Kebijakan Bekerja Dari Rumah dan Pelayanan Publik
Sejak adanya pernyataan resmi dari World Health Organization (WHO) bahwa Corona Virus Disease (Covid-19) atau Virus Corona sebagai pandemi global dan pengumuman resmi yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto pada Senin tanggal 2 Maret 2020 bahwa Covid-19 sudah masuk ke Indonesia, sehingga siap atau tidak Indonesia harus menghadapi, mencegah, dan melawan penyebaran Covid-19 tersebut. Untuk itu Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan kebijakan, salah satunya adalah bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu melaksanakan tugas kedinasan di rumah/tempat tinggalnya masing-masing untuk mencegah dan meminimalisir penyebaran virus corona di masyarakat.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI (Kemenpan RB) menerbitkan Surat Edaran Nomor 34 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Surat Edaran Kemenpan RB Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah, yang pada intinya bahwa, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang kebijakan WFH bagi ASN yang semula sampai tanggal 31 Maret 2020 diperpanjang sampai dengan 21 April 2020. Perpanjangan itu mengikuti penetapan yang telah dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait Status Darurat Bencana Virus Corona yang juga diperpanjang hingga 29 Mei 2020. Lalu juga terkait penyesuaian sistem kerja bagi ASN melalui pelaksanaan tugas kedinasan di rumah atau tempat tinggal bagi ASN dengan mempertimbangkan penetapan status darurat bencana pada setiap Provinsi atau Kabupaten/Kota dimana instansi pemerintah tersebut berlokasi.
Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangkap pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.
Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan pelayanan publik telah diatur pemenuhannya berdasarkan regulasi yang dibuat oleh pemerintah dengan tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat. Ukuran yang digunakan untuk melihat baik atau tidaknya penyelenggaraan pelayanan publik adalah terpenuhinya komponen standar pelayanan publik. Standar pelayanan publik ini dipergunakan oleh penyelenggara sebagai pedoman dan acuan dalam penyelenggaraan pelayanan untuk masyarakat, serta agar dapat memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat sehingga masyarakat mudah menjangkau pelayanan publik.
WFH dan Pelayanan Publik
Hakekat penyelenggaraan pelayanan publik adalah memberikan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu bahwa pelayanan tidak boleh berhenti, ditutup atau dihilangkan aksesnya walaupun adanya kebijakan WFH. Karena ini hanyalah merupakan pengalihan (perubahan) metode atau cara kerja penyelenggara dan pelaksana pelayanan, namun esensinya adalah tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Tidak semua pelayanan publik dapat dikerjakan oleh penyelenggara dengan kondisi WFH, karena ada beberapa bidang yang tidak dapat melakukan WFH seperti pelayanan di rumah sakit dan seluruh fasilitas kesehatan, pelayanan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil terkait perekaman KTP Elektronik, pelayanan pembuatan Surat Izin Mengemudi, uji KIR kendaraan bermotor, dan pelayanan publik lainnya dimana memang memerlukan kedatangan masyarakat secara langsung.
Walaupun tidak memberlakukan WFH, tetap harus ada protokol kesehatan resmi dan pembatasan pelayanan publik, seperti mengurangi jumlah antrian yang masuk kedalam ruang pelayanan, kemudahan pengiriman dokumen melaluionline,adanya informasi prioritas produk layanan yang dilakukan secara datang langsung, menjaga jarak aman antara masyarakat dan pelaksana pelayanan, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dan lain-lain. Mayoritas tugas-tugas yang dapat dikerjakan melalui WFH adalah tugas-tugas yang bersifat administratif seperti administrasi persuratan, pembuatan laporan, analisa kasus dan permasalahan, pelayanan informasi publik, dan lain sebagainya
Berlakunya WFH tentu berimplikasi langsung pada kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Salah satunya contoh yaitu pelayanan publik menjadi terhambat karena faktor beberapa bidang pelayanan tidak dapat melayani masyarakat secara langsung. Maka penyelenggara pelayanan publik ditantang untuk senantiasa membuat inovasi dalam memberikan pelayanan agar pelayanan publik tidak terhambat, seperti memberikan pelayanan melalui sistem online,telepon gratis tanpa pulsa dan inovasi lainnya.
Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan penyelenggara pelayanan publik agar tetap dapat memberikan pelayanan yang efektif dan berkualitas untuk masyarakat meskipun dalam kondisi WFH ditengah semakin meluasnya penyebaran Covid-19, diantaranya: 1. Pimpinan instansi atau instansi penyelenggara pelayanan publik tetap harus melakukan pengawasan terkait pelaksanaan WFH, agar tidak keluar konteks dan jalur serta tetap memiliki sasaran kerja dan memenuhi target kinerja yang telah ditetapkan. Tanggung jawab lainnya adalah menerima, memeriksa, dan memantau pelaksanaan tugas ASN secara berkala, termasuk perihal presensi pegawai;
2. Agar WFH mempunyai target pencapaian yang jelas dan terukur, maka masing-masing Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi kementerian, lembaga dan pemda harus membuat aturan teknis secara internal terkait pelaksanaan WFH. Hal ini harus disesuaikan dengan kondisi dari masing-masing wilayah (masuk pada zona merah, kuning dan hijau), menyusun rencana kerja serta melaksanakan tugas kedinasan sesuai dengan sasaran dan target kinerja yang diberikan oleh masing-masing pimpinan unit kerja. Setiap ASN juga diharuskan membuat laporan hasil kerja secara berkala yang ditujukan kepada pimpinan unit kerja; 3. Penugasan WFH yang ditetapkan oleh masing-masing pimpinan unit kerja harus menganut azas non diskriminasi, objektif, prosedural, proporsional, professional dan humanis;
4. Seluruh penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik harus mematuhi protocol pelaksanaan WFH yang telah ditetapkan oleh Kemenpan RB; 5. Pimpinan instansi atau dinas harus memastikan bahwa ketika WFH, ASN memiliki sarana pendukung kerja seperti komputer, laptop, memiliki pulsa yang terhubung dengan alat komunikasi dan jaringan internet; 6. Penyelenggara pelayanan publik menyediakan kanal-kanal yang bisa diakses oleh masyarakat seperti email, website, nomor telepon pelayanan dan media sosial; 7. Pastikan bahwa WFH bukan berarti kantor ditutup total dan pelayanan ditiadakan. Terkait hal ini, maka penyelenggara pelayanan publik wajib memberikan informasi yang mudah diakses masyarakat seperti informasi jam pelayanan, prioritas produk layanan yang dilakukan secara online dan/atau datang langsung, kelengkapan persyaratan, sarana dan prasarana pengaduan, nama dan nomor kontak petugas pelaksana pelayanan, protokol kesehatan, dan lain sebagainya.
Kebijakan WFH adalah kebijakan humanis, yang tujuannya selain untuk mencegah dan meminimalisir penyebaran Covid-19 di lingkungan instansi pemerintah dan masyarakat luas, namun juga untuk memastikan bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing instansi pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik dapat berjalan efektif dan berkualitas guna mencapai kinerja masing-masing unit organisasi pada instansi pemerintah. (ori-kalbar, th)