Awas “Jebakan Batman” dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sangat erat kaitannya dengan pelayanan publik. Serangkaian proses pengadaan barang/jasa mulai dari perencanaan pengadaan hingga serah terima hasil pengadaan memuat ruang lingkup pelayanan publik, berupa layanan barang, jasa, dan administratif sebagaimana berpedoman pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi lahan basah bagi sejumlah oknum untuk mencari keuntungan pribadi. Terakhir, sejumlah pejabat di Basarnas dan pengusaha swasta tersandung kasus suap pengadaan barang/jasa periode tahun 2021 hingga 2023 dengan barang bukti uang tunai sebesar Rp. 999,7 juta. Dalam kasus tersebut Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi menjadi salah satu tersangka.
Penulis memantau adanya modus-modus permasalahan pelayanan pengadaan barang/jasa pemerintah, sehingga banyak calon penyedia atau peserta tender yang terjebak dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yang diduga telah ditentukan pemenangnya di awal. Adapun beberapa modus tersebut diantaranya sebagai berikut:
A. Penyimpangan prosedur dalam pemilihan penyedia;
Prosedur yang biasa dilanggar adalah evaluasi penawaran penyedia yang tidak mengikuti ketentuan dalam Dokumen Pemilihan sehingga Pokja Pemilihan berlaku diskriminatif dan sewenang-wenang, serta perubahan dokumen pemilihan di tengah proses pemilihan yang tidak berdasarkan pertanyaan peserta dalam kegiatan pemberian penjelasan (aanwijzing), yang diduga kuat sebagai upaya mengarahkan spek tender kepada calon penyedia tertentu;
B. Perbuatan tidak patut oleh SDM Pengadaan Barang/Jasa;
Moral hazard SDM pengadaan barang/jasa pemerintah seperti Pokja Pemilihan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) masih menjadi keluhan utama, Adapun modus yang sering ditemukan adalah:
- Persekongkolan antara calon penyedia dengan SDM pengadaan barang/jasa pemerintah dalam proses pemaketan dan evaluasi penawaran;
- Pokja pemilihan yang tidak menjawab pertanyaan dalam kegiatan pemberian penjelasan (aanwijzing);
- Kelalaian Pokja Pemilihan dalam melakukan evaluasi penawaran dan penetapan pemenang tender;
- Penyalahgunaan wewenang dalam hal pemutusan kontrak.
C. Pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa yang menyimpang dari prosedur;
Pelaksanaan kontrak oleh PPK yang tidak sesuai dengan kontrak, penilaian pekerjaan yang tidak objektif, dan penyalahgunaan wewenang dalam pemutusan kontrak secara sepihak, biasanya menjadi modus agar "pemenang tender yang tidak diinginkan" menjadi seolah-olah wanprestasi atau lalai, sehingga terjadi pemutusan kontrak secara sepihak untuk dapat dilakukan tender/seleksi ulang untuk memenangkan "pemenang tender yang diinginkan."
D. Permasalahan Pembayaran kontrak pengadaan barang/jasa;
Dalam hal pembayaran kontrak, ditemukan gejala bahwa terdapat permasalahan pembayaran oleh BUMN Karya pemenang proyek kepada subkontraktornya. Diduga BUMN Karya yang tidak sehat secara keuangan, memaksakan untuk mengikuti tender. Terlebih tender tersebut misalnya berupa Proyek Strategis Nasional, hal tersebut mengancam pelayanan publik kepada masyarakat.
E. Tidak responsifnya layanan pengaduan Unit Pelayanan maupun APIP.
Pasal 77 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, masyarakat dapat menyampaikan pengaduan kepada Inspektorat sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Namun sarana pengaduan APIP untuk pengadaan barang/jasa pemerintah terkadang tidak tersedia serta terkadang APIP tidak memberikan tanggapan maupun penyelesaian terhadap suatu pengaduan dari masyarakat. Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 44 Ayat (1) juncto Pasal 50 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Terhadap modus-modus permasalahan pelayanan publik dalam pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut, Penulis menyampaikan catatan perbaikan sebagai berikut:
- Optimalisasi Inspektorat atau APIP sebagai probity advisor yang dapat dibantu tim teknis independen untuk mengidentifikasi kecurangan maupun pengkondisian paket sedari dini pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah mulai dari proses perencanaan dan pemaketan hingga serah-terima dan pembayaran pekerjaan;
- Peningkatan kompetensi dan profesionalitas SDM Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui fungsionalisasi SDM PBJ;
- Apresiasi (Reward) yang layak bagi SDM Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang melaksanakan proses tender yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjunjung tinggi asas-asas pengadaan barang/jasa pemerintah;
- Monitoring dan evaluasi rutin proses pengadaan barang/jasa oleh atasan langsung, PA/KPA, maupun APIP;
- Optimalisasi sarana pengaduan serta proses pengelolaan pengaduan dengan memperhatikan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik.
Dalam perbaikan jangka panjang, dapat juga disusun suatu konsep agar proses tender maupun e-katalog diselenggarakan oleh suatu badan independen yang bebas dari pengaruh rezim kekuasaan baik di daerah maupun di tingkat pusat.
Maladministrasi Proses Pengadaan Barang/Jasa Pangkal Korupsi
Penulis memandang pangkal masalah terjadinya korupsi dalam layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah adanya maladministrasi baik dalam proses tender maupun perilaku SDM Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Maladministrasi tidak hanya menyebabkan kerugian kepada masyarakat, namun juga kepada negara. Maladministrasi menyebabkan tujuan utama proses pengadaan barang/jasa pemerintah, yaknivalue for money (Menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan) tidak terwujud. Maladministrasi yang berulang akan menjadi pintu masuk bagi korupsi pada pengadaan barang/jasa pemerintah.
Penulis berharap semoga tidak ada lagi maladministrasi maupun akal-akalan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yang tentunya merugikan peserta tender selaku penerima layanan publik, serta secara luas adalah masyarakat selaku penerima hasil pelayanan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Apabila menemukan indikasi maladministrasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, agar tidak ragu untuk melaporkan kepada Ombudsman RI selaku lembaga negara pengawas eksternal pelayanan publik melalui berbagai sarana pengaduan Ombudsman RI yang ada.