Agen Perubahan: Wujud Komitmen Perbaikan Pelayanan Publik
Kemajuan teknologi di era saat ini sedikit banyak menuntut perubahan pelayanan publik. Dahulu pelayanan publik dilakukan secara manual, namun sekarang pelayanan publik sudah dilakukan secara digital dengan menyesuaikan perkembangan teknologi melalui berbagai inovasi yang dilakukan agar pelayanan semakin cepat, mudah, dan transparan.
Sebagai contoh, pelayanan pengelolaan pengaduan. Sebelum adanya SP4N-LAPOR!, ketika ingin mengeluhkan pelayanan, kita harus datang langsung ke kantor. Sekarang, dengan adanya gawai, semua bisa dilakukan. Oleh karena itu, sumber daya pemberi pelayanan juga harus mengikuti gerak langkah cepat perubahan. Penyenggara pelayanan publik harus mengubah pola kerja dan budaya kerjanya; menjadi adaptif terhadap perkembangan zaman, berintegritas serta berkinerja tinggi.
Penulis menilai bahwa untuk melakukan Reformasi Birokrasi harus dimulai dari SDM yang bekerja di dalamnya. Hal ini disebabkan karena meskipun pelayanan publik dibekali dengan infrastruktur yang canggih, apabila tidak didukung dengan SDM yang mumpuni, maka akan tidak bernilai. Oleh karenanya pelayanan publik yang baik dimulai dari budaya kerja yang baik.
Untuk mempercepat Reformasi Birokrasi melalu perubahan pola pikir dan budaya kerja inilah kemudian dibutuhkan sosok Agen Perubahan. Sosok ini adalah individu yang bisa menjadi teladan dan panutan bagi yang lain. Individu yang bisa menjadi contoh bagi individu lain dalam sebuah organisasi. Individu yang bersikap disiplin, penuh dedidaksi, dan bebas dari praktik KKN.
Oleh karena itu, setiap organisasi penyelenggara pelayanan publik dinilai penting untuk membentuk Agen Perubahan. Tujuannya, agar ada tokoh yang bisa dijadikan role model untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Agen Perubahan ini harus dipilih dari individu atau kelompok yang memiliki dedikasi tinggi karena ia berfungsi sebagai penggerak dan motivator. Ia juga merupakan pelopor perubahan dan menjadi contoh dalam berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai melayani.
Meskipun demikian, belum semua unit penyelenggara pelayanan publik memiliki Agen Perubahan. Hal ini mencerminkan bahwa Reformasi Birokrasi belum sepenuhnya dijalankan hingga tataran paling bawah. Setidaknya, dengan adanya Agen Perubahan di sebuah organisasi, menandakan organisasi tersebut siap untuk melakukan perubahan paradigma pelayanan. Dalam hal ini Agen Perubahan menjadi bukti keseriusan untuk meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas, cepat, mudah, transparan, dan akuntabel.
Agen Perubahan bisa melakukan berbagai peran penting di organisasi pelayanan publik. Pertama, Agen Perubahan sebagai katalisator yang mempercepat Reformasi Birokrasi di unit kerja. Dalam hal ini, Agen Perubahan sebagai alarm pengingat agar tujuan organisasi berjalan dengan baik, terutama dalam mencapai tujuan Reformasi Birokrasi.
Kedua, Agen Perubahan sebagai penghubung komunikasi antara pengawai dengan pimpinan organisasi, terutama komunikasi yang menyangkut percepatan Reformasi Birokrasi. Ketiga, Agen Perubahan sebagai penggerak bagi pegawai lainnya untuk berpartisipasi aktif mendorong perbaikan pelayanan publik. Keempat, Agen Perubahan dapat memainkan perannya sebagai pemberi solusi jika terjadi kendala dalam mewujudkan pelayanan publik yang baik.
Menjadi Agen Perubahan merupakan tugas mulia. Akan tetapi bisa jadi bagi sebagian orang, hal ini justru menambah pekerjaan. Jika dilihat dari sudut pandang lain, Agen Perubahan merupakan simbol kepercayaan organisasi terhadap individu yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap pekerjaan. Ia dipercaya mampu sebagai penggerak untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi pelayanan publik.
Agen Perubahan merupakan trigger dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Oleh karena itu, ia harus diberikan apresiasi atau reward oleh pemangku kepentingan. Misalnya dengan memberikan beasiswa pendidikan atau penghargaan dalam bentuk lainnya. Sehingga dengan adanya reward ini, dapat mendongkrak semangat perubahan. Selain apresiasi, Agen Perubahan juga dapat diberikan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam perannya. Misalnya dengan mengikutsertakan Agen Perubahan pada seminar, pendidikan anti korupsi, pelatihan budaya pelayanan prima, atau pendidikan pelayanan publik.
Peran Agen Perubahan tidak akan berjalan maksimal jika pimpinan penyelenggara pelayanan publik tidak terlibat. Kunci keberhasilan dari Reformasi Birokrasi adalah keterlibatan pimpinan serta pejabat pelaksana di bawahnya. Oleh karenanya, pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berintegritas, dan terhindar dari KKN. Pimpinan organisasi harus bisa menjadi dijadikan panutan sehingga aparatur pelaksana di bawahnya dapat mencontoh perilakunya.
Semua harus terlibat, mulai dari level atas, hingga bawah karena Reformasi Birokrasi membutuhkan kerja bersama. Untuk mencapai visi-misi organisasi, tidak bisa ditumpukan semuanya kepada Agen Perubahan. Ia hanya sebagai role model, sehingga tentunya tidak bisa bekerja sendiri, tanpa dukungan seluruh pegawai di lingkungan kerjanya.
Penulis berharap bahwa membentuk Agen Perubahan merupakan suatu keharusan bagi organisasi pelayanan. Mulai level kelurahan hingga kementerian. Tentunya tidak ada yang salah jika di kelurahan dibentuk Agen Perubahan dan melegalkannya dalam sebuah keputusan pimpinan. Setidaknya, kelurahan dapat menjadi contoh bahwa unit kerja terkecil dalam pemerintahan pun sudah melakukan Reformasi Birokrasi. Karena meskipun terlihat mudah, namun hal ini membutuhkan komitmen kuat dan keterlibatan pimpinan untuk membentuk Agen Perubahan.
Jika kelurahan saja turut serta mereformasi birokrasi, bagaimana dengan kementerian atau lembaga?