• ,
  • - +

Artikel

Karakteristik Pemeriksaan Ombudsman
ARTIKEL • Senin, 22/03/2021 • Mariani
 
Penulis

Pertama kali Ombudsman terbentuk di Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 44/2000 dengan nama Komisi Ombudsman Nasional yang kemudian bertransformasi menjadi Lembaga Negara Non-Struktural (pendukung) dengan ditetapkannya UU 37/2008 tentang Ombudsman RI. Hal ini merupakan bentuk penguatan fungsi, tugas dan peran Ombudsman dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik demi terwujudnya good governance  dan clear governance.

Istilah Ombudsman berasal dari Swedia karena pertama kali kemunculannya ada di negara tersebut dan merupakan bahasa Skandinavia kuno yang artinya perwakilan. Di luar negeri, beberapa negara masih tetap memakai istilah Ombudsman untuk mengartikan lembaga yang fungsinya mengawasi pelayanan publik, seperti di negara Australia, Finlandia, Denmark, Norwegia, Islandia, dan Belanda. Namun ada juga beberapa negara yang menggunakan nama lain meski sebenarnya pengertiannya relatif sama.

Penyelenggaraan pelayanan publik berkualitas, sesuai standar prosedur, tidak semena-mena, berdedikasi tanpa ada konflik kepentingan, kesamaan kedudukan setiap masyarakat tanpa diskriminasi serta dengan diiringi peran aktif masyarakat maka setiap sektor pelayanan di negeri ini akan berjalan sebagaimana harapan dan cita-cita.

Ombudsman memiliki dua tugas pokok, yaitu mencegah maladministrasi dan memeriksa laporan dugaan maladministrasi yang berasal dari laporan atau investigasi atas prakarsa sendiri. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Ombudsman berpegang pada prinsip maupun nilai ke-Ombudsman-an. Khususnya terkait pemeriksaan, tentu itu menjadi pembeda Ombudsman dengan lembaga penegak hukum lain.

Secara umum Ombudsman dimaknai bukan sebagai lembaga pemberi sanksi namun dengan pendekatan ala Ombudsman maka mampu memberi pengaruh terhadap perbaikan penyelenggaraan pelayanan, pengambilan kebijakan/keputusan pejabat negara dan memberi efek moral terhadap institusi sehingga diikuti walau tidak mengikat. Terkhusus dalam pelaksanaan pemeriksaan, Ombudsman memiliki karakteristik yang tidak dimiliki lembaga pengawas lain.

Prinsip Pemeriksaan Ombudsman

Ombudsman memiliki kewenangan meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dan memeriksa keputusan/surat-menyurat atau dokumen lain dari Pelapor, Terlapor maupun Pihak Terkait (Pasal 8 UU 37/2008). Terhadap kewenangan tersebut tentu tidak boleh dilakukan tanpa didasari dengan prinsip dan nilai ke-Ombudsman-an. Berikut prinsip yang menjadi pedoman dalam penanganan laporan.

Dalam pemeriksaan, Ombudsman memiliki 6 prinsip, yaitu pertama, independen yang artinya Ombudsman tidak terikat dengan kekuasaan apapun, bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara maupun instansi pemerintah lainnya. Ini berarti dalam melaksanakan tugas pemeriksaan Ombudsman tidak bisa diintervensi dengan kelompok atau individu dan bebas dari campur tangan kekuasaan tertentu.

Kedua, non-diskriminasi yang artinya bahwa dalam melakukan pemeriksaan Ombudsman memandang setiap pihak sama kedudukannya, tidak membeda-bedakan secara subjektif (equality before the law) namun tetap objektif bersikap kepada Pelapor maupun Terlapor.

Ketiga, tidak memihak artinya Ombudsman tidak serta merta "menghakimi" Terlapor dan bukan juga bertindak sebagai "pengacara" Pelapor. Dalam memutuskan temuan maladministrasi didasarkan pada aturan yang berlaku dan tidak berdasar pada kepentingan pihak tertentu.

