E-Litigasi, Inovasi Pelayanan Publik Pengadilan Berkemajuan
Pelayanan Publik di badan peradilan indonesia hari ini telah beberapa kali melakukan pembaruan yang berkemajuan (progresif), Hariclatus pernah berkata tiadalah hal yang abadi kecuali perubahan itu sendiri, dengan perubahan-perubahan yang mengarah pada kemudahan pemberian pelayanan publik, cepat, murah dan sederhana bagi masyarakat pencari keadilan yang mengoptimalkan teknologi Informasi.
Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) sebagai lembaga tinggi negara dalam sistem tatanegara Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan Kehakiman, selaras dengan misi ke empatnya yakni meningkatkan kredibilitas dan Transparansi badan peradilan dapat terlihat dengan hadirnya inovasi pelayanan publik berupa E-litigasi yang secara resmi diluncurkan pada 19 agustus 2019 ini , melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 tahun 2019, wacananya akan diterapkan pada semua Badan Peradilan di tahun 2020.
E-Litigasi merupakan kelanjutan dari E-Court sejak 2018 lalu untuk perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer, tata usaha negara dengan Perma No 1 /2019 merupakan perubahan dari Perma 3 /2018 mengenai E-Court. E-Litigasi merupakan inovasi lebih meluas dari sistem E-Court, yangmana E-Court melakukan administrasi pelayanan Publik pengadilan seperti pendaftaran gugatan, pembayaran perkara, notifikasi secara online serta Pemanggilan (Relas Panggilan) secara online. Sedangkan E-Litigasi dilakukan secara menyeluruh terhadap tahapan persidangan.
Digitalisasi tidak hanya dilakukan dalam hal pembayaran perkara maupun pemanggilan akan tetapi atas permintaan para pihak diperlakukan pula dalam tukar-menukar dokumen, jawab-menjawab, pembuktian, bahkan penyampaian putusan. Hal ini tentu mengurai rantai antrean panjang bahkan dalam hal pendaftaran perkara masyarakat pencari keadilan, mengurangi interaksi langsung dengan pemberi layanan dan juga meringkas birokrasi dalam mengakses pengadilan bagi para pencari keadilan, dalam pengalaman pengguna yang penulis temui jika pendaftaran dilakukan dengan sistem E-Court dapat kepastian jadwal sidang, hakim yang menangani perkara dapat diketahui dengan hitungan menit.
E-Litigasi juga memperluas cakupan subjek yang memanfaatkan layanan peradilan ini, semula di E-Court yang bisa memanfaatkan hanyalah para advokat yang terdaftar. Namun, di E-Litigasi ;jaksa, biro hukum, in house lawyer bisa turut memanfaatkan aplikasi ini. Tujuan diberlakukannya E-Litigasi ini demi mendobrak tembok penghalang efektivitas peradilan. Dengan E-Litigasi ini, diharapkan proses peradilan bisa lebih cepat, dapat menjembatani kendala geografis, dan juga menekan tingginya biaya perkara. Sehingga manfaat yang didapat dari E-Litigasi ini dapat terpenuhinya asas peradilan sederhana, capat dan berbiaya ringan. Juga pemenuhan asas pelayanan publik serta demi meningkatkan kepercayaan publik dalam peradilan . Dengan kata lain berbagai prinsip pelayanan, seperti kesederhanaan, kejelasan, kepastian, keamanan, keterbukaan, efisien, ekonoinis, dan keadilan yang merata merupakan prinsip-prinsip pelayanan yang harus diakomodasi dalam pemberian pelayanan publik di Indonesia akan niscaya terwujud.
Praktik internasional mengenal dua jenis E-litigation process, yakni berupa pertukaran dokumen (document exchange/DE) dan pembuktian elektronik kalau di Australia istilahnya e-courtroom kalau di Singapura Court technology, untuk pembuktian juga terbagi menjadi dua, ada pembuktian surat dan ada pembuktian saksi. Untuk melangkah ke tahap itu, perlu dipikirkan secara matang hukum acara seperti apa nantinya yang akan diterapkan untuk melakukan pembuktian surat maupun saksi secara elektronik ? Tentu menjadi menarik melihat wacana penerapan E-litigasi tersebut pada tahun 2020 mendatang. Jika dilihat dari E-Litigasi tersebut melakukan kedua tahapan tersebut, mulai dari E-filing (pendaftaran perkara secara Elektronik), E-Payment (Pembayaran Perkara secara Elektronik), E-Summons (Panggilan Sidang secara Elektronik) serta E-Litigation (Persidangan secara Elektronik) .
E-Courtroom Australia
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dengan dilakukannya reformasi peradilan. Pada mulanya, FCA (Federal Court Australia) Pada tahun 2005, merumuskan e-Services strategic plan (rencana strategis pelayanan elektronik) untuk mengembangkan konsep e-court seperti e-filing dan e-court room. Keseluruhan konsep tersebut akhirnya diperkenalkan untuk pertama kalinya pada 14 Juli 2014 di Adelaide. Prosesnya, pihak yang berperkara membuat akun yang terdaftar pada sistem E-Lodgment dan menggunakan akun tersebut untuk mengunggah dokumen-dokumen persidangan.
Dokumen yang telah diunggah melalui E-lodgment akan langsung tersambung dan masuk dalam Electronic Court File (ECF). ECF merupakan bank dokumen resmi pengadilan yang memuat seluruh dokumen yang diajukan para pihak maupun dokumen yang dibuat oleh pengadilan, baik hakim maupun staf. Melalui ECF ini, pengadilan bisa memeriksa berkas perkara secara elektronik, risiko hilangnya lembaran berkas perkara dapat diminimalisir, bahkan jika hendak melakukan perubahan dokumen tak lagi diperlukan cetak kertas ulang. Disamping itu, dengan teknologi yang tergolong advance, bahkan ketika para pihak ingin memperoleh cap/stempel pengadilan, hanya butuh beberapa menit berkas yang sudah distempel tersebut dikirimkan kembali kepada akun e-Lodgment para pihak.
Mengingat Australia merupakan Negara dengan sistem hukum common law, peralihan besar-besaran dari sistem peradilan kertas menuju elektronik itu tak dilakukan melalui peraturan perundang-undangan yang baru, melainkan cukup dengan notice yang dikeluarkan pengadilan. "Tidak ada regulasi baru, hanya saja pengadilan telah mengeluarkan banyak notice untuk peralihan proses beracara dari berbasis kertas menuju proses elektronik ini," - CEO and Principal Registrar FCA, Warwick Soden.
Bagaimana dengan Ombudsman RI ?
Adalah suatu keniscayaan bagi Ombudsman RI melakukan inovasi dalam terciptanya pelayanan publik yang cepat, efisien dan solutif bagi pemenuhan pelayanan publik yang prima bagi masyarakat dan juga pelaksana Pelayanan Publik di Indonesia.
Semakin dikenalnya Ombudsman RI oleh masyarakat dan makin tingginya aksesibilitas masyarakat ke Ombudsman RI perlu inovasi dalam penanganan pengaduan masyarakat, memberikan kemudahan akses dalam penyelesaian pengaduan ke Ombudsman, akan sangat memungkinkan dikemudian hari dengan pertimbangan efisiensi, jarak dan waktu serta mempercepat penyelesaian penumpukan Laporan masyarakat cara pemeriksaan serta pemberian klarifikasi dan permintaan dokumen-dokumen terkait pada Pelapor, Terlapor ataupun pada Pihak terkait oleh Ombudsman RI dilakukan dengan sistem yang berbasis teknologi Informasi seperti E-Litigasi tersebut.