Catatan dari Amsterdam (3) Suasana Indonesia di Belanda

Seperti pagi di hari sebelumnya, cuaca di Amsterdam pada pagi Senin (9/4) itu masih sangat dingin karena berkisar 10 derajat. Dengan suhu udara seperti maka itu hampir semua peserta pelatihan meninggalkan apartemen menuju kampus Vrije Universiteit (VU) menggunakan jaket tebal. Perlu waktu sekitar 25 menit untuk sampai ke kampus VU dengan berjalan kaki. Sebenarnya ke kampus bisa menaiki kereta Metro atau trem, namun kami sepakat ke kampus berjalan kaki supaya bisa menikmati dinginnya pagi Amsterdam.
''Selamat pagi,'' tiba-tiba seorang perempuan muda menghampiri tim Ombudsman yang baru beristirahat di hall kampus VU usai tiba di kampus tersebut sebelum memulai pelatihan. Sambil memperkenalkan diri, perempuan asal Indonesia bernama Alida itu ternyata penerjemah yang ditunjuk VU untuk mendampingi kami selama mengikuti training di Belanda.
Belum lama berbicang dengan Alida, tim Ombudsman dikejutkan lagi oleh sebuah sapaan berbahasa Indonesia. ''Selamat datang dan selamat pagi,'' sapaan itu terdengar agak asing. Ternyata sapaan itu datang dari Marise van Amersfoort, Project Manager Center for International Coopertion VU Amsterdam. Sapaan Marise pagi itu seolah membuat kampus VU semakin ''terasa Indonesia'', walaupun belum banyak orang Indonesia yang kami temui selama berada di Amsterdam.
Tak lama berbicang di hall tersebut, Marise segera mengantar tim Ombudsman ke ruang pelatihan yang berada di lantai 2 kampus VU. Di ruang kelas sudah hadir dua trainer perempuan yaitu Linda Reijerkerk dan Frederique van Zomeren. Linda merupakan Direktur Center for Conflict Resolution and Mediation (CvC). Sedangkan Frederique merupakan trainer di CvC. Keduanya memberikan ilmunya kepada peserta selama pelatihan berlangsung. Masih ada lagi satu trainer perempuan dari CvC, yaitu Mirjam Duyser. Ketiganya rutin mengisi pelatihan selama tiga pekan di kampus VU.
Selain ketiga trainer di atas, pelatihan juga melibatkan Kementerian Dalam Negeri dan Kerjasama Kerajaan Belanda, tim dari Ombudsman Belanda dan Prof Adriaan Bedneer, peneliti di Universiteit Leiden yang sangat fasih berbahasa Indonesia. Satu lagi trainer pria yang terlibat, yaitu Jorn Dormans.
Kampus VU yang terletak di perempatan jalan raya tersebut tidak seperti kebanyakan kampus perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Kampus VU terkesan seperti sebuah mal karena memiliki hall ataupun lobi yang luas. Di setiap sisi hall terdapat banyak bangku yang sering digunakan mahasiswa untuk beristirahat sambil menunggu jam perkuliahan. Di sisi kiri hall lantai 1 tersebut terdapat toko buku, sedangkan di sisi kanan terdapat cafe dan kantin yang menjual berbagai makanan dan minuman hangat.
Selama pelatihan berlangsung trainer selalu menyambut peserta di kelas dengan ucapan ''selamat pagi''dan ''good morning''. Walaupun kalimat ''selamat pagi'' yang mereka ucapkan masih terpatah-patah, namun terlihat betapa trainer berupaya menciptakan suasana pagi dengan suasana Indonesia.
Selain di kelas, suasana Indonesia juga sering kami rasakan di kampus VU. Ketika istirahat siang kami sering bertemu mahasiswa Indonesia yang kuliah di VU. Menurut informasi, mahasiswa Indonesia yang kuliah di VU mencapai 50 orang. Beberapa mahasiswa yang kami temui mengaku berasal dari Jakarta, Surabaya, Yogyakarta,, Bogor dan beberapa daerah lainnya. Kesempatan seperti ini membuat suasana Indonesia makin terasa di kampus VU.