Keempat, tidak memungut biaya dalam setiap tahapan pemeriksaan. Ini berarti tidak ada biaya apapun yang dipungut kepada Pelapor, Terlapor dan Pihak Terkait. Semua tahapan gratis, mulai dari awal pelaporan hingga sampai hasil akhir pemeriksaan.

Prinsip kelima, Ombudsman wajib mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat para pihak. Artinya dalam memeriksa Terlapor, Pelapor dan Pihak Terkait harus mendengar klarifikasi maupun penjelasannnya tanpa langsung menghakimi, berempati atas masalah yang diadukan namun tidak boleh berpihak pada Pelapor.

Dan prinsip terakhir, mempermudah Pelapor dalam memberi penjelasan. Artinya memberikan kemudahan kepada Pelapor sebagai pengguna layanan, tidak mempersulit dan berbelit-belit.

Nilai Ke-Ombudsman-an

Selain memegang teguh prinsip dalam proses pemeriksaan, setiap asisten pemeriksa juga harus memahami dan menginternalisasi nilai ke-Ombudsman-an, yaitu kepatutan, keadilan, non-diskriminasi, tidak memihak (imparsial), akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan dan kerahasiaan. Hak ini secara eksplisit dijelasakan dalam Peraturan Ombudsman 42/2009 tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Insan Ombudsman.

Nilai tersebut merupakan dasar dalam bersikap sebagai pemeriksa maupun menjalankan tugas lainnya. Sebagai acuan dalam menangani laporan, berpikir, bertindak dan mengambil keputusan. Hal penting lainnya adalah bagaimana tetap berintegritas dalam melakukan pemeriksaan, tetap imparsial dan objektif dalam menyimpulkan temuan.

Dalam pemeriksaan, Ombudsman wajib menjaga rahasia identitas Pelapor jika karena alasan dan kondisi tertentu Pelapor minta dirahasiakan. Ini merupakan bentuk perlindungan yang diberikan undang-undang sehingga masyarakat tetap bisa berpartisipasi aktif mengawasi tanpa rasa takut dan khawatir.

Hak istimewa Ombudsman

Selain prinsip dan nilai daam pemeriksaan di atas, Ombudsman juga diberikan hak istimewa oleh Undang-Undang. Ini juga menjadi bagian dari karakteristik yang tidak bisa dipisahkan. 

Dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan dalam memeriksa laporan dugaan maladministrasi, Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau dugugat di muka pengadilan atau biasa disebut hak imunitas (Pasal 10 UU 37/2008).

Hak imunitas merupakan bentuk perlindungan untuk setiap asisten pemeriksa dalam melaksanakan tugas. Tentu terasa istimewa karena lembaga penegak hukum pun belum memiliki hak imunitas seperti yang dimiliki Ombudsman. Kendati demikian bukan berarti Ombudsman bisa seenaknya dalam memeriksa, tentu saja tetap berpedoman pada prinsip dan nilai ke-Ombudsman-an.

Dalam melakukan pemeriksaan, Ombudsman juga diberi kewenangan memanggil paksa (subpoena power) apabila Terlapor telah dipanggil tiga kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah.

Namun Ombudsman dituntut untuk mengupayakan pendekatan persuasif terlebih dahulu kepada para pihak sehingga bisa secara mandiri menyelesaikan. Karena tidak selalu laporan diselesaikan dengan rekomendasi. Ombudsman juga mempertimbangkan niat dan itikad baik penyelenggara yang mau memperbaiki layanan menjadi lebih baik.

Walaupun Ombudsman bukan lembaga negara utama yang disebutkan dalam konstitusi negara dan juga bukan penegak hukum yang bisa menangkap pejabat-pejabat tinggi. Namun Ombudsman memiliki karakteristik yang justru memberi sumbangsih sangat besar, khususnya dalam mewujudkan pelayanan publik yang baik.

Dan satu yang pasti, dengan karakteristik tersebutlah kemudian Ombudsman secara perlahan memberi kontribusi untuk memimalisir korupsi, kolusi dan nepotisme di negeri ini. Mari bersinergi untuk mengawasi demi pelayanan publik yang lebih baik.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...