• ,
  • - +

Artikel

Agile Governance dalam Perspektif Pelayanan Publik Propartif
ARTIKEL • Senin, 15/02/2021 • Muhammad Firhansyah
 
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman RI Kalsel Muhammad Firhansyah (doc Pemkobjm))

Konsep Agile Governance atau disebut pemerintahan yang cergas, tangkas ataupun cepat mulai ramai dibahas akhir-akhir ini, meskipun konsep ini sudah sering dikupas di dunia akademis terlebih lagi pada jurusan manajemen pelayanan publik atau ilmu administrasi publik.

Keunggulan Konsep atau metode Agile ini adalah melakukan simplifikasi terhadap birokrasi, fokus pada sarat kecepatan dan kemudahan, unik, berfikir Out-oF-The-Box, serta perwujudan dari dynamic governance.

Memang biasanya agile lebih banyak dipakai oleh dunia usaha swasta. Namun dalam dialektika perubahan negara maka pemerintahan juga "dipaksa" untuk ambil bagian kalau tidak mau terus dalam ketertinggalan. Apalagi dalam kondisi pandemi seperti sekarang, publik sudah semakin sadar bahwa negara memerlukan perubahan. Mereka sudah bosan melihat kualitas pelayanan publik negara yang lamban berbenah, tak melek teknologi dan sarat penyimpangan.

Instrumen selain Agile Governance yakni konsep NPM (New Public Management), NPS (New Public Service), metode Desaign Sprint, Lean up, design Thinking, metodeScrum dan yang lainnya adalah tawaran "inovasi" bagi perbaikan sistem kerja pemerintahan termasuk pelayanan publik di dalamnya. Setiap metode atau pendekatan tersebut memiliki sisi keunikan masing-masing dan menyesuaikan kebutuhan penggunanya.    

Dengan konsep Agile ini sebuah institusi tahu cara melakukan identifikasi masalah mulai dari faktor penyebab, ciri, bentuk, akibat sampai pada akar masalah (tata kelola), setelah itu akan ditemukan peluang apa saja yang bisa diambil dan cara atau metode taktis dan strategis apa saja yang diaplikasikan untuk menindaklanjutinya. Yang membuat beda, metode agile bisa melakukan tindak lanjut dengan waktu relatif singkat dan menggunakan semua aspek perubahan efektif, terlebih lagi dampak dari hasilnya perlahan dapat dirasakan.

Pada intinya konsep agile tak cukup hanya konsep membangun pemimpin tetapi bagaimana menciptakan kultur birokrasi baru yang sigap, tangkas dan cerdas. SDM yang kompeten, serta menyusun program kerja yang efektif dan cepat memperoleh hasil yang maksimal. Bila kita gambarkan dalam proses pengaduan pelayanan publik maka konsep agile tak hanya memiliki keandalan cepat respon pada keluhan/ laporan publik, tapi para petugas pengelola pengaduannya juga ahli/profesional dan mampu menindaklanjuti laporan secara efektif dan tuntas akhirnya publik pun puas.

Mengamini apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo baru-baru ini pada acara peluncuran laporan tahunan Ombudsman RI tahun 2020. negara hadir apabila pelayanan publik yang diberikan cepat, profesional, berkeadilan dan berkualitas. Dengan catatan konsisten melakukan perbaikan yang masif. Mulai dari sistem, tata kelola, perubahan pola pikir, hingga budaya kerja atau birokrasi yang bersih dan anti KKN. Bahkan presiden menyatakan bahwa model pelayanan publik kita masih sangat kaku, sangat prosedural, sangat administratif. Padahal publik hari ini sudah bertansformasi dengan perubahan tekhnologi yang cepat.

Merespons ini Ombudsman dalam dua tahun terakhir, terus mengembangkan upaya strategis untuk selalu berinovasi dan adaptif dalam perubahan. Salah satunya mengembangkan perspektif pelayanan publik progresif dan partisipatif (Propartif).

Propartif disini tak hanya satu sistem yang berfungsi memperkuat pola-pola penyelesaian laporan maladministrasi pelayanan publik di Ombudsman. Akan tetapi juga memiliki fungsi "agile" yakni membuat penanganan laporan internal menjadi lebih mudah, sederhana dan cepat terselesaikan. Pasalnya Propartif tak hanya menjelaskan tentang teori perubahan paradigma pelayanan publik, tetapi masuk kedalamSoft Skill aktif dan efektif untuk memudahkan insan Ombudsman dalam memenuhi tugas-tugas pengawasan dan pelayananya.

Misalnya insan Ombudsman yang telah menguasai kompetensi ini akan memiliki kemampuan berkomunikasi "quantum" (sangat baik), kepercayaan diri yang bagus, mampu mengelola emosi, dan berdampak pada sikap yakni integritas dan disiplin. Bagi institusi atau lembaga sendiri maka Propartif akan membangun citra positif, mempercepat proses penyelesaian laporan masyarakat, memenuhi rasa keadilan dan membangun hubungan yang menyenangkan antara rakyat dan pemerintah.

Warna pelayanan publik seperti inilah yang diharapkan publik terus dikembangkan di republik ini. Publik hari ini sudah jengah dengan pelayanan publik yang "kolot", tidak berkembang, jauh dari kesan ramah, adil, dan melindungi. Masyarakat di era ini akan terus mengintai dan menagih janji negara untuk benar-benar hadir memberikan pelayanan publik, yang bukan hanya sepenuh hati. Tetapi juga dengan sepenuh ahli.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...