• ,
  • - +

Artikel

Dua Dekade Ombudsman RI Mengawasi
• Senin, 09/03/2020 • Muhammad Burhan
 
Muhammad Burhan, Asisten Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung

Tepat 10 Maret 2020, Ombudsman Republik Indonesia genap berusia 20 tahun. Sebagai salah satu lembaga yang lahir pasca reformasi, tentu menjadi harapan besar bangsa Indonesia akan adanya perubahan yang lebih baik dalam tata kelola pemerintahan(good governance). Tegaknya supremasi hukum dan terciptanya pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi tuntutan reformasi kala itu. Semangat itu menjadi tujuan dibentuknya lembaga Ombudsman di Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.

Hadirnya Ombudsman menjadi asa masyarakat Indonesia terutama yang menjadi korban maladministrasi. Bagi mereka yang terdiskriminasi karena enggan memberi, bagi mereka yang mendapat pelayanan berlarut-larut karena birokrasi yang semrawut, bagi mereka yang mendapat pelayanan tak sesuai prosedur karena abai dengan alur, dan bagi mereka semua yang berharap akan pelayanan publik yang lebih baik.

Kelahiran Ombudsman di Indonesia

Istilah Ombudsman lahir pertama kali di Swedia dibentuk oleh Raja Charles XII pada tahun 1700-an dari bahasa skandinavia yang memiliki arti perwakilan. Meskipun demikian, sebetulnya sistem pengawasan seperti Ombudsman sudah jauh ada sejak masa Kekhalifahan Umar Bin Khatab yang membentuk lembaga yang namanya QadhialQudhaat yang bertujuan untuk melindungi warganya dari tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan kekuasaan dari pemerintah. Sementara tonggak pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia  dimulai pada masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid. Pemerintah pada waktu itu tampak sadar akan perlunya lembaga Ombudsman di Indonesia menyusul adanya tuntutan masyarakat yang amat kuat untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan penyelenggaraan negara yang baik atau clean and good governance.

Pada Maret 2000, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional (KON). Pada saat itulah, Indonesia memasuki babak baru dalam sistem pengawasan dengan berdirinya lembaga Ombudsman Indonesia dengan dengan nama Komisi Ombudsman Nasional.  

Pentingnya pelibatan masyarakat dalam sistem pengawasan menjadi pertimbangan yang cukup kuat dibentuknya lembaga Ombudsman di Indonesia. Terdapat tiga pemikiran dasar sebagaimana tertuang di dalam konsideran Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000, yakni: (1) Bahwa pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, (2) Bahwa pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan negara merupakan implementasi demokrasi yang perlu dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisasi, (3) Bahwa dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

Kedudukan Ombudsman sebagai pengawas pelayanan publik seiring waktu semakin diperkuat. Untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas, dan wewenang Komisi Ombudsman Nasional dibentuklah Undang-undang tentang Ombudsman Republik Indonesia sebagai landasan hukum yang lebih jelas dan kuat. Pada tanggal 7 Oktober 2008 ditetapkanlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Setelah berlakunya Undang-Undang Ombudsman Republik Indonesia, maka Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia. Perubahan nama tersebut mengisyaratkan bahwa Ombudsman tidak lagi berbentuk komisi negara yang bersifat sementara, tetapi merupakan lembaga negara yang permanen sebagaimana lembaga-lembaga negara yang lain, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainya.

 

Sekelumit Kiprah Ombudsman

Sejak diundangkannya Undang-Undang Ombudsman Republik Indonesia, kewenangan Ombudsman untuk mengawasi  penyelenggaraan pelayanan publik semakin diperjelas. Batas-batas pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.       

Sebagai lembaga negara yang memiliki tugas menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, sudah cukup banyak laporan yang menyita perhatian publik dan dinilai merugikan masyarakat yang kemudian ditangani oleh Ombudsman. Mulai dari laporan soal pertanahan/agraria, kepolisian, kepegawaian, pendidikan, dan lain sebagainya. Laporan tersebut menyangkut masalah pelayanan publik baik barang publik, jasa publik dan administrasi publik. Beberapa kasus telah diselesaikan oleh Ombudsman. Sebut saja laporan terkait adanya dugaan pungutan di luar ketentuan oleh pihak sekolah yang dilakukan kepada peserta didik penerima BOSDA. Berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman, pihak sekolah diminta untuk mengembalikan hasil pungutan tersebut kepada wali murid. Kemudian adanya dugaan penundaan berlarut oleh salah satu pemerintah daerah terkait tunjangan sertifikasi guru. Ombudsman berhasil mendorong pemerintah daerah terkait untuk berkomitmen menyelesaikan masalah tersebut yaitu dengan membayarkan tunggakan tunjangan sertifikasi guru yang nilainya cukup fantastis.

Sekelumit contoh kasus laporan tersebut adalah sebagian kecil dari sekian banyak laporan yang telah ditangani oleh Ombudsman. Namun, terlepas dari banyaknya laporan yang ditangani oleh Ombudsman, hal yang paling penting adalah manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan penyelenggara pelayanan publik akan hadirnya Ombudsman. Sebab kehadiran Ombudsman sebagai lembaga eksternal pengawas penyelenggaraan pelayanan publik, posisi Ombudsman adalah imparsial (tidak memihak) baik ke pelapor (masyarakat) ataupun terlapor (penyelenggara pelayanan). Ombudsman dalam kerja-kerjanya selalu mengutamakan norma yang berlaku meskipun sesekali juga menerapkan konsiliasi dan mediasi. Namun tetap saja, tak jarang ada pihak yang merasa tak puas diri.

Mengutip kata-kata Ketua Ombudsman Republik Indonesia Prof. Amzulian Rifai pada Rapat Kerja Ombudsman Nasional dengan tema "Dua Dekade Ombudsman Mengawal Pelayanan Publik" beberapa waktu lalu di Jakarta di hadapan para Insan Ombudsman dan pimpinan lembaga negara yang hadir ia mengatakan, "Jangan pernah menyerah dengan berbagai tantangan yang ada. Kita tidak boleh menyerah untuk menghadirkan pelayanan publik yang lebih adil dan lebih pasti sebagaimana diimpikan oleh masyarakat Indonesia." Kata-kata tersebut seolah mengingatkan akan sebuah adagium dari Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM) yaituFiat Justitia Ruat Caelum, yang artinya hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh.

Pada akhirnya, sebagai Insan Ombudsman yang juga bagian dari masyarakat, mudah-mudahan impian akan pelayanan publik yang adil dan pasti akan segera terealisasi. 20 Tahun bukanlah waktu yang singkat untuk Ombudsman. Namun untuk mewujudkan birokrasi yang bersih, melayani untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik, waktu 20 tahun terbilang belum cukup. Butuh komitmen dari penyelenggara itu sendiri untuk mewujudkannya dan perlu adanya partisipasi masyarakat untuk ikut serta mengawasi. Selamat hari jadi Ombudsman RI.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...