Mahasiswa Indonesia di Leiden
Memasuki pekan kedua pelatihan di VU terasa spesial bagi peserta pelatihan. Karena mulai pekan kedua tersebut dua pimpinan Ombudsman RI yaitu bapak Prof. Adrianus E Meliala dan bapak Alamsyah Saragih turut bergabung bersama peserta pelatihan. Selama berada di Belanda, selain bergabung dengan peserta pelatihan pimpinan Ombudsman RI juga melakukan kunjungan ke kantor Ombudsman Nasional Belanda dan Kedutaan Besar RI yang keduanya berada di Den Haag.
Selain itu, pimpinan Ombudsman RI Prof Adrianus E Meliala juga memberikan kuliah umum di hadapan puluhan mahasiswa Indonesia pada hari Kamis (19/4) siang di kampus Fakultas Hukum Universiteit Leiden. Kuliah umum dilaksanakan atas kerjasama PPI Leiden, PPI Belanda dan Iluni UI NL serta turut dihadiri seluruh peserta pelatihan ini membuat suasana Indonesia makin terasa di kampus Universiteit Leiden.
Prof Adrianus E Meliala dalam kesempatan itu memberikan kuliah umum dengan tema ''Membangun Budaya Hukum Mempengaruhi Ombudsman Power: Studi Perbandingan Ombudsman RI dan Ombudsman Belanda''. Dalam paparannya diutarakan tentang apa saja tugas dan kewenangan Ombudsman RI dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.
Menurut Prof. Adrianus tugas utama Ombudsman RI adalah menerima laporan masyarakat atas terjadinya dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Berdasarkan laporan masyarakat yang diterima Ombudsman selanjutnya menindaklanjuti setiap laporan tersebut sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Juga diutarakan apa saja bentuk-bentuk maladminitrasi yang sering dilaporkan masyarakat kepada Ombudsman RI.
''Masyarakat di Indonesia banyak yang tidak ingin berurusan dengan penegak hukum ketika menghadapi persoalan pelayanan publik. Masyarakat mencoba melakukan upaya penyelesaiannya dengan polarestorastive justice dalam penegakan hukum. Dengan sikap yang demikian maka masyarakat kemudian mencari cara untuk menyelesaikan persoalannya, dan salah satu cara itu adalah dengan menyampaikan laporan atau keluhannya kepada Ombudsman Republik Indonesia,'' papar Prof. Adrianus.
Kuliah umum yang disampaikan Prof Adrianus E Meliala ternyata mendapat respon dan antusiasme yang tinggi dari mahasiswa Indonesia di Universiteit Leiden. Sekjen PPI Belanda Yance misalnya mempertanyakan lebih jauh tentang apa saya yang sudah diperbuat Ombudsman RI untuk menyelesaikan persoalan-persoalan besar yang dihadapi masyarakat?
Menanggapi pertanyaan ini Prof Adrianus mengutarakan bahwa selain bertugas menerima laporan dari masyarakat yang mengeluhkan penyelenggaraan pelayanan publik Ombudsman juga melakukan tugas-tugas pencegahan maladministrasi. Tugas-tugas tersebut kemudian dijabarkan dengan melakukan sejumlah kajian atas berbagai persoalan dalam penyelenggaraan publik di Indonesia.
Pada kuliah umum tersebut pimpinan Ombudsman RI Alamsyah Saragih juga turut memaparkan sejumlah tugas-tugas Ombudsman RI untuk menyikapi berbagai persoalan pelayanan publik yang menyita perhatian masyarakat. Intinya Ombudsman tidak diam saja ketika ada persoalan publik yang dipersoalkan oleh masyarakat luas.
Kuliah umum yang menghabiskan waktu sekitar dua jam di Universiteit Leiden tersebut terlihat semakin membuka cakrawala mahasiswa Indonesia di Belanda akan keberadaan lembaga negara Ombudsman RI. Bagi peserta pelatihan sendiri momentum kuliah umum ini juga menjadi ajang bersilaturahim dengan warga Indonesia yang ada di Belanda. Jika selama pelatihan peserta hanya bertemu dengan satu atau dua orang Indonesia saja di VU, pada kuliah umum di Leiden peserta pelatihan bisa bertemu orang Indonesia dalam jumlah yang lebih banyak lagi. Akhirnya, kerinduan akan suasana Indonesia kembali hadir di Leiden. (RIAU-AF)