Filosofi Pengawasan Pelayanan Publik
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di dalam Pasal 34 Ayat (3) menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang baik. Di dalam Pasal 28 UUD 1945 juga muncul buah pemikiran yang tertuang menjadi norma bahwa negara juga berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik. Hal-hal tersebut bisa dikatakan adalah kewajiban negara dan pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat di bidang pelayanan umum yakni harus bisa melayani dan menjamin hak-hak dasar warga negara.
Ketika pelayanan publik diselenggarakan oleh negara dalam hal ini adalah pemerintah, muncul pertanyaan "pelayanan umum/ pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah apakah akan berjalan selalu dengan baik? Apakah pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik tidak pernah salah dalam bertindak? Apakah pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik perlu diawasi?" Pertanyaan-pertanyaan tersebut pasti muncul ketika pertama kali pihak di luar pemerintahan, baik itu dari warga negara/ masyarakat sebagai pengguna layanan, pihak oposisi ataupun pihak-pihak yang menganut gagasan good and clean governance.
Tanggung Jawab Negara dalam Pelayanan Publik
Tanggung jawab negara dan pemerintah dalam menjamin warga negaranya untuk bisa terlayani dengan baik melalui penyelenggaraan pelayanan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan inilah yang menjadi titik awal mengapa pelayanan publik harus diawasi. Sampai di sini, pertanyaan di paragraf sebelumnya perlu dijawab terlebih dulu yaitu "pelayanan umum/ pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah apakah akan berjalan selalu dengan baik?" Bahkan hingga detik ini pun negara dan pemerintah tidak dapat menjamin dengan baik semua pelayanan publik yang dilakukan oleh organ-organ di bawahnya yang diberi tanggung jawab untuk melaksanakan dan menyelenggarakan pelayanan publik. Pekerjaan melayani publik (public service job) yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik adalah pekerjaan yang harus memiliki hati nurani dan tanggung jawab tinggi dengan sasaran kepuasan warga negara/ masyarakat.
Ketika warga negara/ masyarakat mengakses pelayanan, siapakah yang bisa menjamin bahwa pengguna layanan itu mendapat perlakuan yang baik dan sesuai prosedur? Jawabannya bisa ada dan bisa tidak ada yang menjamin. Jawaban ada yang menjamin letaknya di mana? Di Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik). Di UU Pelayanan Publik ini negara wajib melayani warga negara/ masyarakat untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam pelayanan publik. Kenapa juga muncul pernyataan bahwa tidak ada yang bisa menjamin warga negara/ masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik. Hal ini disebabkan karena UU Pelayanan Publik itu hanya norma atau instrumen negara, tetapi yang melaksanakan pelayanan publik adalah manusia yang bertugas sebagai pengambil kebijakan dan/atau petugas pelayanan publik (penyelenggara pelayanan publik). Di sisi lain penyelenggara pelayanan publik masih banyak yang belum sadar bahwa tugasnya sangat mulia yaitu melayani orang lain yaitu warga negara/masyarakat.
Petugas/ penyelenggara pelayanan di banyak kasus masih memiliki emosional yang tinggi, temperamental, acuh, berpihak, tidak melayani, diskriminatif, no integrity, pada titik terparah bahkan melakukan korupsi. Maka, selagi pengambil kebijakan atau petugas penyelenggaraan pelayanan publik masih belum mempunyai passion dalam melayani, maka tak ada jaminan bagi masyarakat mendapatkan pelayanan publik yang baik. Di beberapa kasus, masyarakat berjuang sendiri di hadapan penyelenggara pelayanan publik ketika mendapatkan pelayanan diskriminatif
Kapan Penyelenggara Pelayanan Publik mulai diawasi?
