• ,
  • - +

Artikel

Hadirnya Mal Pelayanan Publik di Kota Poso
• Kamis, 26/08/2021 • H. Sofyan Farid Lembah SH. M.Hum
 
Kepala Perwakilan Ombudsman Sulteng bersama Bupati Poso

Hujan deras mengguyur bumi Sintuvu Maroso sejak memasuki kawasan Desa Kalora yang sepi hingga mendekati pintu gerbang kota. Melewati Moengko di sebelah kanannya, hingga suasana berubah dan terlihat mal terang benderang dengan cahaya lampu meski tak nampak banyak pengunjung malam itu. Harap maklum, mal ini memang dibangun bukan untuk investasi meraup untung semata. Seorang pengusaha dianggap "berani" membangun mal saat kota itu habis tercabik-cabik konflik SARA yang berkepanjangan. Masih teringat, Puang Yusuf Kalla saat meresmikan mal tersebut menyatakan bahwa sarana ini dibangun dengan maksud sebagai tanda, sebagai pesan bahwa kota Poso sudah aman dan ekonomi sudah pulih kembali.

Jadi jelas bila ada ungkapan bahwa pengusaha mal merugi memang resiko. Diplomasi ala Kallanomic atau sebutan lain yang lebih tepat itu menjadi design adaptif penanganan pasca konflik. Yang jelas, Poso punya mal. Hanya kota Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah yang bisa menyamainya. Kabupaten lain tidak.

Waktu berjalan, bupati pun berganti dari Muin Pusadan hingga Darmin Sigilipu yang menggantikan Piet Inkiriwang. Dalam proses itu, terbangun lagi satu mal yang berbeda jauh dengan mal sebelumnya. Mal ini bukan sebagai pusat sarana perbelanjaan masyarakat dan juga bukan pusat hiburan. Tak ada bioskop. Tak ada gedung bermandikan cahaya terang. Akan tetapi mal ini dibangun sebagai pintu gerbang investasi kabupaten Poso. Namanya adalah Mal Pelayanan Publik atau dikenal sebagai Mal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Di sana dikelola manajemen perizinan yang diharapkan memberi kemudahan siapa saja yang ingin berinvestasi dan mengadu nasib berusaha lewat pelayanan satu atap. Ada sejuta harapan yang dititipkan di mal itu oleh penggagasnya. Salah satunya adalah tidak lagi diperhadapkan pada berbelit-belitnya pengurusan perizinan yang juga jauh dari tindak maladministrasi dan tindak korupsi. Sekali lagi, masyarakat Poso boleh berbangga. Mal ini tidak dimiliki oleh kabupaten lain, bahkan kota Palu sekalipun. Ada ada 1 mal lain yang sejenis, yakni Mal Pelayanan Publik milik Pemerintah Provinsi di Jalan Teuku Cik di Tiro.

Kepemilikan mal ini memang unik. Pertanyaannya, bagaimana bisa kabupaten yang masih setengah pulih pasca konflik bisa membuat semua itu?

Rahasianya ada di hati dan visi masyarakat dan pemimpinnya. Mereka masih memegang teguh yang namanya Kita Sei Sakompo. Bahasa sederhananya adalah cinta. Cinta yang diwujudkan masyarakat Poso yang kembali membangun kerukunan dan kasih sayang antar multi etnis dan multi agama pasca konflik. Petani tetap menanam nilam, nelayan tetap melaut. Pasar tradisional tetap ramai dengan transaksi jual beli, terutama penjual ikan Fufu Cakalang yang melegenda. Jangankan manusia, belut atau sidat tetap kembali ke danau Poso setelah perjalanan panjang selama hidupnya di teluk Tomini untuk berkembang biak. Itu semua demi cinta pada kabupaten ini. The struggle for live.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...