• ,
  • - +

Artikel

Jangan Abaikan Hak Disabilitas di Tengah Wabah Covid-19
ARTIKEL • Selasa, 02/06/2020 • Muhammad Firhansyah
 
Asisten Ombudsman RI Kalsel Muhammad Firhansyah (doc Pribadi)

Hingga hari ini konsultasi dan keluhan publik Banua ke Ombudsman Kalsel atas dampak Covid-19 terus mengalir. Setidaknya sejak dibuka pada 27 April 2020 lalu hingga awal Juni 2020, Laporan/keluhan masyarakat sudah mencapai 110 Laporan lebih, dengan 60 Laporan/keluhan dan sisanya adalah konsultasi Non-Laporan .

Berbagai keluhan layanan publik khususnya dampak Covid-19 menjadi laporan "hits" atau terbanyak selama kurang dari dua bulan ini. Salah satu keluhan yang patut menjadi perhatian serius yakni keluhan atas tidak diberikannya bantuan sosial dan layanan kesehatan yang memadai terhadap warga masyarakat penyandang disabilitas.

Para Pelapor atau penyandang disabilitas merasa perhatian pemerintah sebelum dan sesudah wabah ini sama saja. Menurut mereka disabilitas masih dianggap warga "kelas dua" meskipun sudah berulang kali memperjuangan hak-hak mereka. Bahkan, salah satu Pelapor menyatakan pihaknya sudah pernah mendatangi instansi pemerintah atau dinas sosial untuk menyampaikan konsultasi dan keluhan. Namun seperti biasa, tak ada respon dan tindaklanjut yang memadai.

Para penyandang disabilitas menyayangkan ketidakpekaan para penyelenggara pelayanan publik atas kondisi mereka. Apalagi di masa Covid-19 ini masih banyak para rekan-rekan disabilitas yang tidak terdata dan tidak mendapatkan bantuan yang cukup , padahal mereka juga sangat terdampak oleh situasi wabah Corona.

Belum lagi dari sisi akses kesehatan, membuat para disabilitas merasa "dianaktirikan" pasalnya sejumlah informasi baik mengenai mitigasi wabah dan protokol kesehatan sangat minim dilakukan khususnya di kabupaten-kabupaten. Akhirnya dengan berjibaku sendiri, mereka berusaha. Hal ini terdengar pilu ditengah wabah, karena kepedulian dan perhatian kita terhadap saudara kita disabilitas masih sangat jauh dari nilai kemanusiaan.

Bagi Ombudsman, pelayanan publik bagi disabel merupakan salah satu agenda penting menuju kabupaten/kota yang beradab dan peduli HAM, mengingat hak-hak bagi kaum ini terus "termarjinalkan" ditengah gembar-gembor pemerintah peduli disabilitas.  Meski sudah ada Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, tapi tetap saja  yang kuat kepada publik umum khususnya pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan perhatian penuh terhadap hak-hak disabilitas ini.

Ada juga kabupaten/kota atau daerah yang mulai membangun sarana pro-disabilitas, tetapi sekali lagi hanya untuk pencitraan politik dan penghargaan nasional. Tetapi saat sudah diresmikan fasilitas atau sarana bagi akses disabilitas tersebut tidak dirawat dan terkesan diabaikan. Hanya dalam hitungan minggu dan bulan saja, fasilitas tersebut tidak lagi bisa dimanfaatkan, bahkan Ombudsman Kalsel juga sering mendapat keluhan dari teman teman difabel (different abbility) bahwa mereka tidak pernah diajak untuk terlibat dalam penyusunan rencana pembangunan ruang atau fasilitas disabilitas. Akhirnya setelah di resmikan fasilitas akses disabilitas tersebut tidak bisa digunakan.

Perlakuan atau diskrimiminasi semacam ini hendaknya tidak terjadi lagi. Hak-hak penyandang disabilitas mestinya dapat dipenuhi dengan komitmen dan kebijakan yang lebih berpihak. Sebagaimana UU tentang disabilitas, pemerintah harus menjunjung hak disabilitas seperti kesamaan kesempatan, penghormatan, pelindungan, pelayanan publik dan sosial, pemberdayaan, aksesibilitas, konsesi bahkan menyegarakan didirikannya unit layanan disabilitas serta  Komisi Nasional Disabilitas adalah bentuk keseriusan dalam mengaplikasi aturan yang sudah dibuat.  

Kita berharap di tengah wabah seperti ini, publik, apalagi pemerintah tidak lagi abai terhadap hak-hak disabilitas. Pemenuhan hak-hak mereka adalah wujud meningkatkan taraf hidup yang lebih berkualitas, adil dan bermartabat sehingga tak ada lagi kisah sedih disabilitas yang ditelantarkan, dieksploitasi, dan didiskriminasi. 

 





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...