• ,
  • - +

Artikel

Hak Menguji Standar Pelayanan Publik (Bagian 2)
ARTIKEL • Jum'at, 20/03/2020 • ST. Dwi Adiyah Pratiwi, SH.,MH.,M.AP
 
Foto by Ombudsman RI Sulsel

Dengan mengandalkan partisipasi masyarakat melalui hak menguji standar pelayanan dengan melakukancross check terhadap komponen standar pelayanan di setiap instansi penyelenggara pelayanan publik, maka diperlukan perubahan terhadap peraturan teknis yang mengatur tentang penyampaian laporan atau pengaduan di Ombudsman. Di antaranya adalah Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan. Sampai saat ini Ombudsman hanya menyediakan akses bagi masyarakat untuk mengadukan dugaan maladministrasi. Dengan kata lain pengaduan tersebut dilakukan saat masyarakat telah menjadi korban maladministrasi saja sebagaimana lebih detail ditegaskan melalui Petunjuk Teknis Tata Laksana Penerimaan dan Verifikasi Laporan Nomor 3 Tahun 2019.

Mengacu pada Undang-Undang Pelayanan Publik, Pasal 10 huruf g dan h sejatinya masyarakat memiliki hak untuk mengadukan pelaksana dan penyelenggara yang tidak memperbaiki pelayanan. Dengan demikian masyarakat memiliki hak atas jaminan ketersediaan akses untuk menyampaikan keluhan atau pengaduan kepada Ombudsman sebagai lembaga pengawas apabila terdapat instansi penyelenggara pelayanan publik yang tidak memenuhi standar pelayanan agar dilakukan perbaikan, tanpa perlu menunggu masyarakat menjadi korban terlebih dahulu baru dapat kemudian menyampaikan keluhan atau pengaduannya.

Namun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Ombudsman sebagaimana ditegaskan pada Surat Edaran Nomor 25 Tahun 2019 Tentang Pedoman Kewenangan Ombudsman Republik Indonesia Dalam Penyelesaian Laporan Masyarakat, menetapkan kriteria Pelapor merupakan korban langsung atau kuasa korban yang mengalami maladministrasi pelayanan publik. Selain itu SE tersebut mengatur bahwa yang dimaksud sebagai kategori waktu peristiwa pengaduan yang dapat diadukan dan dapat ditindaklanjuti Ombudsman adalah pelayanan publik dalam lingkup peristiwa, tindakan atau keputusan yang sedang berlangsung atau belum lewat 2 (dua) tahun dari sejak peristiwa, tindakan atau keputusan itu terjadi.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Ombudsman sebagai lembaga negara tentu tidak cukup dengan hanya mengacu pada Undang-Undang 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia  saja sebagai payung hukum Ombudsman itu sendiri. Ombudsman tentu tidak dibenarkan mengesampingkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik misalnya, sebab dalam negara hukum setiap perangkat aturan ini dipandang sebagai satu sistem, yang mana satu peraturan bertalian dengan peraturan lainnya. Maka Undang-Undang Pelayanan Publik ini dapat menjadi dasar untuk Ombudsman agar memiliki kewenangan menerima dan menindaklanjuti pengaduan potensi maladministrasi.

 





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...