• ,
  • - +

Artikel

Logika Hukum Administrasi Dalam Penyelesaian Sengketa Produk Administrasi Pemerintah
ARTIKEL • Kamis, 15/05/2025 • Kusharyanto, S.H., M.A.
 

Beberapa waktu ini perhatian masyarakat kembali mengarah pada isu hak atas tanah. Isu mengenai tumpang tindih sertifikat dengan sertifikat, tumpang tindih sertifikat hak dengan kawasan hutan maupun adanya pembatalan/pencabutan sertifikat karena diketahui kemudian bahwa proses penerbitan tidak melalui prosedur yang sesuai. Masyarakat mengalami ketidakpastian hukum atas produk administrasi yang diterbitkan oleh pemerintah baik oleh instansi yang sama maupun adanya benturan produk administrasi yang diterbitkan antar instansi pemerintah. Selain tidak memberikan kepastian hukum, produk administrasi pemerintah terkait hak atas tanah barang tentu memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kesalahan atau benturan atas penerbitan produk administrasi pemerintah sangat merugikan masyarakat.

Atas permasalahan ini, konstruksi hukum di Indonesia telah memberikan mekanisme solusi yang mungkin ditempuh. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu logika hukum di Indonesia memandang permasalahan adanya ketidakpastian produk administrasi pemerintah tersebut. Logika hukum administrasi memainkan peran penting dalam penyelesaian sengketa produk administrasi pemerintah, memastikan bahwa sengketa tersebut diselesaikan secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Penyelesaian sengketa ini mengikuti beberapa prinsip hukum, asas hukum dan tahapan upaya yang dapat ditempuh, mulai dari upaya administratif hingga peradilan tata usaha negara (TUN).

Salah satu prinsip dasar dalam Hukum Administrasi Negara adalah kepatuhan pada hukum dan prinsip keadilan. Pemerintah sebagai lembaga yang memiliki wewenang besar harus bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Keadilan menjadi panduan dalam pengambilan keputusan administratif untuk memastikan bahwa hak-hak warga negara dihormati dan dilindungi.

Segala keputusan dan tindakan pemerintah harus berdasarkan hukum. Selain mendasarkan bahwa produk administrasi diselenggarakan dengan memenuhi Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) maka dalam menyelesaikan permasalahan atas timbulnya suatu keputusan atau produk administrasi pemerintahan perlu memperhatikan beberapa asas berikut: Satu, Asas Praduga Sah (Presumptio Iustae Causa), secara singkat dapat diartikan bahwa semua Putusan Pejabat Negara haruslah dianggap sah sampai ada pencabutan atau pembatalan secara sah. Dalam hal hak atas tanah: Girik, SHGB,SHM, HGU, Izin Lokasi, IUP yang sudah terbit adalah sah selama tidak dilakukan pencabutan/pembatalan. Dua. Asas Kewenangan Tindakan sebaliknya (Contrarius Actus). Instansi Penerbit dapat melakukan perbuatan sebaliknya berupa pembatalan/ pencabutan atas keputusan yang telah diterbitkannya dalam hal diketahui adanya kesalahan. Kesalahan tersebut berupa penyimpangan prosedur, cacat kewenangan dan/atau adanya ketidaksesuaian substansi dengan Objek Keputusan. Tiga. Asas Pengujian Ex-tunc (retrospektif) dan Ex-nunc (prospektif). Terdapat kondisi hukum dengan adanya suatu keputusan atau terbitnya produk administrasi pemerintah.

Demikian sebaliknya ketika terjadi pencabutan/pembatalan akan terjadi perubahan kondisi hukum. Dalam hal ini, kondisi hukum perlu diperjelas apakah pembatalan atau pencabutan tersebut dimaksudkan untuk menghapus Keputusan sebelumnya dan dianggap tidak ada keputusan sebelumnya, atau keputusan tersebut menjadi tidak berlaku sejak adanya keputusan pembatalan/pencabutan. Kondisi hukum tersebut sangat penting karena menentukan upaya solusi untuk mengembalikan kesetimbangan hukum. Misal untuk kasus Penetapan Kepala Daerah yang dibatalkan maka dapat dimungkinkan Pemilihan Suara Ulang (PSU) atau penetapan Pejabat Antar Waktu (PAW). Secara ekonomi perubahan kondisi hukum tersebut dapat digunakan untuk menghitung dampak kerugian yang ditimbulkan.

Sebelum sengketa dibawa ke pengadilan, pihak yang merasa dirugikan harus terlebih dahulu mengajukan upaya administratif, seperti keberatan atau banding, kepada instansi pemerintah yang bersangkutan. Sejak tahun 2000 di Indonesia Hadir Lembaga Ombudsman sebagai salah satu upaya Administrasi terkait penyelesaian Layanan berupa Produk Administratif dengan dasar Hukum Inpres 44/2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional yang diperkuat dengan UU 37/2008 tentang Ombudsman RI dan UU 25/2009 tentang Layanan Publik. Undang-undang tersebut selain memberikan tatacara menyampaikan keberatan juga mengamanatkan penyelesaian ganti rugi yang ditimbulkan adanya maladministrasi pada layanan publik.

Jika upaya administratif tidak membuahkan hasil perbaikan atas keputusan sebagaimana dimaksud, maka permasalahan itu dapat dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) sebagai sengketa Tata Usaha Negara agar dapat diputuskan mengenai keberlakuan produk administratif keputusan tata usaha negara tersebut.

Dalam penyelesaian sengketa, hakim menggunakan logika yuridis untuk menilai apakah produk administrasi pemerintah sah atau tidak antara lain : Satu, Validitas: Keputusan administrasi harus dibuat oleh pihak yang berwenang dan sesuai dengan prosedur hukum.

Dua, Sesuai dengan Hukum: Keputusan administrasi harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini juga berarti bahwa keputusan harus Tidak Melanggar Asas Umum: Keputusan administrasi tidak boleh melanggar asas umum pemerintahan yang baik, seperti larangan penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) dan larangan tindakan yang tidak masuk akal (willekeur).

Tiga, Kesesuaian antara Substansi Keputusan dengan Objek Hukum: Keputusan administrasi harus jelas mengenai Keputusan dengan yang diatur, semisal keputusan mengenai mutasi berisi tentang penetapan perpindahan tempat tugas seorang pegawai dan tidak menetapkan jenjang jabatan pegawai. Atau, keputusan mengenai ijin lokasi tidak menetapkan bentuk ijin berusaha. Karena kedua hal yang diatur tersebut ditetapkan melalui prosedur yang berbeda.

Logika hukum administrasi memastikan bahwa sengketa administrasi diselesaikan secara adil, berdasarkan hukum, dan sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas hukum, melindungi hak-hak warga negara, dan memastikan bahwa pemerintah menjalankan fungsinya secara bertanggung jawab.


Kusharyanto, S.H., M.A.

Asisten Ombudsman RI





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...