• ,
  • - +

Artikel

Adaptasi Kebiasaan Baru di Tempat dan Fasilitas Umum
• Rabu, 29/07/2020 • Kgs Chris Fither
 
Asisten Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung, Kgs Chris Fither

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menerbitkan Kepmenkes No: HK.01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Di Tempat Dan Fasilitas Umum. Terdapat dua pertimbangan keluarnya kepmenkes tersebut. Pertama, untuk menghadapi adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat yang produktif dan aman terhadap Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), diperlukan penataan penyelenggaraan berbagai kegiatan dengan prioritas kesehatan masyarakat. Kedua, bahwa tempat dan fasilitas umum merupakan salah satu lokus masyarakat beraktivitas yang akan mendukung keberlangsungan perekonomian, namun juga berpotensi menjadi lokus penyebaran Covid-19 sehingga diperlukan protokol kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan di tempat dan fasilitas umum.

Secara substansi, kehadiran Kepmenkes tersebut hanya memberikan petunjuk teknis dalam penerapan protokol kesehatan di tempat dan fasilitas umum mulai dari protokol perlindungan kesehatan individu dan perlindungan kesehatan masyarakat. Kemudian dalam Kepmenkes tersebut juga memberikan pengaturan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan dan pengendalian covid-19 di tempat dan fasilitas umum. Protokol yang telah ditetapkan bertujuan baik, namun beberapa hal yang paling krusial sepertinya terlewatkan. Mulai dari pola penertiban serta pengawasan yang kurang jelas dan rigid sampai dengan tidak adanya pelibatan masyarakat luas dalam memastikan kedisiplinan penerapan protokol-protokol kesehatan tersebut.

Adaptasi Kebiasaan Baru Tempat dan Fasilitas Umum

Dengan belum ditemukannya vaksin dan pengobatan definitif Covid-19, tentunya hal tersebut sangat memberikan dampak yang sangat besar bagi penyelenggaraan pelayanan publik. Tak hanya di Indonesia, lebih dari 200 Negara pun merasakan dampak virus yang telah merenggut lebih dari 657,266 jiwa di seluruh dunia (data per 28 Juli 2020). Memperhatikan hal tersebut, pemerintah akhirnya mulai menerapkan adaptasi kehidupan baru di tengah pandemi Covid-19 ini, bukan hanya bertujuan memulihkan sektor ekonomi, akan tetapi juga demi penyelenggaraan pelayanan publik yang baik di tengah pandemi.

Tak sedikit akademisi, politisi, maupun pengamat yang tak sependapat dengan penerapan adaptasi hidup baru tersebut. Bukan tanpa alasan, kalau dilihat dari grafik penularan covid-19 di Indonesia, jumlah kasus positif per hari saja bisa sampai 1.000 orang yang saat ini di Indonesia tercatat sudah 54.010 jiwa (data per 28 Juni 2020) yang telah terpapar covid-19. Dengan adanya penerapan adaptasi kehidupan baru ini bisa jadi akan memperparah penyebaran covid-19 di Indonesia.

Tempat dan fasilitas umum merupakan area di mana masyarakat melakukan aktifitas kehidupan sosial dan berkegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan dibuka kembali tempat dan fasilitas umum tersebut dikhawatirkan semakin memperluas penyebaran covid-19. Lihat saja, tempat dan fasilitas umum seperti pasar, mall, hotel, rumah makan, sarana olahraga, moda transportasi, stasiun/terminal/pelabuhan/bandara, lokasi wisata, salon/barbershop, jasa ekonomi kreatif, rumah ibadah dan penyelenggaraan event/pertemuan akan kembali dibuka. Bukankah tanpa adanya instrumen pengawasan yang jelas hal ini justru akan menyebabkan timbulnya pusat penyebaran/klaster baru covid-19?

Dalam pelayanan publik, penyediaan tempat dan fasilitas umum dapat dikategorikan sebagai pelayanan barang. Pihak penyelenggara (pemerintah) memiliki kewajiban dalam memenuhi standar layanan yang juga harus memperhatikan kenyamanan dan keamanan pengguna layanan. Dalam masa pandemi ini tentunya tugas penyelenggara bukan hanya sekedar memberikan sarana yang berkualitas, tapi juga harus memprioritaskan tidak tersebarnya virus covid-19 ditempat dan fasilitas umum tersebut.

Lantas, apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam memastikan keamanan para pengguna layanan di tempat dan fasilitas umum tadi? Iya, pengaturan protokol kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Kedisiplinan dalam penerapan protokol kesehatan dapat menekan angka penyebaran covid-19. Tapi apakah ada jaminan bahwa seluruh protokol kesehatan yang sudah diatur tersebut dapat berjalan dengan baik dan tertib? Siapa yang berani menjamin seluruh pengelola/penyelenggara, pedagang/pelaku usaha, pekerja/karyawan, pengunjung/tamu/konsumen/penumpang/masyarakat dapat patuh dalam penerapan seluruh protokol kesehatan di tempat dan fasilitas umum tadi? Instrumen pengawasan dan kontrol yang ketat mau tak mau harus diatur. Betul Kemenkes sudah memberikan petunjuk teknis protokol kesehatannya, tapi tidak cukup. Pelibatan masyarakat dalam pengawasan merupakan salah satu opsi yang terbaik.

