Ketika Covid19 Menguji Objektivitas Pemerintah Soal Data Penerima Bansos
Sejak dibukanya Posko Pengaduan Daring Covid19 oleh Ombudsman Republik Indonesia, termasuk di Perwakilan Sulsel, laporan /pengaduan yang masuk masih didominasi oleh Bansos dalam hal tidak mendapatkan bantuan. Sejumlah masyarakat yang tidak masuk dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), namun karena adanya pandemi Covid-19 merasa menjadi terdampak, disarankan Ombudsman RI Sulsel untuk melapor kepada RT/RW setempat. RT/RW yang paling mengetahui kondisi warga harus objektif. Data warga yang merasa terdampak tersebut kemudian secara berjenjang disampaikan ke Lurah dan Camat lalu diteruskan ke Dinsos untuk diusulkan sebagai penerima bantuan, jika memenuhi syarat/ ketentuan.
Objektifitas sangat menentukan penilaian layak tidaknya warga diberi bantuan. Namun Pemerintah juga dalam hal ini Dinsos kabupaten/kota harus transparan dalam menyampaikan informasi data dan ketentuan/persyaratan penerima bantuan sosial kepada masyarakat, karena mereka memiliki fungsi edukasi ke masyarakat.
Carut marut data harus diminimalisir agar bantuan-bantuan sosial tersebut dapat tepat sasaran mengingat banyaknya sumber bantuan. Data pada tingkat Kabupaten/Kota harus sinkron antara Kemensos RI, Kemendes RI , dan Kemendagri (adminduk). Kemensos RI dalam menyalurkan bantuan melalui Dinas Sosial di Kabupaten /Kota harus mengetahui bahwa calon penerima yang diusulkan berdomisili di tempat sesuai dengan yang tertera pada KTP.
Pemerintah Daerah selaku penyelenggara layanan publik di daerah harus selalu mengedukasi masyarakat dan tidak perlu panik jika masyarakat komplain. Pemda harus memahami bahwa dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik, masyarakat selain sebagai pengguna layanan publik, masyarakat juga sebagai pengawas eksternal sebagaimana Pasal 35 ayat (3) huruf a UU 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik , bahwa "pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui Pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik".
Oleh karena itu pemda dalam hal ini pada bagian pelaksana teknis pelayanan publik harus memiliki sarana komplain sebagai salah satu kewajiban penyelenggara layanan publik. Di samping itu SE KPK no.11 /2020, tentang Penggunaan DTKS dan Non DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat jelas menyebutkan pada poin ke 4 bahwa kementerian / lembaga mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberian bantuan sosial dalam bentuk menjamin keterbukaan akses terhadap data penerima bantuan sosial, realisasi pemberian bantuan dan anggaran yang tersedia bagi masyarakat yang berkepentingan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Poin ke 5 SE tersebut bahwa untuk peningkatan peran serta masyarakat, agar dalam setiap pemberian bantuan sosial Kementerian/ lembaga dan Pemerintah Daerah perlu menyediakan fasilitas layanan pengaduan dari masyarakat. Fasilitas ini harus diupayakan agar mudah dan murah penggunaannya termasuk memberikan informasi tindak lanjut pengaduan yang ada.
Pandemi Covid19 ini menjadi tantangan bagi Pemerintah dalam menjaga komitmen dan konsistensi penyelenggaraan pelayanan publik. Ego-ego sektoral harus dikesampingkan dalam bentuk koordinasi yang intens agar mudah mendapatkan penyelesaian yang solutif terhadap permasalahan-permasalahan bantuan sosial. Dengan demikian akan meminimalisir potensi konflik sosial horisontal.