Guru Sebagai Pahlawan Pelayanan Publik
Sejarah Hari Guru Nasional
Pada zaman penjajahan dulu, profesi guru merupakan profesi terhormat. Adapun yang menjadi guru hanya golongan elit dan bangsawan yang notabene dapat mengenyam pendidikan tinggi. Selain itu, profesi guru merupakan profesi yang langka karena sedikitnya jumlah pengajar dan kecilnya kesempatan anak bangsa untuk berkembang. Kondisi tersebut sengaja dibuat oleh penjajah agar pergerakan kemerdekaan tidak terjadi.
Sulitnya pergerakan pada saat itu tidak mengecilkan semangat para kalangan guru untuk mencapai kemerdekaan. Contohnya Ki Hajar Dewantara atau biasa dikenal sebagai Bapak Pendidikan, Douwes Dekker, dan lain sebagainya. Tokoh-tokoh tersebut yang sering kita kenal sebagai pahlawan dalam merebut kemerdekaan dari penjajah.
Perjuangan guru dimulai melalui perkumpulan kecil yang diisi oleh para pribumi dengan berbagai latar belakang. Selain itu, perkumpulan tersebut memiliki corak yang beragam, seperti keagamaan, kebangsaan, dan sebagainya. Berawal dari perkumpulan dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) dan berdiri sejak tahun 1912 yang memiliki tujuan untuk mendorong guru pribumi dalam memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda.
Selain PGHB terdapat pula perkumpulan lainnya seperti Perserikatan Normaalschool (PNS),HogereKweekschool Bond (HKSB), Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), dan Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS). Kemudian, ada juga perkumpulan dengan corak keagamaan seperti Katolieke Onderwijsbond (KOB), Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), danNederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG). Selanjutnya, pada tahun 1932, PGHB berubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Pada saat PGI mulai berkembang yang notabene masa penjajahan Jepang merupakan masa tersulit. Bagaimana tidak? Penyelenggaraan layanan pendidikan saat itu mulai dibatasi, bahkan sarana sekolah pun ditutup, padahal hal tersebut bertentangan dengan hak penerima layanan publik. Hal tersebut yang kian mempersulit perkembangan pendidikan di Indonesia.
Namun, seiring berjalannya waktu dan pergerakan-pergerakan semakin kuat, sejak 25 November 1945 perkumpulan-perkumpulan tersebut tergabung menjadi satu yang sampai saat ini dikenal sebagai Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Adapun tujuan PGRI adalah mempertahankan dan menjaga keutuhan Republik Indonesia, meningkatkan kualitas pendidikan serta pengajaran berdasarkan kerakyatan dan membela hak buruh pada umumnya serta nasib guru pada khususnya. Momentum tersebut pula mendorong Presiden Soeharto untuk mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 78 Tahun 1994 Tentang Hari Guru Nasional. Berkenaan dengan hal tersebut ditetapkan pula tanggal 25 November sebagai hari lahir PGRI yang sampai saat ini menjadi hari besar nasional.
Wajah Pendidikan Indonesia dan Peranan Guru di Era Industri 4.0
Semakin hari tuntutan perkembangan teknologi semakin besar tatkala menyebabkan sistem pendidikan kini bergeser dari konvensional menuju ke modern. Terlebih pada era Industri 4.0 ditambah pandemi Covid-19 saat ini menuntut adanya inovasi dalam teknik belajar mengajar. Seperti yang diketahui bahwa saat ini kegiatan belajar mengajar tidak terikat oleh ruang dan waktu. Adanya kemajuan perangkat teknologi menyebabkan guru dan murid saat ini tidak perlu bertatap muka dalam menjalankan kegiatan pendidikan. Dengan kata lain dalam pelayanan publik pada bidang pendidikan sedikit demi sedikit sudah menerapkan sistem Âe-government.
Namun, alih-alih mempermudah layanan pendidikan ternyata fungsi guru tetaplah penting. Bagi orangtua yang memiliki kesibukan akan menjadi masalah dalam proses belajar anak di rumah. Kemudian, bagi daerah yang memiliki akses teknologi yang terbatas seperti di pedalaman, sistem belajar daring sangatlah tidak tepat. Dengan kata lain, sebagai pengajar, guru masih harus ke setiap rumah murid untuk mengajar. Sebagai contoh guru di Toba, Sumatera Utara dan di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat yang harus ke rumah-rumah siswa demi mengajar dan antar jemput tugas pelajaran karena keterbatasan fasilitas dan jaringan internet. Hal tersebut menunjukkan bahwa sehebat apapun kecanggihan teknologi, namun jasa guru tidak akan pernah tergantikan.
Selain sebagai pendidik dalam hal akademis, akan tetapi guru juga memiliki peranan penting dalam mendidik moral siswa/i nya. Hal inilah yang seringkali terlupakan padahal dampaknya sangat besar bagi kematangan emosional dan pembentukan moralitas bangsa. Budaya ketimuran Indonesia yang lebih menekankan tata krama dan sopan santun tidak lepas dari adanya peran guru sebagai pendidik. Pada masa pandemi saat ini sudah tentu hal tersebut menjadi tantangan tersendiri. Ternyata, kemajuan teknologi dan perkembangan layanan pendidikan tidak secara mentah dapat diterima. Tetap saja, peran guru sangatlah penting dalam pembentukan moral dan tidak dapat tergantikan oleh apapun. Oleh karena itu, pelayanan publik dalam bidang pendidikan memiliki urgensitas karena berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan.
Pelayanan dan Pengawasan Bidang Pendidikan yang Prima
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional terkait prinsip penyelenggaraan pendidikan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminiatif. Selain itu pendidikan dimaknai dalam memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan pelayanan dan pengawasan bidang pendidikan yang prima diperlukan kerja sama antar berbagai pemangku kepentingan terlebih pada masa pandemi Covid-19. Hal tersebut sesuai dengan hak dan kewajiban penyelenggara maupun penerima layanan publik yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Adapun aktivitas pengawasan pendidikan ditujukan bukan untuk mencari-cari kesalahan, melainkan dalam rangka pelaksanaan fungsi manajemen untuk mencapai mutu pendidikan yang berkualitas. Sebagaimana dikemukakan oleh Robbin dan De Censo (2001) bahwa fungsi pengawasan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi, yaitu planning, organizing, leading and controlling. Pengawasan juga dilakukan dengan tujuan agar pelaksanaan tugas pokok organisasi agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan dalam bidang pendidikan dibagi menjadi tiga, yaitu pengawasan fungsional (dilakukan oleh Inspektorat dan pihak internal), pengawasan teknis (dilakukan oleh BPK dan BPKP termasuk Ombudsman RI atau pihak eksternal), dan pengawasan masyarakat. Mengingat urgensitas pengawasan dalam pelayanan pendidikan diharapkan nantinya kualitas pendidikan semakin baik termasuk juga pada peningkatan kesejahteraan guru. Selamat Hari Guru!