Sisi Unik Buku berjudul "The Guardian of Ombudsman"
Mengawali tahun 2021,  Asisten Ombudsman R.I. baik di kantor pusat dan perwakilan  kembali menerbitkan satu buku yang diberi judul Asisten Ombudsman "The Guardian Of Ombudsman ".
Buku yang terdiri dari 3 bab yakni bab 1 memilih menjadi asisten, bab 2 arti sebuah profesi, dan bab 3 menjunjung nilai integritas ini memiliki keunikan tersendiri. tak hanya dari sisi tulisan para penulisnya, tetapi juga ada quote atau catatan dari para Pimpinan Ombudsman di tiga periode dan beberapa kepala perwakilan.
Sebanyak 28 penulis asisten mulai dari jenjang utama, madya , muda, dan pratama ambil bagian menuangkan pengalaman dan rekam jejaknya selama bergelut menjadi asisten Ombudsman Republik Indonesia. buku ini bahkan bisa dikatakan, buku pertama yang mengupas secara komplit, sepak terjang asisten Ombudsman Ri beserta  tantangan dan pengalaman yang mereka lalui selama menjadi bagian dari insan Ombudsman .
Ide dan gagasan, serta nilai nilai perjuangan yang disajikan dalam setiap judul tulisan memberikan kesan bagi pembaca, bahwa asisten Ombudsman adalah komponen penting dalam membangun proses peradaban pelayanan publik di Indonesia.
Tak hanya menyajikan pengalaman menjadi asisten Ombudsman. Buku ini mampu mengupas secara padat problem maladministrasi yang terjadi di republik ini. Para penulis yang notabene berasal dari kemampuan, latar belakang pendidikan, dan daerah yang berbeda ini, mampu mengulas peran asisten Ombudsman secara menarik dan menuliskannya secara apik.
Misalnya saja tulisan dari Yustus yang berjudul "The Silent Influencer" dalam tulisannya ia memberikan pandangan bahwa seorang asisten Ombudsman adalah  "silent influencer" tidak membutuhkan banyak followers dan likes di media sosial. Asisten Ombudsman juga bukan Mega-Influencers, Makro-Influencers, Mikro-Influencers ataukah Nano-Influencers sebab Asisten Ombudsman bekerja bukan untuk sensasi dan popularitas. Hal ini juga pernah dikatakan oleh Prof.Sunaryati Hartono (Wakil Ketua Ombudsman periode 2000-2011) bahwa Ombudsman itu tidak perlu populer karena ia ditakdirkan sebagai "a silent revolution" untuk menjaga keseimbangan bernegara. Mengoreksi tanpa grasa-grusu. Memperbaiki tanpa mencari panggung. Memberikan solusi tanpa menghakimi. Mendamaikan bukan turut menciptakan kegaduhan. Melihat pada fakta tidak hanya opini semata.
Tulisan lainnya datang dari asisten Ombudsman kalimantan Timur. Ria Maya sari. Menurutnya asisten Ombudsman itu minimal harus memiliki dua poin utama yakni multitasking dan problem solving. Dua hal utama inilah yang menjadi kunci pentingnya kehadiran asisten Ombudsman dalam situasi pelayanan publik saat ini.
Para penulis dalam buku ini juga mewakili "cita rasa Indonesia" sebab para asisten yang terlibat mulai dari Aceh, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga papua turut ambil bagian menuangkan pandangan mereka tentang profesi asisten.
Tak cukup sampai di situ, buku ini juga diberikan komentar khusus oleh perwakilan Anggota Ombudsman dari periode pertama, kedua dan ketiga bahkan ada kata pengantar oleh Ketua Ombudsman Ri pertama Antonius Sujata dan Ketua Ikatan Asisten Ombudsman (IAORI) Patnuaji Indarto.
Dalam kata pengantarnya Antonius Sujata menyampaikan bahwa Asisten Ombudsman adalah "aset utama lembaga" sehingga mereka harus terus meningkatkan performa, kualitas, dan integritas, khususnya kemampuan untuk mendengar publik.
Meski demikian, "tak ada karya yang paling sempurna ". Buku ini juga masih memiliki sejumlah kekurangan. Jumlah penulis hanya mengakomodir 28 asisten saja, padahal  jumlah total Asisten Ombudsman RI  sudah lebih dari 300 orang se-Indonesia. Sehingga sangat disayangkan apabila melewatkan pengalaman dan pandangan mengenai Ombudsman dan pelayanan publik dari sudut pandang yang lain.
Sebagai penutup dari review buku ini, saya mengutip beberapa kutipan pimpinan Ombudsman yang setidaknya bisa menjadi insiprasi bagi asisten sendiri, lebih lebih lagi bagi publik yang terus mendukung gerakan melawan maladministrasi.
"Asisten Ombudsman adalah sebuah profesi baru yang tidak dapat dipelajari di lembaga pendidikan formal mana pun kecuali di lembaga Ombudsman itu sendiri" (Prof. Dr. C. F. G. Sunaryati Hartono, S.H., Mantan Wakil Ketua Ombudsman Republik Indonesia periode 2000-2011)
"Asisten Ombudsman adalah ujung tombak kerja-kerja terberat Ombudsmanship. Mereka adalah pengawal reformasi birokrasi dan menjadi pelaku sejarah untuk mewujudkan keadilan administratif (administrative justice)." Dr. Hendra Nurtjahjo, SH.MHum. Pendiri SORT Special Ombudsman Response Team pertama pada Ombudsman RI periode 2011-2016)
"Asisten Ombudsman RI memiliki kemampuan sebagai analis kasus serta sebagai mediator, konsiliator dan kalau perlu, menjadi interogator. Saat melakukan riset dan kajian, kompetensi peneliti juga dimiliki" (Prof. Drs. Adrianus E. Meliala, MSi. MSc. Ph.D, Anggota Ombudsman RI Periode 2016-2021)
Para Asisten adalah ujung tombak Ombudsman RI. Karenanya, maju mundurnya Ombudsman RI turut ditentukan oleh kehandalan kinerja para Asisten, baik yang berkiprah di Kantor Pusat maupun di Kantor Perwakilan. (DR. H. Taqwaddin SH. Kepala Perwakilan Ombudsman Aceh)
Asisten Ombudsman adalah orang-orang pilihan yang berintegritas dan akuntabel serta humanis. Mereka hadir di tengah-tengah situasi pelayanan publik yang belum baik dan itu sangat berat, tetapi mereka tetap solid dan tegar. Asisten Ombudsman ibarat sebuah pelita yang di butuhkan dalam sebuah rumah di tengah hutan. Apabila malam tiba, pelitapun dinyalakan untuk menerangi seisi rumah. Kemudian, biasan cahayanya membias melalui ventilasi rumah sehingga rumah itu tak hanya memberi cahaya kebahagian bagi orang-orang di dalamnya, tetapi cahayanya juga  terang dari kejauhan dan akhirnya bisa menuntun pengembara yang tersesat dan sehingga terselamatkan. (Iwanggin Sabar Olif SH. Kepala Perwakilan Ombudsman Papua)Â