• ,
  • - +

Artikel

Antisipasi PSBB Banjarmasin
• Rabu, 22/04/2020 • Noorhalis Majid
 
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel, Noorhalis Majid.

Artikel yang ditulis Profesor DR H. Mujiburrahman, Rektor UIN Antasari pada Senin (13/04/2020) di sebuah harian media, sangat menarik. Tulisan tersebut diawali dengan menukil  karya terbaru seorang filusuf asal Slovenia, Slavoj Zizek berjudul Pandemic! Covid-19 Shakes the World (Wabah Covid 19 Mengguncangkan Dunia) yang baru terbit pada tahun 2020. Menurutnya, saat ini kita sedang menghadapi krisis kesehatan, ekonomi, psikologis yang berdampak politik, dan kita tidak bisa kembali normal seperti dulu. Pasca krisis nanti, kita harus membangun normalitas baru dari reruntuhan kehidupan normal kita yang dulu.

Lebih lanjut kata Mujib, Zizek mengatakan, krisis dalam Covid-19 ini mendatangkan 5 tahapan. Pertama: orang menyangkal (ah tidak mungkin kena). Keduaorang marah (kok kita kena, pemerintah kok lamban).Ketiga: tawar menawar (kalau begitu, kita mau bekerja di rumah). Keempat: depresi menghadapi keadaan. Kelima, bersedia menerima nasib.

Kita tidak tahu saat ini sedang berada pada tahap yang mana. Mujib mengatakan, mungkin semuanya bercampur baur. Bila dipulangkan pada masing-masing orang, tentu setiap orang tidak sama, sedang berada pada tahap yang mana dia saat ini?

Untuk itu ketika Pemerintah Kota Banjarmasin ingin menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), tentu beragam respon disampaikan, dan respon itu bisa jadi mengikuti tahapan dari masing-masing orang yang menanggapinya, sebagaimana pendapat Zizek. Bahkan kecurigaan bahwa ini terkait politik jelang Pilkada 2020, juga muncul.

Bagaimana pun, ketika suatu kebijakan diambil, pertimbangannya harus realistis. Tidak bisa asal diputuskan saja. Seorang kawan yang ikut dalam rapat penetapan pengajuan PSBB, mengatakan bahwa alasan diajukannya PSBB adalah karena social distancing dan physical distancing tidak dipatuhi oleh banyak masyarakat. Dengan menetapkan PSBB, maka ada alasan untuk menertibkan semua orang yang tidak patuh tersebut. Namun pertanyaan yang sulit dijawab, siapa yang menertibkan? Bagaimana cara menertibkan? Bagaimana kalau ada reaksi? Sebelum terjadi benturan antara yang bertugas menertibkan dengan masyarakat yang ditertibkan, harus ada pemahaman yang sama soal PSBB.

Pemerintah menyatakan menyediakan dana sebesar 21 milyar. Apakah dana tersebut cukup untuk memberi makan orang miskin yang jumlahnya setiap hari terus bertambah. Mungkin jumlah orang miskin sudah mencapai 20% dari jumlah penduduk atau bahkan lebih. Pejabat Pemko lainnya yang berbeda pendapat dengan usulan PSBB memprediksi, setidaknya Pemko harus menyediaan anggaran lebih dari 230 milyar. Maka kalau dana yang tersedia hanya ada 21 milyar, masih sangat banyak kekurangannya. Belum lagi kontrol atas penggunaan dana tersebut. Terutama kembali pada kecurigaan politisasi jelang Pilkada 2020. Saat bantuan-bantuan sosial yang dananya bersumber dari pemerintah, namun menyertakan foto kepala daerah dan diantar langsung oleh kepala daerah, maka politisasi itu sangat kental sekali. 

Kita baru berbicara soal dana dalam rangka menjawab kebutuhan logistik warga miskin. Ada soal lain misalnya soal data orang miskin. Sering kali datanya tidak akurat, salah sasaran dan logistik yang dibagikan tidak mencukupi.

Persoalan lainnya menyangkut tenaga medis. Ada sejumlah laporan dan konsultasi dari para medis kepada Ombudsman, yang menggambarkan  tenaga medis sudah kewalahan, karena tidak ada waktu untuk istirarat. Setelah bertugas, dikarantina, lalu bertugas lagi, dikarantina lagi. Kejenuhan terjadi, apalagi ketika tidak bisa pulang ke rumah. Juga dhinggapi ketakutan, akibat APD (Alat Pelindung Diri) yang tidak tersedia. Disuruh bertugas menangani, namun APD tidak tersedia. Akhirnya kelelahan dan ketakutan menjadi satu.

Fasilitas penunjang lainnya juga tidak tersedia dan kurang memadai. Ketika seseorang dinyatakan ODP (Orang Dalam Pengawasan), harus karantina mandiri selama 14 hari. Namun dengan fasilitas yang tidak memadai, karantina mandiri tersebut sulit dilakukan. Apalagi bila kondisi rumah kecil, anggota keluarga banyak. Begitu juga dengan PDP (Pasien Dalam Pengawasan), tidak semua rumah sakit yang sudah ditetapkan menjadi rujukan memiliki fasilitas memadai untuk merawatnya.

Hal yang tidak kalah penting, bagaimana koordinasi dengan wilayah terdekat. Banjarmasin ini satu bagian yang tidak terpisahkan dalam wilayah Banjarbakula. Maka ketika PSBB ditetapkan di Banjarmasin, seluruh wilayah Banjarbakula semestinya juga harus PSBB. Kalau tidak, sangat sulit membatasi mobilitas orang pada wilayah-wilayah perbatasan.

Kalau semuanya tidak dipikirkan secara cermat, maka masalah akan muncul. Ketika PSBB tidak mampu mengurangi laju pandemi, pilihannya akan diperpanjang, atau bahkan ditingkatkan menjadi karantina wilayah. Saat diperpanjang atau ditingkatkan itulah, logistik yang disediakan harus dilipatgandakan kembali.

Ada dua situasi yang mungkin akan terjadi. Pertama chaos, karena banyak yang depresi dan tidak tahan dengan situasi yang harus dihadapi. Tidak melakukan ibadah Jumatan selama tiga minggu saja orang sudah mengamuk, takut menjadi kafir. Apalagi tidak punya beras dua minggu.  Kalau sampai chaos, akan lebih banyak kerugian yang diderita. Tentu saja kita tidak menginginkannya. Bahkan membayangkannya saja kita tidak mau.

Kemungkinan kedua, bisa saja sebaliknya, yaitu solidaritas atar sesama akan meningkat. Situasi ini dapat membangkitkan kesadaran kolektif masyarakat untuk bersatu menjawab persoalan. Saling bantu, tolong menolong, terbangun, karena menyadari bahwa kebersamaan itu sangat penting untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik, lebih toleran.

Kemungkinan kedua ini akan muncul, bila edukasi kepada warga masyarakat terus dilakukan sehingga masyarakat tidak pernah kehilangan harapan, walau situasinya sangat memburuk. Maka untuk mendorong dan mewujudkan kondisi yang kedua ini, Tim Gugus Tugas keanggotaannya harus diperluas, tidak lagi terdiri dari tenaga medis dan aparat. Namun juga melibatkan para tokoh agama dan tokoh masyarakat agar berbagai persoalan menyangkut spiritual, psikologi, tidak sampai mengalami disorientasi. (nm)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...