Kemudian pertanyaan selanjutnya mari kita jawab bersama, "Apakah pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik tidak pernah salah dalam bertindak?" Pasti pemerintah dan organ-organnya pernah salah dalam bertindak melayani warga negara/ masyarakat. Selanjutnya, ketika negara dan pemerintah salah bertindak dalam melayani atau memberikan pelayanan, apa yang bisa masyarakat perbuat? Warga negara/ masyarakat yang mengalami pelayanan buruk dapat mengadukan peristiwa/kejadian pelayanan publik tersebut. Ke mana? Baru di tahun ke- 55 Republik Indonesia merdeka (tahun 2000) seseorang yang memiliki kecerdasan dan kepedulian luar biasa yang menemukan jawabannya, yaitu Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau menelurkan gagasan untuk membentuk sebuah lembaga negara yang tugasnya mengawasi pelayanan publik yaitu Komisi Ombudsman Nasional atau yang saat ini kita sebut Ombudsman Republik Indonesia.
Lebih jauh lagi, kapan penyelenggara pelayanan publik mulai diawasi, ialah ketika Pemerintah dalam hal ini penyelenggara pelayanan publik diberi kewenangan/otoritas untuk melaksanakan sebuah kebijakan. Karena, semakin besar sebuah organ pemerintahan diberi otoritas, maka organ tersebut memiliki kecenderungan untuk berlaku sewenang-wenang, melampaui kewenangan, bahkan bisa lebih dalam lagi mereka tanpa sadar melakukan perbuatan melawan hukum.
Di sisi lain muncul masalah etik yang dipandang sebagai hal remeh temeh dalam menyelenggarakan pelayanan yang akan mendegradasi pekerjaan melayani yang sebenarnya pekerjaan mulia. Orang-orang di dalam organ pelayanan itu sendiri yang melanggar nilai-nilai etik pekerjaannya yang mulia itu dengan perilaku tidak ramah, meminta imbalan, tidak melayani, dan diskriminatif. Di titik inilah dimulainya pengawasan pelayanan publik oleh organ yang indpenden dan imparsial yang diberi tugas untuk mengawasi pelayanan publik seperti Ombudsman. Apakah masyarakat bisa mengawasi? Bisa, bahkan masyarakatlah yang memiliki peran penting dalam pengawasan pelayanan publik dengan cara melapor/ membuat pengaduan, karena masyarakatlah pengguna layanan publik di negara ini.
Mengapa perlu ada yang mengawasi? Apa tujuannya?
Jawabannya ialah, karena adanya potensi abuse of power dalam penggunaan norma administratif dan etika pelayanan. Penyelenggara pelayanan perlu memiliki morality control atas pekerjaannya. Penyelenggara pelayanan perlu diberi social control atas pelayanan yang mereka berikan. Penyelenggara pelayanan juga perlu didorong untuk lebih percaya diri atas otoritas yang dimilikinya. Sehingga apa yang seharusnya terjadi bisa sejalan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Kemudian, apakah tujuan pengawasan pelayanan publik? Sedikit bisa kita cermati salah satu pengertian pengawasan ialah (1) mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah direncanakan agar proses kinerja sesuai dengan prosedur yang telah digariskan atau ditetapkan, (2) mencegah dan menghilangkan hambatan serta kesulitan yang akan datang, sedang atau mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan, (3) mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya dan mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan (Silalahi, 2003:181).
Dari berbagai pendapat tentang pengawasan pelayanan publik, pembuat undang-undang mensarikan tujuan pengawasan pelayanan publik didalam konsideran/ landasan filosofis Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI yang menyatakan bahwa pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien serta sekaligus merupakan implementasi prinsip demokrasi yang perlu ditumbuhkembangkan dan diaplikasikan guna mencegah dan menghapuskan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan. Juga dalam rangka agar terwujud aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan adanya tujuan pengawasan pelayanan publik, pemikir dan pembentuk undang-undang kemudian merumuskan tujuan lembaga yang memiliki fungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik (Ombudsman). Kemudian perumusan tujuan tersebut dituangkan dalam Pasal 4 Undang-Undang No 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera, mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik, membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme, meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan. Salam.