KANAL PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK SETENGAH HATI
Berbicara pengaduan pastilah berkait dengan bagaimana cara masyarakat menyampaikannya. Secara konvensional, pengaduan dapat disampaikan secara langsung (tatap muka atau telepon), surat atau menyampaikan keluhan melalui kotak pengaduan. Cara konvensional kemudian dianggap tidak memberikan penyelesaian pengaduan sesuai yang diharapkan. Janji penyelesaian hanya tinggal janji, masyarakat menjadi apatis untuk melapor karena sudah pesimis tidak akan ada tindak lanjut, masih untung jika diatensi. Kotak pengaduan kadang berubah fungsi menjadi kotak amal atau sekedar tempat menyelipkan bungkus permen.
Mengikuti perkembangan teknologi, penyampaian pengaduan secara konvensional mengalami pergeseran dengan munculnya berbagai kanal pengaduan yang disediakan Instansi penyelenggara pelayanan. Mulai dari aplikasi pengaduan digital, media sosial seperti twitter, facebook dan instagram, penyediaan nomor SMS dan Whatsapp pengaduan, email, hingga forum warga yang terintegrasi dalam situs web Pemprov/Pemkab. Jika diamati, Aplikasismart city di berbagai daerah juga dikembangkan dengan penyediaan fitur penyampaian keluhan, seperti aplikasi GENCIL (Pemkot Pontianak), QLUE (Pemprov Jakarta), Panic Button (Pemkot Bandung) dan lainnya.
Demikian halnya dengan Pemerintah pusat. Untuk memperbaiki sistem pengaduan yang sudah ada, melalui Kantor Staf Kepresidenan mulai dikembangkan sistem pengaduan nasional digital yaitu LAPOR! sejak Tahun 2011. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik, LAPOR! hadir untuk mengakomodir pengaduan masyarakat secara nasional. Menekankan pada asas transparan dan akuntabel, LAPOR! menjadi sarana pengaduan terpadu dan berjenjang. Sesuai data resmi padawebsite lapor.go.id per Mei 2018, baru sekitar 303 Pemerintah Daerah yang telah terhubung dengan aplikasi LAPOR!. Total ini baru sekitar 59% dari jumlah Pemda yang ada di Indonesia.
Tahun 2018 menjadi ajang pembuktian keberhasilan pengelolaan pengaduan pelayanan melalui pemberian Piala Anggakara Birawa pada Top 10 Pengaduan Pelayanan Publik oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Pemenang kontes perdana ini yaitu BPJS Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kemristek Dikti, Pemerintah Kab. Banyuwangi, Pemerintah Kab. Bojonegoro, Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kota Cirebon, Pemerintah Kota Semarang, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta. Penghargaan diberikan kepada institusi yang dinilai memiliki komitmen tinggi dalam merespons pengaduan publik.
Pertanyaannya, apakah kanal yang dibentuk sudah menyentuh kepentingan masyarakat dan efektif memperbaiki pelayanan publik atau hanya sekedar pernak pernik pelengkap agar dinilai sebagai sebuah inovasi. Kenyataannya, penyediaan alternatif kanal pengaduan yang begitu variatif tidak menjamin kepuasan bagi masyarakat yang menyampaikan pengaduan.
Kembali pada harapan sederhana masyarakat bahwa setiap pengaduan yang disampaikan harus memperoleh kepastian tindak lanjut. Kepastian bahwa pengaduan sudah diterima dengan baik oleh instansi adalah dengan memberikan respon terhadap pengaduan yang disampaikan, baik dalam bentuk ucapan terimakasih atau pengaduan akan ditindaklanjuti segera. Namun pada kenyataannya, sering ditemui pengiriman pengaduan melalui email atau SMS hanya sekedar diterima tanpa dibalas. Sedangkan aplikasi pengaduan digital yang sudah responsif masih dinilai kurang efektif khususnya bagi masyarakat yang belum melek teknologi.
Tahun 2019, kanal pengaduan harus dikelola dengan sungguh-sungguh dengan memprioritaskan asas manfaat bagi masyarakat. Kanal pengaduan menjadi refleksi bahwa pelayanan yang baik dan berkeadilan adalah yang berasal dari kritik dan saran masyarakat. Sosialisasi keberadaan kanal pengaduan secara masif ke masyarakat disertai cerita sukses penanganan pengaduan dapat menjadi langkah awal membangun kepercayaan masyarakat pada Instansi penyelenggara pelayanan publik.