Partisipasi Masyarakat

Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. Tentunya pencegahan penyebaran Covid-19 adalah hal prioritas yang harusnya diupayakan oleh Pemerintah. Perlu adanya instrumen aturan yang kuat yang dapat mendukung pola pengawasan dan penertiban dalam penerapan protokol kesehatan di tempat dan fasilitas umum. Kemenkes memang sudah memberikan pengaturan yang jelas terkait protokol kesehatannya, namun lagi-lagi untuk memastikan pengawasan dan penertiban protokol kesehatan tersebut berjalan dengan baik, tak cukup hanya dengan melibatkan aparat pengamanan dan instansi terkait saja. Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2020 sudah menetapkan bahwa Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) adalah bencana (nonalam) nasional. Idealnya pengaturan pola pencegahan dan penanganannya pun lebih khusus dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait, bila perlu penangannya pun harus luar biasa (extraordinary). Hal ini adalah bentuk upaya penyelenggaraan pelayanan publik prima yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.

Kalau kita baca kembali Kepmenkes No: HK.01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Di Tempat Dan Fasilitas Umum, ada pengaturan tentang Penertiban dan Pengawasan. Namun itupun tidak terlalu spesifik mengatur teknis dan pembagian peran masing-masing instansi. Hanya disebutkan penertiban dan pengawasan dilakukan oleh aparat pengamanan secara berkala atau jika dibutuhkan bersama K/L/D sesuai tugas dan fungsinya. Tak ada yang salah, namun cukupkah hanya dengan melibatkan aparat pengamanan dan instansi terkait yang jumlahnya sangat terbatas? Terlalu banyak tempat dan fasilitas umum yang harus diawasi. Begitu juga dengan penertibannya. Sebenarnya sudah cukup banyak terobosan yang dilakukan oleh pemerintah guna memastikan protokol kesehatan tersebut berjalan dengan baik. Mulai dari sosialisasi edukasi yang tanpa henti di berbagai media, patroli rutin ke berbagai tempat dan fasilitas umum bahkan sampai ke penertiban lapangan.

Dalam pelayanan publik, pelibatan masyarakat sebagai pengawas eksternal adalah hal yang baik. Karena masyarakat sendiri yang merasakan dan menggunakan layanan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Begitu juga dalam pengawasan penerapan protokol kesehatan di tempat dan fasilitas umum. Cukup sediakan kanal pengaduan yang mudah diakses. Berikan kemudahan dan kepastian layanan terhadap keluhan atau laporan yang diadukan. Hal ini bisa jadi salah satu solusi terbaik yang dalam penerapan protokol kesehatan di tempat dan fasilitas umum.

Partisipasi masyarakat dalam pengawasan penerapan protokol kesehatan di tempat dan fasilitas umum mau tidak mau harus ada. Pengaturan pelibatan masyarakat dalam pengawasan harus diatur secara detail. Namun sesungguhnya tanpa instrumen yang detail pun masyarakat bisa berpartisipasi dalam pengawasan penerapan protokol kesehatan di tempat dan fasilitas umum. UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik sudah memberikan hak penuh kepada masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik. Penyelenggaraan pelayanan publik di tempat dan fasilitas umum merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah. Masyarakat bisa mengadukan/melaporkan kepada instansi terkait apabila ditemukan pihak pengelola dan masyarakat yang dengan sengaja tidak mematuhi protokol kesehatan tersebut. Selanjutnya apabila atas pengaduan/laporan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh instansi terkait, baru kemudian masyarakat dapat melaporkan instansi tersebut kepada Ombudsman.

Ombudsman dan Pengaduan Masyarakat

Masyarakat sebagai pengawas pelayanan publik memiliki hak untuk menyampaikan pengaduan kepada instansi penyelenggara pelayanan publik dan Ombudsman. Dalam UU 25/2009, penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan. Selain itu penyelenggara juga berkewajiban mengelola pengaduan tersebut.

Ombudsman berdasarkan kewenangannya, dapat menindaklanjuti laporan dari masyarakat sepanjang seluruh pengaduan yang disampaikan seputar penyelenggaraan pelayanan publik. Berkaitan dengan pola pengawasan tatanan kehidupan baru di tempat dan fasilitas umum, Ombudsman dapat berperan sepanjang adanya pengaduan dari masyarakat. Tentunya yang menjadi Terlapor adalah instansi yang tidak menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat dengan dugaan tidak memberikan pelayanan. Setiap laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke Ombudsman wajib ditindaklanjuti. Tindaklanjutnya berbagai macam cara, bisa dengan langsung dilakukan investigasi, permintaan klarifikasi, mediasi, konsiliasi bahkan sampai dengan ajudikasi.

Peran serta masyarakat dalam pengawasan terlaksananya protokol kesehatan pada tempat dan fasilitas umum menjadi salah satu faktor pendukung upaya pencegahan penyebaran covid-19 di Indonesia. Sudah seharusnya seluruh pihak terlibat dalam proses pencegahan penyebaran covid-19 termasuk di tempat dan fasilitas umum. Tak mudah memang, tapi hal ini sudah memang harus dilakukan. Salam Sehat. Salam Anti Maladministrasi. (KCF)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...