Kepatuhan Pelayanan Publik
Era milenial menuntut manusia
untuk berkembang lebih pesat. Perkembangan tersebut mempengaruhi tuntutan kebutuhan masyarakat.
Dengan dinamisnya tuntutan kebutuhan masyarakat mendorong penyelenggara layanan
untuk lebih aktif memberikan pelayanan publik yang prima. Itu menandakan adanya hak dan kewajiban yang terbarui yang
timbul antara
penyelenggara dan masyarakat sebagai penerima layanan publik. Secara umum, hal tersebut tentunya diatur
dalam peraturan yang berlaku melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Adapun peraturan tersebut lahir untuk memberikan kepastian
hukum antara hubungan penyelenggara dan masyarakat sebagai penerima layanan
publik.
Namun, untuk mengukur sejauh mana pelayanan publik telah diberikan secara baik kepada masyarakat perlu adanya suatu tolok ukur. Sehingga pelayanan publik disertai dengan standar pelayanan yang menjadi tolok ukur untuk digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Selain tersedia standar pelayanan, masyarakat juga dipenuhi hak-haknya melalui maklumat pelayanan, yaitu pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang tercantum dalam standar pelayanan.
Standar Pelayanan sebagai Kepastian Layanan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik perlu adanya prinsip-prinsip yang harus dipenuhi oleh penyelenggara supaya dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaannya. Adapun prinsip-prinsip tersebut tertuang dalam asas pelayanan publik. Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 bahwa asas-asas pelayanan publik meliputi asas kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, serta kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Selain berdasarkan asas-asas pelayanan publik, penyelenggara maupun penerima layanan memiliki hak dan kewajiban dalam pelayanan pubilk sebagaimana diatur dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 18, dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. Hal inilah yang kemudian menarik untuk dikaji. Apabila berbicara mengenai hak dan kewajiban tentunya ada konsekuensi tersendiri apabila hak dan kewajiban tersebut tidak terpenuhi. Oleh karena itu, perlu adanya suatu indikator yang dapat menilai ketercapaian hal tersebut. Mari kita bahas satu per satu. Penyelenggara pelayanan publik memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dalam pelayanan publik. Adapun kewajiban yang terkait dalam tulisan ini adalah menyusun, menetapkan standar pelayanan bahkan mempublikasikan maklumat pelayanan. Adapun kewajiban tersebut sebagai hak masyarakat untuk mengetahui, mengawasi bahkan mengadukan setiap pelaksanaan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan. Hal tersebut dilaksanakan demi pelaksanaan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan publik.
Adapun standar pelayanan diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. Pada dasarnya penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan bahkan dengan melibatkan masyarakat. Terdapat beberapa komponen standar pelayanan yang meliputi dasar hukum, persyaratan, sistem, mekanisme, dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, produk pelayanan, sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan pengaduan, saran, dan masukan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan, serta evaluasi kinerja pelaksana. Selain standar pelayanan, penyelenggara pelayanan juga perlu menyusun maklumat pelayanan sebagai pemenuhan kewajiban dan kesanggupan penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
Pada akhirnya, standar pelayanan ini menjadi fokus dalam pengawasan pelayanan publik yang notabene dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Ombudsman Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penilaian Kepatuhan Terhadap Standar Pelayanan Publik. Adapun kegiatan tersebut selanjutnya disebut dengan Survei Kepatuhan terhadap Pelayanan Publik.
Perlu diketahui pula bahwa latar belakang dan urgensitas Survei Kepatuhan terhadap Pelayanan Publik adalah dalam percepatan reformasi birokrasi. Selain itu, guna menumbuhkan daya saing dan pemberdayaan aparatur pemerintahan supaya pelayanan publik lebih berkualitas. Kinerja pelayanan publik yang berkualitas pada akhirnya sangat strategis dalam menilai keberhasilan dalam otonomi daerah. Adanya reformasi birokrasi juga mendorong terwujudnya pelayanan publik yang sederhana, cepat, mudah, tidak birokratis, dan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
Selain itu, Survei Kepatuhan yang notabene berkaitan dengan standar pelayanan sehingga pengabaian terhadap standar pelayanan tersebut dapat menurunkan kualitas pelayanan. Logikanya, apabila kualitas pelayanan publik menurun, maka akan rentan terjadinya maladministrasi bahkan KKN. Sebagai contoh, tidak dipampangnya informasi pelayanan publik, yakni standar biaya akan menimbulkan praktek pungutan liar, calo, suap dalam pelayanan publik.
Adapun instrumen penilaian kepatuhan layanan yang digunakan tidak jauh dari standar pelayanan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, yaitu standar pelayanan, maklumat layanan, sistem informasi pelayanan publik, sarana, prasarana, dan fasilitas, pelayanan khusus, pengelola pengaduan, penilaian kinerja, visi, misi, dan moto pelayanan, atribut, dan pelayanan terpadu.
Berdasarkan hasil Survei Kepatuhan terhadap Pelayanan Publik yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia tahun 2019 bahwa evaluasi pada pelayanan publik adalah masih rendahnya tingkat keberpihakan atau kepedulian penyelenggara pelayanan publik terhadap aksesibilitas pengguna layanan berkebutuhan khusus (penyandang disabilitas). Selain itu, rendahnya ketersediaan informasi dan tata cara penyampaian pengaduan. Mengingat pada tahun 2021 ini, Survei Kepatuhan terhadap pelayanan publik akan kembali diselenggarakan sehingga diharapkan setiap instansi penyelenggara pelayanan publik, baik dari pusat maupun daerah dapat berbenah atau memperbaiki pelayanan publiknya sesuai dengan standar pelayanan publik sebagai bentuk kepatuhan terhadap pelayanan publik tersebut.
#SurveiKepatuhan2021
Â
Â
Â
Â