• ,
  • - +

Artikel

Deteksi Dini Korupsi
ARTIKEL • Senin, 28/10/2019 • Darius Beda Daton
 
Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton bersama Wakil Walikota Kupang dan Plt. Asisten III Sekda Kota Kupang dalam kegiatan sosialisasi penerapan aplikasi LAPOR! SP4N Kota Kupang, Jumat (26/7). (Foto: Victor/Keasistenan Pencegahan-Ombudsman)

Dalam beberapa kegiatan rapat kerja nasional Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan rapat kerja nasional Ombudsman RI yang pernah saya ikuti, mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla selalu mengatakan bahwa di Indonesia setidaknya ada begitu banyak lembaga pengawas pemerintah baik pengawas eksternal maupun pengawas internal. Di internal pemerintah ada inspektorat jenderal kementerian, unit pengawasan lembaga pemerintah non kementerian, inspektorat provinsi, inspektorat kabupaten/kota dan BPKP. Sedangkan pengawas eksternal ada KPK, Polri, Kejaksaan, BPK, Ombudsman, dll. Tetapi mengapa masih banyak orang terjerat korupsi dan terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) penegak hukum. Apakah itu artinya para pengawas internal dan eksternal kita tidak bekerja maksimal mencegah terjadinya korupsi dan maladministrasi? Pertanyaan retorik mantan Wakil Presiden RI dalam kegiatan raker tersebut hemat saya tidak salah. Mesti kita jadikan outokritik mengingat semua lembaga pengawas setidaknya memiliki fungsi pencegahan guna mencegah terjadinya penyimpangan (fraud) termasuk korupsi.  Seluruh lembaga pengawas memiliki sistem peringatan dini dan memberikan solusi atas berbagai masalah yang kerap terjadi di lingkungan pemerintah dan pemerintah daerah baik pengawasan umum maupun teknis terkait perencanaan dan penganggaran daerah, pajak dan retribusi daerah, hibah dan bantuan sosial, pengadaan barang dan jasa, perizinan dan non perizinan serta perjalanan dinas.

Peran  APIP

Pada prinsipnya pengawasan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang ditujukan untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan bertujuan antara lain: pertama,  mencegah terjadinya penyimpangan; Kedua, menghindari temuan berulang; Ketiga, mendorong ASN memahami aturan; Keempat, menjalankan tupoksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; Kelima, tujuan Organisasi dapat tercapai sesuai target yang telah ditetapkan. Biasanya temuan pengawasan juga sangat beragam antara lain: ketekoran kas bendahara, kurang volume pekerjaan, kemahalan harga pekerjaan, spesifikasi pekerjaan tidak sesuai kontrak, pekerjaan fiktif, sebagian dana digunakan untuk kepentingan pribadi/kelompok, pajak sudah dipungut tetapi tidak disetor ke Negara/Daerah, denda keterlambatan dan pajak Negara/Daerah belum dipungut dan disetor ke Kas Negara/Daerah. Karena itu hendaknya para kepala daerah menjadikan APIP sebagai mata dan telinga untuk mendeteksi korupsi lebih dini sebelum menimbulkan dampak yang lebih kompleks ke masyarakat. Peran APIP sangat penting untuk membenahi dan mencegah agar semua temuan pengawasan sebagaimana tersebut di atas tidak terus berulang setiap tahun. Sebab jika terus berulang, artinya pengawas dianggap tidak membantu birokrasi mencegah korupsi lebih dini. Setidaknya ada beberapa peran penting yang diemban APIP. Pertama, sebagai alat kontrol dan manajemen risiko dalam menerapkangood governance dan peningkatan kinerja instansi pemerintah dalam pelayanan publik. Kedua, sebagai katalisator dan konsultansi untuk mendorong pemenuhan kewajiban  reformasi birokrasi. Ketiga, memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Keempat, melindungi seluruh ASN dari jeratan hukum. Perlindungan hukum bukan untuk melindungi kejahatan atau menutupi tindakan pidana. Namun, menjadikan hukum administrasi sebagai pilihan hukum untuk menilai tindakan penyelenggara pemerintahan. Sehingga penerapan hukum pidana merupakan tindakan terakhir (ultimum remedium) dalam penyelenggaraan pemerintahan. Karena itu aparatus APIP mesti memiliki syarat utama yaitu memiliki integritas yang tinggi dibanding unit lain agar dapat menjadi contoh dalam menegakkan integritas selain terus berupaya mengembangkan kualitas diri agar mampu mengendus penyimpangan yang terjadi di seluruh instansi.


Peran Ombudsman

Sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, Ombudsman antara lain bertujuan mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ombudsman juga diberi tugas melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan salah satu diantaranya adalah korupsi.  Karena itu wajar jika Ombudsman ikut dimintai pertanggungjawaban jika Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tidak membaik dari waktu ke waktu. sebab setidaknya tiga undang-undang memberi wewenang kepada Ombudsman untuk melakukan perbagai upaya pencegahan maladministrasi antara lain: Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015.  Dalam melaksanakan peran tersebut Ombudsman antara lain melaksanakan kegiatan rutin seperti: monitoring layanan pada loket pelayanan untuk memastikan apakah seluruh penyelenggara pelayanan telah menyusun, menetapkan dan menerapkan standar pelayanan publik, Survei Kepatuhan Standar Pelayanan, Survei Indeks Persepsi maladministrasi, Investigasi bila ada dugaan maladministrasi, Pemeriksaan tanpa pemberitahuan (Sidak) ke loket pelayanan dan Mystery Shopping jika dipandang perlu.  

 

Minim Perbaikan

Adakah dampak yang dirasakan masyarakat atas pengawasan berlapis tersebut? Saya berani menjawab belum signifikan, pasalnya hari-hari ini temuan pengawasan berupa: ketekoran kas bendahara, kurang volume pekerjaan, kemahalan harga pekerjaan, spesifikasi pekerjaan tidak sesuai kontrak, pekerjaan fiktif, sebagian dana digunakan untuk kepentingan pribadi/kelompok, pajak sudah dipungut tetapi tidak disetor ke Negara/Daerah, denda keterlambatan dan pajak Negara/Daerah belum dipungut dan disetor ke Kas Negara/Daerah masih terus terjadi. Pun demikian dengan kemudahan dan kecepatan pelayanan di loket. KTP, SIM, STNK, sertifikat tanah dll masih menjadi keluhan warga dari sisi kemudahan, kecepatan dan tarif pelayanan yang tidak sesuai ketentuan yang ditetapkan. Meski demikian kita semua harus terus berupaya. Perubahan memang sedikit kita rasakan, tetapi setidaknya kita terus berupaya agar dampak dari kerja-kerja pengawasan dirasakan manfaatnya oleh warga. Perubahan belum pasti membawa perbaikan, tetapi dapat dipastikan bahwa untuk menjadi lebih baik, segala sesuatu harus berubah.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...