen penting yang dinilai adalah ada atau tidaknya petugas pengelola pengaduan. Pada tahun 2019, sebanyak 67 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dari 9 (Sembilan) kabupaten yang dilakukan penilaian, hanya sebanyak 34 (tiga puluh empat) OPD yang memiliki petugas pengelola pengaduan atau sebesar 51% sedangkan sisanya atau sebesar 49% tidak memiliki petugas pengelola pengaduan.

Pencegahan korupsi perlu dilakukan dari akarnya, karena dalam morfologi tumbuhan, akar merupakan organ yang memiliki fungsi utama yaitu menghisap air dan garam mineral dari dalam tanah. Air dan mineral tersebut digunakan oleh tumbuhan untuk tumbuh, sehingga ketika akar dicegah untuk tumbuh maka pohon yang kita ilustrasikan sebagai korupsi juga kemungkinan besar tidak dapat tumbuh, karena adanya praktik maladministrasi memungkinkan membuka celah korupsi seluas-luasnya. Upaya mencegah maladministrasi paling dasar yang dapat dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik adalah dengan memenuhi standar pelayanan publik dan mengoptimalkan manajemen pengelolaan pengaduan pada setiap instansi penyelenggara pelayanan publik. Hal tersebut juga telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik. Dengan adanya standar pelayanan, maka pelaksana dan pengguna layanan memiliki kepastian dalam memberikan pelayan dan menerima pelayanan baik dari segi prosedur, waktu, dan juga biaya layanan.

Pengelolaan pengaduan menjadi alat kontrol kendali) dalam penerapan standar layanan, jika penyelengaraan pelayanan tidak sesuai standar maka masyarakat akan menyampaikan melalui sarana pengaduan yang telah disediakan oleh penyelenggara. Melalui 2 upaya dasar tersebut, diharapkan dapat mencegah adanya potensi maladministrasi yang pada akhirnya juga dapat berdampak pada pencegahan terhadap korupsi. Oleh sebab itu, perlu sinergisitas semua pihak, baik dari Ombudsman Republik Indonesia, instansi penyelenggara pelayanan publik, dan masyarakat sebagai pengguna pelayanan sekaligus sebagai pengawas dalam konteks pelayanan publik. Melalui sinergisitas dan komitmen bersama tersebut, diharapkan dapat mewujudkan cita-cita menjadikan Lampung yang bebas maladministrasi dan  bebas korupsi.

 


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...