KOMUNIKASI SOLUSI DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK
Biasanya konflik muncul karena tidak ada komunikasi, artinya komunikasi merupakan elemen penting dalam menyelesaikan suatu konflik. Konflik terjadi karena satu pihak merasa benar, sementara pihak lain adalah pihak yang salah. Akibat konflik, tentu merusak hubungan antara individu dengan sesama, individu dengan penyelenggara layanan yang berdampak luas dalam berkehidupan sosial. Bagaimana dengan komunikasi antara masyarakat dengan penyelenggara dalam mewujudkan pelayanan publik?. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, masyarakat adalah sebagai pihak yang memiliki hak dan kewajiban dalam mewujudkan pelayanan publik, demikian juga dengan penyelenggara layanan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat dalam mewujudkan pelayanan publik. Komunikasi antara masyarakat dengan penyelenggara, seharusnya terjadi dialog dua arah artinya bersinergi dalam mencari solusi.
Laporan adalah pengaduan atau penyampaian fakta yang diselesaikan atau ditindaklanjuti oleh Ombudsman yang disampaikan secara tertulis atau lisan oleh setiap orang yang telah menjadi korban maladministrasi, sesuai ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Sementara pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundag-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Ketika pelayanan publik tidak didapatkan oleh masyarakat sebagaimana mestinya, muncul laporan atau pengaduan masyarakat mengenai dugaan maladministrasi yang dilaporkan ke Ombudsman, atau melaporkan ke atasan penyelenggara layanan publik. Harapan Pelapor, tidak sekedar direspon atas laporan yang dilaporkan tetapi terdapat kepastian penyelesaian.
Penyelenggara pelayanan publik dalam bertindak, tentu terdapat aturan yang menjadi pedoman dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Asas tersebut diantaranya asas pelayanan yang baik, artinya pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas sesuai standar pelayanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 10 undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Menurut Adriaan Bedner guru besar Universitas Leiden, saat penulis mengikuti pelatihan trainer metode penyelesaian laporan yang Progresif dan Partisipatif (Propartif) di Amsterdam, dikatakan bahwa dalam memberikan layanan publik maka penyelenggara dan juga pengawas penyelenggara wajib memahami dan memaknai mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, jangan sampai pengawas penyelenggara layanan yang melanggar Asas-Asas dimaksud. Mendalami dan memahami maksud dari Asas-Asas tersebut, dapat mencegah perbuatan maladministrasi.
Pelanggaran atas Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam memberikan layanan publik, merupakan penyebab terjadinya maladministrasi. Pelayanan publik yang buruk, memunculkan keluhan masyarakat. Resistensi penyelenggara layanan atas laporan atau pengaduan masyarakat, dapat merusak hubungan komunikasi antara kedua pihak, yang berdampak pada kualitas layanan publik dan sulit mencari solusi. Bahkan, karena penyelesaian pengaduan yang berlarut-larut dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara layanan. Menurut Ury, Brett, dan Goldberg (1993), konflik memiliki 3 (tiga) elemen dasar. Cara pandang kita terhadap elemen dasar tersebut berpengaruh terhadap efektifitas penanganan konflik. Saat konflik muncul, kebiasaan yang terjadi adalahpertama cenderung melupakan kepentingan utama yang sebenarnya ingin dicapai masing-masing pihak,keduamasing-masingpihak memegang teguh haknya masing-masing dan mengabaikan hak pihak lain,ketigapihak yang berkonflik fokusnya pada penyelesaian dengan pendekatan kekuasaan dan berusaha mempengaruhi pihak lain supaya mengikuti cara penyelesaian konflik sesuai keinginannya. Apabila ketiga elemen dasar tersebut yang muncul, maka sulit untuk mencari solusi.
 Elemen
konflik ini, menjadi bagian dalam memecahkan permasalahan dengan metode
Progresif dan Partisipatif Ombudsman Republik Indonesia. Penyelesaian keluhan
pelayanan publik, seperti fenomena puncak gunung es, yang hanya terlihat
sebagian saja. Sementara, permasalahan besar sesungguhnya masih lebih besar dan
belum muncul dipermukaan. Hal ini disebabkan, karena masyarakat dan
penyelenggara lebih fokus pada komunikasi konflik dalam menyelesaikan
permasalahan dari pada komunikasi solusi. Merespon komunikasi konflik tersebut,
perlu dilakukan perubahan cara berpikir yaknipertamadengan mengajak
kedua pihak yang berkonflik untuk fokus pada kepentingan dasar/utama yang
hendak ingin dicapai,keduamengajak kedua pihak yang berkonflik untuk
melihat bahwa pihak lain juga memili hak yang harus diakui dan dihargai, danketiga
mengedepankan komunikasi solusi serta meninggalkan penyelesaian dengan
kekuasaan. Apabila ingin mencari solusi, maka kedepankan komunikasi solusi,
bukan mengutamakan komunikasi konflik.  Â